Membangun Industri e-Commerce yang Lebih Sustainable Melalui Penguatan Infrastruktur Digital

e-commerce

Tahun 2026, Nilai Transaksi E-commerce Indonesia Diprediksi Capai Rp1.335 Triliun (Foto: Ilustrasi)

youngster.id - Pertumbuhan transaksi e-commerce yang terus meningkat perlu dibarengi dengan pengelolaan operasional yang lebih sustainable.

Sebagai sektor andalan masa depan, e-commerce tengah menghadapi dua tantangan besar, yaitu tuntutan terhadap pemenuhan pengalaman transaksi terbaik tanpa hambatan, serta desakan global terhadap dekarbonisasi. Penguatan infrastruktur digital secara andal, terintegrasi dan efisien menjadi salah satu kunci utama untuk mencapai tujuan sustainability.

Dengan dominasi konsumen usia muda yang digital dan tech-savvy, mendorong industri e-commerce dan teknologi di Indonesia bertumbuh secara dinamis dan cepat. Ditambah lagi dengan perkembangan Industri 4.0 dan situasi pandemi menjadi akselelator pertumbuhan perdagangan secara elektronik (e-commerce) beberapa tahun terakhir ini. Hasil survei We Are Social pada April 2021 mengukuhkan Indonesia sebagai negara tertinggi di dunia yang menggunakan layanan e-commerce dimana 88,1% pengguna internet di Indonesia berbelanja online.

Laporan e-Conomy SEA 2021 yang dikeluarkan oleh Temasek, Google, serta Bain & Company menyebutkan perdagangan e-commerce di Indonesia pada 2021 tercatat US$ 53 miliar atau meningkat 52% dibandingkan tahun sebelumnya. Menjadikannya sebagai kontributor terbesar dalam pertumbuhan nilai ekonomi digital Indonesia. Kementerian Perdagangan pun menargetkan belanja online melalui platform e-commerce yang saat ini baru menyumbang 4% menjadi 18% terhadap total pertumbuhankonsumsi rumah tangga pada 2030 mendatang.

Tentunya pertumbuhan sektor e-commerce yang pesat ini semakin meningkatkan kebutuhan akan data center yang dapat menyimpan, mengelola dan transfer data secara cepat dan dapat diandalkan. Namun di sisi lain, pengelolaan data center juga dituntut untuk mengonsumsi energi secara lebih efisien agar dapat mengurangi dampak emisi karbon terhadap kelestarian lingkungan.

Oleh karena itu, data center sebagai tumpuan dalam pengembangan ekosistem digital ini harus dikelola secara lebih efisien, cerdas, adaptif, dan berkelanjutan. Pasalnya, data center menjadi penyumbang konsumsi energi terbesar di industri TI yang diperkirakan akan mengkonsumsi 8,5% listrik global pada tahun 2035 mendatang.

Yana Achmad Haikal, Business Vice President Secure Power Schneider Electric Indonesia & Timor Leste mengatakan, data center masa depan diharapkan mengonsumsi listrik lebih sedikit tanpa mengorbankan reliability (keandalan). Hal ini dimungkinkan dengan melakukan digitalisasi pengelolaan energi dan otomasi dengan memanfaatkan software management tool seperti EcoStruxure IT & Asset Advisor untuk meningkatkan visibilitas dan kontrol menyeluruh terhadap operasional data center.

“Dengan begitu, produktivitas dan waktu uptime juga akan semakin meningkat, sekaligus dapat menekan biaya listrik,” ucap Yana.

Menurut Yana, pemanfaatan teknologi edge data center berbasis modular seperti Micro Data Center dan Modular Data Center juga dapat mendukung sektor e-commerce dalam mengurangi latensi untuk memaksimalkan pengalaman transaksi terbaik bagi konsumen, dan dapat disesuaikan dengan skala bisnisnya.

“Penggunaan sumber listrik terbarukan dan ramah lingkungan seperti panel surya juga dapat menjadi solusi alternatif untuk pengelolaan data center yang lebih hijau, mengingat biaya energi berkontribusi sekitar 40 persen dari biaya operasional,” imbuh Yana.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga menegaskan optimismenya terhadap pertumbuhan transaksi perdagangan digital Indonesia. Potensi pertumbuhan perdagangan digital di Indonesia masih sangat besar. Perbandingan besarnya total jumlah penduduk, jumlah pengguna internet, serta konsumen e-commerce masih memiliki gap yang cukup besar untuk bisa digapai lebih optimal.

“Pandemi selama dua tahun belakangan memiliki sisi positif di mana masyarakat semakin cepat untuk beradaptasi dengan teknologi di semua sektor, termasuk perdagangan. Saat ini masyarakat semakin mendalami manfaat teknologi digital yang ternyata bisa diterapkan di semua aspek kehidupan,” ucap Bima.

Menurut Bima, peningkatan tak hanya terjadi dari sisi jumlah konsumen. Pengguna platform e-commerce tidak hanya dari sisi konsumen. Pertumbuhan pelaku usaha yang kemudian menjadi merchant di platform e-commerce juga tumbuh sangat signifikan. Tentu menjadi tantangan bagi para pelaku industri e-commerce untuk mengedukasi merchant baru ini. Belum lagi semakin banyak retailer yang juga mulai menjajaki kerja sama dengan platform.

“Mereka semua memiliki andil yang luar biasa, dan akan terus menginspirasi dan mempopulerkan belanja online yang bisa mendorong pertumbuhan transaksi yang berkontribusi besar dalam ekonomi digital Indonesia,” kata Bima.

Era revolusi industri 4.0 mengharuskan perusahaan e-commerce untuk semakin memanfaatkan teknologi, memilki infrastruktur digital yang memadai dan keharusan untuk adaptif dengan digital marketing sehingga perusahaan tetap sustainable di era milenial saat ini.

“Di Airmas Group, kami terus agresif dalam membangun platform digital kami baik dalam bentuk mobile app dan website. Untuk mendukung bisnis, kami telah melakukan investasi dalam membangun data center sendiri dan menggunakan teknologi data center yang pintar dan lebih ramah lingkungan,” kata Basuki Surodjo, Chief Executive Officer Airmas Group.

Dengan potensi ekonomi yang sangat besar, sektor e-commerce berperan penting dalam mendukung pencapaian target iklim Indonesia pada tahun 2030. Penggunaan energi yang berkelanjutan harus menjadi pondasi dalam semua aspek operasional. Begitu pula komitmen pelaku e-commerce dalam mengadopsi solusi inovatif untuk mencapai tujuan keberlanjutan. (*AMBS)

Exit mobile version