youngster.id - Pembeli di Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Filipina, semakin bergantung pada transaksi tanpa uang tunai (cashless). Konektivitas dan digitalisasi menjadi pemicu hiperkonsumerisme di wilayah ini.
E-commerce mode, kecantikan, dan gaya hidup ZALORA melaporkan pembayaran digital di Asia Tenggara tumbuh menjadi 81,20% pada tahun 2022, naik dari 74,61% pada tahun 2020.
Pembayaran digital diperkirakan akan mendorong belanja e-commerce di kawasan ini, tetapi karena bentuk kepulauan yang terpecah-pecah di Indonesia dan Filipina, maka integrasi sistem pembayaran dapat terhambat. Dengan begitu uang tunai tetap menjadi raja.
Transaksi yang ditutup melalui metode pembayaran cash-on-delivery (COD) telah menurun secara signifikan dalam dua tahun terakhir menjadi antara 15% dan 20% dari sebelumnya 25%.
“Terlepas dari prospek positif, lanskap pembayaran di Asia Tenggara tetap sangat terfragmentasi. Faktanya, karena keragaman wilayah, integrasi dari pasar ke pasar pada umumnya sulit dilakukan oleh satu pemain di tingkat pembayaran,” kata Achint Setia, Kepala Pendapatan dan Pemasaran ZALORA, seperti dikutip Retail Asia.
ZALORA mencatat bahwa transaksi tunai pada 2021 di Filipina kembali ke tingkat pra-pandemi, sementara pembayaran tunai di Indonesia naik menjadi 60% pada 2021 dari 58% pada 2020. Hal ini ada kaitannya dengan topografi kepulauan Filipina dan Indonesia.
“Tantangan dengan Filipina dan Indonesia adalah topografi mereka yang jauh lebih beragam dan tersebar. Ada tantangan, bahkan secara logistik bagi pemain lama untuk melakukan ekspansi,” kata Setia.
Sebagian pelanggan yang berada di pelosok enggan menggunakan metode pembayaran digital dan memilih bermain aman dengan mengandalkan COD. Misalnya, Indonesia yang memiliki lebih dari 17.500 pulau memiliki kesenjangan digital yang sangat besar antara pelanggan di Pulau Jawa dan pelanggan di pulau-pulau terpencil.
Mengutip data dari Boston Consulting Group, 57% masyarakat Indonesia lebih suka membayar tunai, 8% lebih memilih mobile wallet, dan 7% menggunakan internet banking.
Hiperkonsumerisme di Asia Tenggara
Konektivitas dan digitalisasi yang tumbuh secara eksponensial di kawasan ini juga memicu hiperkonsumerisme karena pembeli menuntut fleksibilitas, kenyamanan, dan kontrol. Misalnya, banyak pembelian bernilai tinggi juga dimungkinkan oleh adanya layanan “beli sekarang, bayar nanti” atau BNPL (Buy Now Pay Later).
ZALORA menemukan bahwa meskipun kartu kredit mendominasi transaksi mewah dengan 41,1% pembeli menggunakannya sebagai metode pembayaran, pembeli mewah juga mulai lebih sering menggunakan BNPL. Pada tahun 2022, 21,4% transaksi mewah dibayarkan melalui BNPL, naik dari 12,9% pada tahun 2021. Dibandingkan dengan opsi kartu kredit, yang menurun dari 47,4% pada tahun 2021.
Metode BNPL juga memberikan pembeli akses ke produk bernilai tinggi lainnya, seperti produk rumah dan gaya hidup, kecantikan, dan aksesoris wanita.
Selain itu, festival belanja, seperti Single’s Day dan acara dua digit, juga telah mendorong hiperkonsumerisme di kalangan masyarakat Asia Tenggara. Brand yang ingin memanfaatkan acara ini perlu membangun kehadiran online yang lebih kuat yang akan membawa pelanggan melalui perjalanan mulus dari niat hingga pengiriman.
“Pelanggan ingin membangun hubungan jangka panjang dengan brand yang mereka sukai, tetapi mereka juga tidak ingin hal itu terjadi dengan mengorbankan banyak kerumitan atau kurangnya nilai uang. Keduanya sama pentingnya,” ujarnya.
Untuk itu, ZALORA meningkatkan program manfaatnya, ZALORA Now (ZNOW). Melalui ZNOW, e-commerce ini menawarkan pengalaman unik kepada pelanggannya melalui akses awal ke acara-acara besar, layanan pengiriman last-mile yang lebih cepat, dan bahkan memungkinkan mereka untuk menemukan produk yang lebih baik, antara lain.
Di luar itu, brand perlu memastikan fleksibilitas terintegrasi di seluruh model bisnis, terutama di tengah lanskap ekonomi dan geopolitik saat ini yang dapat mengganggu rantai pasokan.
“Apakah itu sumber, manufaktur, atau produksi, semuanya terpukul, sehingga perusahaan terus menyesuaikan rantai pasokan mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan saat ini. Kami juga telah melihat biaya transportasi dan logistik menjadi lebih kompetitif belakangan ini dan benar-benar melampaui batas di masa lalu. Brand dan penjual hanya perlu memastikan bahwa mereka tetap fleksibel. Mereka harus terus mencoba model bisnis baru untuk mengatasi tantangan saat ini karena mereka tidak akan pergi dengan tergesa-gesa,” tutup Setia. (*AMBS)
Discussion about this post