youngster.id - Meski telah lama dikembangkan, teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa waktu terakhir.
Menurut riset dari McKinsey, per tahun 2022, adopsi AI meningkat lebih dari dua kali lipat dalam kurun waktu lima tahun. Hal tersebut menjadi tantangan sekaligus kekhawatiran akan eksistensi AI yang dianggap dapat menggantikan peran manusia dalam berbagai pekerjaan.
Andy Gozali, Country Head RevComm Indonesia mengatakan, berbeda dengan traditional AI yang bekerja untuk mengoptimasi seluruh proses bisnis, hybrid intelligence mengunggulkan manusia untuk memberikan input dan membuat berbagai keputusan dari data analitik yang dihasilkan AI.
Hybrid intelligence adalah kolaborasi antara manusia dan artificial intelligence (AI) yang memiliki potensi dalam mendorong produktivitas bisnis.
“Oleh karena itu, dengan hybrid intelligence, AI tidak menggantikan manusia, melainkan meningkatkan kapabilitas manusia dalam melakukan pekerjaan dengan lebih efisien dan produktif,” jelas Andy, dalam acara Conversa 3.0, konferensi tahunan yang diadakan oleh Qiscus, dikutip Sabtu (26/8/2023).
Menurut Andy, salah satu tools hybrid intelligence yang mampu mendukung produktivitas bisnis adalah MiiTel, sistem telepon pintar berbasis AI. Inovasi teknologi milik RevComm ini mampu memecahkan masalah black box dalam industri call center, yakni kondisi ketika perusahaan tidak dapat mengetahui bagaimana percakapan antara agent dan pelanggan dilakukan dalam panggilan.
Terlebih lagi, divisi call center dalam suatu perusahaan kerap memiliki agent yang menjadi top performer dan juga low performer. Sulit bagi perusahaan untuk mengetahui apa yang menyebabkan adanya kesenjangan tersebut. Selain itu, perusahaan juga membutuhkan banyak waktu untuk melakukan evaluasi performa agent dengan memutar ulang rekaman panggilan satu persatu.
Oleh karena itu, dengan memanfaatkan AI, MiiTel menyediakan key metrics yang dapat menganalisis percakapan, seperti durasi panggilan, persentase porsi bicara antara agent dan pelanggan, emotion analytics, lama durasi diam dalam panggilan, dan berbagai metriks lainnya yang dapat menjadi acuan evaluasi.
Lebih lanjut, Andy menjelaskan bagaimana MiiTel sebagai salah satu tools hybrid intelligence dapat membantu industri call center. Menurutnya, meskipun memiliki banyak agent, tetapi industri call center juga memiliki tingkat pergantian karyawan yang tinggi. Oleh karena itu, key metrics yang dihasilkan oleh AI pada MiiTel juga dapat dimanfaatkan sebagai self-coaching tools bagi agent baru dengan cara mempelajari data analisis percakapan dari top performer.
“Keberadaan fungsi call center dalam perusahaan memiliki tujuan tersendiri, yakni untuk memberikan human touchpoint dalam menawarkan produk hingga untuk customer service. Bagaimana cara untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensinya? Yaitu melalui AI yang dapat memberikan data dan analitik untuk menyederhanakan proses bisnis,” tutup Andy.
Conversa 3.0 juga turut dihadiri oleh Muhammad Fajrin Rasyid, Direktur Digital Business Telkom Indonesia, yang menyoroti bagaimana AI dapat membantu memudahkan berbagai aktivitas bisnis. Hal tersebut termasuk kemudahan dalam memahami banyak data dan peluangnya dalam memberikan revenue baru pada perusahaan.
Hadir pula Irzan Raditya, CEO & Co-founder Kata.ai, yang banyak berbagi pandangannya terkait AI yang mampu membuat interaksi manusia dan machine terasa lebih alami layaknya berbicara dengan sesama manusia. (*AMBS)
Discussion about this post