youngster.id - Arsitektur bukanlah profesi baru. Namun seiring kehadiran teknologi, teknik perancangan dengan mode digital pun hadir. Berkat perkembangan teknologi ini, maka kemampuan arsitektur Indonesia kini telah diperhitungkan di ranah global.
Arsitektur berperan penting untuk menunjang subsektor pilar ekonomi kreatif. Di sisi lain, teknik merancang dengan mode digital semakin berkembang seiring kemajuan teknologi. Perancangan berbasis digital menjadi marak karena mempermudah pekerjaan arsitek. Peluang ini ditangkap oleh Jonathan Aditya. Sarjana arsitek alumni Universitas Katolik Parahyangan ini lalu membangun aplikasi Ars.
“Ars merupakan penyedia platform global untuk arsitektur interior dan produk rumah. Aplikasi ini memiliki fitur Virtual Reality Experience dan memberikan informasi tren terkini untuk arsitektural di dunia. Juga, memberikan kesempatan bagi para pelaku industri untuk menampilkan karya mereka dan menambah jaringan,” jelas Jonathan kepada youngster.id saat ditemui di Jakarta.
Ars termasuk salah satu startup yang terpilih oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) untuk mewakili Indonesia pada Festival South by Southwest (SXSW) 2019 di Austin, Texas pada 10-17 Maret 2019.
Aplikasi ini terbilang unik karena tidak saja ditujukan untuk arsitek, desainer, tetapi juga untuk masyarakat luas. Lewat Ars karya-karya arsitektural dapat dinikmati secara live dengan virtual reality. Caranya cukup dengan mengunduh aplikasi ini di Google Playstore atau Appstore, kemudian memindai QR Code dari proyek yang ingin dilihat. Pengguna tinggal menggunakan cardboard/VR headset maka pengalaman nyata dari karya tersebut dapat segera dinikmati.
Tak hanya itu, Ars juga memungkinkan pengguna mewujudkan desain dari nol. Karena inovasi teknologi augmented reality (AR) di dalamnya dapat menggabungkan benda maya dua dimensi ataupun tiga dimensi dan menvisualisasikannya ke dalam lingkungan nyata.
Ars didirikan sejak akhir tahun 2017 oleh dua pemuda yaitu Jonathan yang berlatar belakang arsitek, dan Johanes Adika yang berlatar belakang IT. Pengembangan aplikasi ini berangkat dari kegelisahan mereka melihat bidang arsitektur yang tak pernah mendapat support dari dunia teknologi.
“Kami melihat bidang arsitektur ini belum mendapat support dari dunia teknologi. Padahal justru para kreatif desainer inilah yang harus empower dengan teknologi,” ujarnya.
Dari Arsitek Ke Kreatif
Awalnya banyak yang meragukan kemampuan mereka. Apalagi mengingat belum banyak yang memadukan teknologi dengan arsitek. “Kendala awal, aplikasi ini adalah hal yang baru. Jadi pekerjaan rumah kami adalah membawa pilot project dan contoh-contoh sehingga mereka paham jika arsitektur bisa pakai seperti apa, demikian juga dengan interior. Nah, dari situ mereka jadi tahu kalau bisa pakai graphic designer. Kami selalu kasih tutorial, kasih dokumentasinya supaya mereka mengerti bagaimana cara menggunakan platform ini,” terang Jonathan.
Jonathan memberi contoh developer property yang mau menjual rendering unit. Dengan AR mereka dapat menunjukkan produknya secara live. Atau ada juga pelukis yang mau memamerkan karyanya, dengan teknologi yang kami miliki lukisan ini bergerak dan penyampaian pesannya lebih banyak sehingga konten fisik dari semua ini bisa dihubungkan dengan digital. “Jadi goals kami di sini ingin supporting para kreator,” tegasnya.
Menurut Jonathan, awalnya platform ini dibuat hanya untuk bidang arsitektur dan interior. Namun kemudian mereka memperluas area platform ini sehingga bisa dapat dimanfaatkan para kreator lain berkreatifitas.
“Seiring berjalannya waktu, platform ini mendapatkan respon baik dari para kreator lain. Contohnya graphic designer, musisi, perfilman, bahkan tempat-tempat seperti museum dan berbagai public space lainnya membutuhkan platform semacam ini. Dan kami akhirnya memutuskan mengembangkannya untuk berbagai kebutuhan,” ungkap Jonathan.
Keputusan ini dinilai tepat, apalagi masyarakat sudah mulai melek tentang teknologi AR. Namun Jonathan mengakui salah satu tantangan yang dihadapi adalah perbedaan kebiasaan, baik dari segi kreator ataupun penikmat.
“Misalnya saja dari aplikasi, aplikasi dari sini berbeda dengan dengan di luar negeri. Tapi kita harus minta ke dunia mereka, kalau keukeuh dengan dunia cara kita sendiri, ya kita tidak bisa masuk,” jelasnya.
Diklaim Jonathan, saat ini Ars sudah mendapat 10 ribu pengguna. Dia berharap angka itu akan terus bertumbuh. Apalagi akses dibuka luas bagi para kreator untuk memperkenalkan karya mereka melalui aplikasi ini.
