youngster.id - Untuk mengembangkan dan memperluas industri pusat data di Indonesia, sovereign wealth fund Indonesia, Indonesia Investment Authority (INA), menggandeng perusahaan pengelola pusat data GDS untuk berinvestasi bersama dalam platform pusat data.
Kedua pihak menyadari potensi Indonesia sebagai pasar pusat data baru, serta memiliki visi bersama tentang peran penting pusat data sebagai tulang punggung transformasi digital Indonesia. Untuk itu, keduanya akan mendirikan usaha patungan dengan kepemilikan saham sebagai entitas yang mengembangkan platform pusat data di Indonesia.
Ridha Wirakusumah, CEO INA mengatakan, kemitraan yang terjalin dengan GDS lebih dari sekadar aliansi strategis—kemitraan ini mencerminkan potensi digital Indonesia yang dinamis.
Menurut Ridha, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, sehingga perlu mengambil langkah penting untuk mengembangkan infrastruktur digital. Juga, penduduk Indonesia yang berusia muda dan melek internet turut membuktikan kesiapan dan potensi digital Indonesia.
“Laju penetrasi internet yang signifikan, didukung berbagai jenis platform digital, menghadirkan peluang masif bagi kita. Menyadari pentingnya pembangunan pusat data lokal, kolaborasi dengan GDS tidak hanya memperluas skala infrastruktur digital, namun juga mendukung data onshoring dan meningkatkan konektivitas data,” jelas Ridha, dikutip Senin (4/9/2023).
Proyek pertama yang segera rampung adalah kompleks pusat data hyperscale di Nongsa Digital Park (NDP), Batam, yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK). Menggunakan solusi Smart DC (Data Center) mutakhir GDS, serta mengutamakan pemanfaatan sumber energi terbarukan di wilayah lokal, kompleks pusat data di Batam tersebut berpotensi menjadi tolok ukur industri di Indonesia.
Kemitraan GDS-INA terjalin pada momen penting, terutama ketika industri pusat data tengah berkembang pesat, didukung transformasi ekonomi digital Indonesia, teknologi IoT, transisi masif menuju komputasi awan (cloud computing), serta maraknya tingkat penggunaan kecerdasan buatan (AI).
Menurut riset pasar, kapasitas pasar pusat data di Indonesia akan meningkat dari 514 MW pada 2023 menjadi 1,41GW pada 2029. Maka, Indonesia ingin menangkap peluang dari pesatnya permintaan atas layanan pusat data. Langkah ini bertujuan untuk menarik arus investasi dalam dan luar negeri yang mendukung ekonomi digital Indonesia.
William Huang, Chairman & CEO GDS mengatakan, Indonesia cepat berkembang sebagai lokasi strategis yang memenuhi pesatnya kebutuhan klien atas layanan pusat data premium.
Menurutnya, GDS berkomitmen menciptakan ekosistem yang bernilai tambah dan menggerakkan perkembangan infrastruktur digital di Indonesia.
“Kami mendapat kehormatan untuk menjadi pengembang dan pengelola pusat data pertama yang berkolaborasi dengan INA. Integrasi proyek pertama kami di Batam dengan proyek-proyek sinergis di Singapura dan Johor, kami menciptakan platform unik yang dirancang secara khusus untuk melayani ekonomi digital di Indonesia dan Asia Tenggara. Kami ingin memperluas platform ini di Indonesia lewat kemitraan yang terjalin dengan INA,” kata William.
Kiprah Indonesia menuju masa depan digital diliputi dengan kesenjangan antara pesatnya tingkat permintaan digital, tecermin dari kenaikan arus data seluler tahunan sebesar 40-50%, serta infrastruktur data yang kurang memadai.
Menyadari kesenjangan yang terjadi di sektor digital, INA aktif mempermudah pergerakan arus investasi asing di seluruh Indonesia. INA juga mengambil pendekatan terarah untuk memperkuat daya saing Batam yang berpotensi menangkap tingkat permintaan yang berlebih dari Singapura. Strategi Singapura-Johor-Batam GDS sangat sesuai dengan pendekatan INA.
Lewat strategi ini, GDS akan mewujudkan konektivitas berlatensi rendah pada pusat data yang saling terkoneksi di Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Maka, hal tersebut akan menciptakan solusi layanan pusat data holistis yang melayani portofolio klien GDS, baik klien lokal dan internasional. Dengan begitu akan memperkuat daya saing Batam sebagai sentra pusat data di Indonesia.
Kemitraan ini merupakan investasi signifikan ketiga INA di sektor digital, salah satu dari empat sektor prioritasnya. INA, satu-satunya sovereign fund Indonesia, dilansir pada 2020 dengan dana US$5 miliar dari pemerintah.
Sebelumnya, INA berpartisipasi dalam pencatatan saham perdana (IPO) Mitratel, serta pemegang saham signifikan pada perusahaan pengelola menara telekomunikasi terbesar di Asia Tenggara.
Juga, berkolaborasi dengan mitra-mitranya seperti BlackRock, Allianz Global Investors, dan Orion Capital Asia, INA menyalurkan pendanaan bagi platform pariwisata Traveloka.
“GDS dan INA akan bekerja sama mengembangkan fasilitas pusat data terbaik di seluruh Indonesia, mengatasi kebutuhan konsumsi digital yang terus berkembang, serta meningkatkan sektor infrastruktur digital di Indonesia dan wilayah lain,” tutup Ridha. (*AMBS)
Discussion about this post