Lusia Efriani Kiroyan : Mengubah Hidup Para Napi Wanita Lewat Boneka

Lusia Efriani Kiroyan, Founder & CEO Yayasan Cinderella From Indonesia Center, Batik Girl (Foto: Dok. Pribadi/Youngster.id)

youngster.id - Sosok Cinderella identik dengan kisah dongeng ataupun boneka mainan anak-anak. Namun Cinderella yang satu ini jauh dari bayangan itu. Cinderella yang ini memberikan bantuan kepada kaum marjinal di masyarkat dengan mendirikan training center ilmu kewirausahaan. Hasilnya pun disumbangkan kepada anak-anak penderita kanker.

Cinderella yang dimaksud adalah Yayasan Cinderella From Indonesia Center (CFIC) yang berpusat di Batam. CFIC memberikan bantuan kepada kaum marjinal di masyarakat dengan mendirikan pusat pelatihan ilmu kewirausahaan. Kegiatan ini terutama ditujukan kepada para penghuni rumah tahanan (narapidana/napi) wanita di Batam, Jakarta dan Bali.

Yayasan untuk memberdayakan para narapidana wanita ini diinisiasi oleh Lusia Efriani Kiroyan. Dia memulai kegiatan social entrepreneurship ini sejak tahun 2012.

“Saya sangat percaya akan kekuatan individu. Olleh karena itu, saya yakin, jika kita baik dan bisa memberikan contoh kebaikan pada sekitar, maka perlahan dunia akan menjadi lebih baik,” ucap Lusia kepada Youngster.id, yang menemuinya di Jakarta beberapa waktu lalu.

Bukan hanya memberikan pelatihan, Lusia juga memberdayakan hasil-hasil pelatihan tersebut untuk dijual. Salah satu produknya adalah Batik Girl, boneka yang diproduksi oleh para napi wanita dari dalam penjara.

Saat ini, Batik Girl diproduksi sebanyak 1.000-2.000 boneka per tahun dan dipasarkan di Singapura, Brunei, Malaysia, Australia dan Amerika dengan harga US$15.

Lusia mengaku sejak awal sudah tergerak melayani kelompok-kelompok terpinggirkan. Pasalnya, ia melihat jarang ada yang peduli terhadap mereka. Sebagian besar yang terlibat dalam kegiatan CFIC ini adalah para napi wanita.

“Saya melihat kemampuan mereka baik, hanya mereka tidak mendapat kesempatan untuk melakukannya. Kami ingin memberikan motivasi kepada mereka agar berpikiran positif serta mau membuat sesuatu yang positif bagi masyarakat. Keterampilan baru ini memberikan semangat baru untuk hidup lebih baik, jika nanti mereka bebas,” jelas Lusia.

Oleh karena itu, sejak tahun 2015 Lusia aktif memberikan pelatihan kewirausahaan di sejumlah rumah tahanan (rutan) wanita di Batam, Pondok Bambu, dan Bali. Mereka dilatih untuk membuat boneka Batik Girl, boneka perempuan yang mengenakan busana daerah dari seluruh Indonesia.

“Saya ingin boneka Batik Girl ini tak hanya sekadar mainan, tetapi juga menjadi souvenir khas Indonesia,” ujar Lusia.

Menariknya, penjualan boneka ini menjadi bagian kampanye One Friend One Doll. Jadi hasil penjualan boneka ini tak hanya untuk para napi pembuatnya, juga disalurkan untuk membiayai sejumlah anak penderita kanker yang kurang mampu.

“Kami ingin melibatkan masyarkat umum untuk ikut berkontribusi dalam kampanye ini. Jadi dengan membeli boneka Batik Girl mereka membantu napi perempuan, dan juga kegiatan sosial CFIC yang ditujukan bagi anak-anak penderita kanker yang kurang mampu,” ucap Lusia.

Kegiatan ini telah digelar di Jakarta, Batam, Singapura, Brunei Darusalam, Johor Bahru dan Australia. Program ini telah memenangkan Young Southeast Asian Leaders Initiative.