Untuk memperluas wilayah usahanya di Ars, kini ia sendiri mulai gencar melakukan pengenalan AR. Salah satunya lewat debut pameran tunggal dari perupa muda I Putu Adi Suanjaya.
“Melalui kerja sama ini kami mengenal teknologi ini secara sederhana. Lukisan yang ada di-capture oleh aplikasi Ars. Nantinya aplikasi tersebut dapat menyuguhkan pengalaman baru melihat lukisan dengan tambahan gerakan visual yang apik,” papar lelaki kelahiran Bandung, 1 Januari 1990.
Diakui Jonathan, pemerintah sangat berperan dalam mendorong para milenial memiliki dan menjadi pemilik SDM yang handal di era 4.0. Peran pemerintah melalui Bekraf juga turut mendukung perjalanan usahanya sebagai pelaku startup. Kendati begitu, lanjut Jonathan, saat ini Ars tengah dalam proses pencarian investor agar bisa lebih mengembangkan bisnis mereka.
“Yang jelas, kami beruntung sekali dengan dukungan pemerintah yang kami dapat saat ini. Tentunya, ini memberikan kesempatan bagi anak muda memiliki bisnis sendiri. Tidak kayak 20 tahun lalu. Jadi adanya peluang kerja itu nggak harus nyari, tapi bikin sendiri. Didukung dengan peluang untuk dapat modal, mau cari partner, exposure hingga kesempatan ikut acara-acara pameran sampai ke kancah internasional,” ungkapnya.
Target Global
Pengembangan target pengguna membuka peluang Ars untuk masuk ke pasar yang lebih luas. “Target kami dari awal adalah pasar global. Saat ini nilainya memang masih kecil karena kemarin kami masih produk market feed. Nantinya para desainer sudah bisa mengunggah karya mereka sendiri, bahkan mereka bisa menyusun portofolionya sendiri di Ars. Dari sini kami berharap akan ada pertumbuhan yang lebih besar, karena kami membuka semua akses tersebut,” ungkap Jonathan penuh harap.
Dia menetapkan target subscriber bisa terus bertambah dari berbagai macam kategori. “Kami ingin jumlah pengguna Ars bisa terus berlipat tidak hanya dari kalangan arsitektur tetapi juga para content creator, seniman profesional ataupun brand,” ucap Jonathan.
Jonathan menjelaskan dengan teknologi yang mereka terapkan di Ars, maka akan dapat membantu berbagai karya kreasi untuk tampil lebih memikat. Melalui model bisnis yang ditawarkan. Jonathan mengaku ada banyak keuntungan yang didapat para kreator ketika telah berlangganan di platform Ars ini. Sebab, melalui cara berlangganan yang ditawarkan di platform global ini, nantinya para pelaku kreatif juga dapat menggunakan fitur-fitur untuk memperkenalkan karyanya ke masyarakat luas.
“Model bisnis kami subscription seperti berlangganan Spotify atau Netflix, kami membuka langganan ini kepada para kreator tersebut. Dengan cara berlangganan per tahun, para kreator ini akan bisa menggunakan tools kami. Itu model bisnis kami. Jadi dengan membayar subscribe di kami mereka dapat mengunggah karya bikin AR, VR dengan lebih mudah karena tidak ada yang menyediakan platform semacam ini. Biaya per tahunnya sebesar US$ 99 untuk harga yang basic,” ungkapnya.
Menurut Jonathan, sejauh ini aplikasi Ars. ini belum memiliki saingan yang berarti. Kalaupun nanti bermunculan aplikasi serupa, toh Jonathan tidak menganggapnya sebagai pesaing. Bahkan, adanya persaingan itu dianggapnya sebagai hal yang baik. Sebab, dengan demikian akan semakin banyak yang mengenal industri tersebut.
“Kami siap berkompetisi jika nanti muncul aplikasi sejenis. Balik lagi bagaimana kami membuat customer kami senang, bagaimana position dan branding kami. Itu untuk mengatasi persaingan nantinya,” tegasnya.
Lebih jauh, Jonathan berharap perusahaan yang dirtinsinya ini akan semakin berkembang, bahkan bisa masuk ke pasar global. “Tujuan utama kami supporting para kreator, dimana cara mereka dalam mempublikasikan karya mereka bisa lebih interaktif. Jika dengan cara lama mereka bisa melakukannya hanya porfolio dan CV dan PDF kumpulan gambar saja, kini dengan Ars kami dapat membuatnya lebih interaktif dengan adanya AR,VR dan Stop Motion. Ada banyak kategori untuk meng-improve karya mereka. Sehingga keuntungan yang mereka dapat juga lebih besar. Itu intinya,” pungkas Jonathan.
=================================================
Jonathan Aditya Gahari
- Tempat Tanggal Lahir : Bandung 1 Januari 1990
- Pendidikan Terakhir : S1, Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
- Pekerjaan : CEO & Co Founder Ars
- Mulai Usaha : 2017
- Modal Awal : sekitar Rp 100 juta
- Jumlah tim : 10 orang
- Prestasi : mewakili Indonesia pada Festival South by Southwest (SXSW) 2019 di Austin, Texas, Amerika Serikat
====================================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post