 

Single Parent

Lusia mengaku dari awal sudah bertekad menjadi seorang sosiopreneur. Sebelumnya, Lusia sukses menjalani bisnis arang tempurung kelapa sebagai sumber mata pencahariannya. “Bisnis UKM saya adalah arang dari tempurung kelapa itu. Saya hanya mempekerjakan janda-janda tua dan anak putus sekolah. Bukan sekadar membantu, tapi mengajari mereka untuk bekerja keras karena konsep saya ingin membantu orang dengan membuka lapangan pekerjaan,” ungkap pemenang Wirausaha Muda Mandiri 2014 itu.

Semua itu bermula dari prahara rumah tangga yang menimpa dirinya yang membuat dirinya menyandang status ibu tunggal. Kondisi ini membuat Lusia bangkit dan mengembangkan usaha yang berujung pada pendirian Yayasan CFIC. Menurut Lusia, awalnya yayasan ini untuk membantu para single parent dengan anak-anak yang tidak mampu.

“Karena saya juga seorang single parent. Saya ingin membantu sesama single parent agar mereka punya keinginan untuk berusaha, tidak bergantung kepada orang lain. Jadi saya memberikan bantuan modal kepada para ibu anak jalanan, ibu-ibu yang belajar juga membawa anak mereka. Jadilah saya ikut mengasuh anak-anak mereka,” ungkapnya.

Di CFIC, mulailah Lusi berjuang melakukan pembinaan kewirausahaan. Kaum wanita single parent yang kurang mampu ini dibimbing membuat berbagai kerajinan tangan. “Bahan baku untuk training saya siapkan, dan trainer saya datangkan. Enggak cuma itu, mereka juga saya beri makan dan uang transport. Semuanya all in, asal mereka mau belajar. Karena niat saya memang murni melakukan pembinaan kewirausahaan, dan tadinya saya pikir jumlah mereka ini paling-paling hanya beberapa orang saja. Tapi nyatanya, dari hari ke hari, CFIC yang didirikan semakin memperoleh perhatian banyak orang. Jumlah wanita yang belajar pun terus bertambah,” ungkapnya.

Melihat hal itu, wanita asal Surabaya ini mulai kewalahan. “Makin lama saya merasa tidak bisa lagi mereka bergantung pada saya. Saya pengusaha yang kadang untung, kadang rugi. Jadi saya melihat mereka harus berusaha sendiri, karena itu saya membuat sebuah social entrepreneurship. Kalau ada yang minta bantuan dana saya tidak punya, tetapi saya dapat mengajak mereka mengembangkan usaha bersama,” ungkapnya.

Program motivasi napi wanita ini, akhirnya mau tidak mau, jadi semakin banyak mengeluarkan dana. Lusia mengaku itu sempat membuat dia kewalahan, apalagi dia tidak punya donatur tetap. “Saya bukan tipe orang peminta-minta. Mulailah dari situ ada keinginan bantu usaha untuk mereka. Akhirnya, untuk setiap komunitas yang saya bantu, saya bangunkan usaha. Misalnya, untuk komunitas ibu-ibu anak jalanan saya buatkan usaha pembuatan kue, ice cream, sarung bantal, dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk para napi wanita, saya juga buatkan usaha pembuatan kue, cupcake, es cream dan banyak lagi. Pendek kata, semua bentuk usaha saya coba untuk mereka. Pada perjalanannya, bangunan usaha untuk para napi wanita ini yang lebih cepat meraih simpati dan apresiasi masyarakat. Dalam hal ini usaha pembuatan boneka Batik Girl ini,” papar Lusia dengan logat Surabaya-nya yang kental.

 

Melalui kerajinan boneka Batik Girl, Lusia Efriani Kiroyan ingin memberdayakan para napi wanita (Foto: Dok. Pribadi/Youngster.id)

 

Program Berkesinambungan

Diakui Lusia, menjadi seorang sosiopreneur ini tidak mudah. Terkadang muncul anggapan yang mencurigai kegiatannya. “Pandangan dari keluarga yang tidak mengerti kegiatan kita. Masyarakat juga memandang kita mau ngapain. Membantu orang dengan cara konvensional saja kadang dicerca, apalagi memberdayakan, membantu dengan memberi pekerjaan,” ungkapnya sambil tersenyum.

Namun Lusia tidak menyerah. Dia membuktikan usaha ini pasti akan ada dukungan. Momentumnya hadir ketika pada akhir 2013, Lusi berhasil memenangkan kompetisi dan berhak atas dana hibah atau grant dari Kementeria Luar Negeri Amerika Serikat di Washington DC. Jumlahnya lumayan fantastis, US$ 19.483.

“Dana hibah ini dimaksudkan untuk kegiatan selama 2014, untuk melatih 100 napi wanita di tiga rumah tahanan yaitu Rutan Baloi dan Barelang di Batam, serta Rutan Pondok Bambu di Jakarta Timur. Waktu itu, saya ditargetkan untuk memproduksi sebanyak 1.000 boneka dalam satu tahun. Tapi ternyata, saya justru bisa memproduksi 1.500 boneka Batik Girl dalam satu tahun. Dari sini, mulai nampak ada dana usaha yang bisa saya putar,” ungkapnya.

Selanjutnya, kemenangan Lusia di program Wirausaha Muda Mandiri 2014 membuat ia mendapat dukungan dari Bank Mandiri. “Mereka senang membantu saya karena dengan bantuan yang tidak terduga menjadi besar, lalu memiliki dampak besar pula untuk mereka. Impact-nya di luar Indonesia, karena saya melakukan roadshow ke luar negeri,” ungkap ibu dua anak ini.

Saat ini, CFIC sudah memberikan pelayanan pada lebih dari 540 napi wanita, 100 anak jalanan, 100 ibu-ibu anak jalanan, 50 napi remaja, 50 orang tua tunggal dan juga 15 remaja berkebutuhan khusus.

Alumnus Fakultas Sastra Inggris Universitas Airlangga, Surabaya, ini sekarang melibatkan para relawan yang datang dari luar negeri. Sedangkan untuk produk boneka, ia masih impor dari China. Alasannya, karena mencari boneka Barbie dengan rambut hitam masih jarang. Sedangkan untuk produksi, dia menerapkan sistem komisi bagi para napi.

“Kami menerapkan setiap boneka harus memiliki model baju yang berbeda. Jadi sesama napi harus berkoordinasi. Kalau sama nanti komisi untuk mereka tidak dibayar. Setiap baju akan dihargai Rp10.000,” ucap Lusia.

Dari produk boneka Batik Girl, Lusia menargetkan penjualan 1.000 boneka setiap tahun. Awalnya itu tidak mudah, karena di dalam negeri saja Batik Girl jarang peminatnya. Oleh karena itu, Lusia memutuskan untuk mengalihkan produk ini ke pasar luar negeri. “Di luar negeri justru banyak (peminat). Pasar terbesar dari Australia dan Amerika Serikat. Kami juga suka roadshow ke Malaysia dan Singapura,” ujarnya.

Kegiatan Lusia dan CFIC sekarang ini sudah berlangsung di empat penjara. Menurut Lusia, di tahun 2017 ia kembali mendapat grant dalam program hibah untuk alumni Australia melalui Alumni Grant Scheme tahap 2 yang diadakan Australia Awards.

“Saya sangat menikmatinya dan senang. Saya berani ke luar negeri, saya menyebarkan misi sosial dan kebudayaan Indonesia. Saya juga senang melakukan kegiatan sosial agar generasi muda bisa ikut melaksanakannya,” ungkapnya.

Sekarang sudah ada empat varian boneka Batik Girl, yaitu seri Coklat, Merah Muda, Hijab Series, dan Batik Girl yang membawa alat musik angklung. Untuk yang seri Batik Girl dengan angklung, CFIC bekerjasama dengan Saung Angklung Mang Udjo dari Bandung. Empat varian Batik Girl ini diekspor ke mancanegara, utamanya Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Australia, dan Timur Tengah.

“Tantangan dan solusi mengajarkan kepada saya agar program terus berkesinambungan,” tegasnya.

 

=======================================

Lusia Efriani Kiroyan

Prestasi                        :

========================================

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version