youngster.id - Layanan keuangan digital (LKD) di Asia Tenggara mengalami pertumbuhan yang luar biasa, dengan proyeksi pendapatan melonjak sebesar 22% dari US$22 miliar pada tahun 2022 menjadi US$33 miliar pada tahun 2024.
Hal itu terungkap dari laporan tahunan terbaru, e-Conomy SEA, Google, Temasek and Bank and Company, bertajuk “Keuntungan Meningkat, Memanfaatkan Keunggulan SEA”. Laporan itu mengeksplorasi tren dan wawasan dari lima sektor digital andalan di Asia Tenggara, yaitu e-commerce, travel, makanan dan transportasi, media online, dan LKD.
Laporan ini mencakup keadaan dan pandangan lanskap teknologi Asia Tenggara di enam negara besar di kawasan ini: yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
“Laporan edisi tahun 2024 ini menyoroti pesatnya pertumbuhan fintech di negara-negara tersebut, didorong oleh adopsi teknologi mutakhir, meningkatnya persaingan, dan perubahan perilaku pelanggan. Tahun ini, pembayaran dan pinjaman digital terus memimpin pertumbuhan sektor ini, menyumbang lebih dari 90% total pendapatan LKD,” bunyi laporan itu, seperti dilansir fitechnews.sg, Rabu (13/11/2024).
Secara khusus, pinjaman digital masih menjadi pendorong pendapatan terbesar di industri LKD di Asia Tenggara. Antara tahun 2022 dan 2024, pendapatan pinjaman digital melonjak sebesar 35%, mencapai US$22 miliar dan menyumbang 65% dari seluruh pendapatan LKD tahun ini.
Pertumbuhan ini didorong oleh masuknya bank digital dan memperluas pinjaman kepada nasabah yang kurang terlayani melalui penggunaan teknologi canggih, termasuk kecerdasan buatan (AI).
Pemberi pinjaman peer-to-peer (P2P) juga berkembang dan mempertahankan rasio kredit bermasalah (NPL) yang rendah. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia, pemberi pinjaman P2P telah berhasil mempertahankan NPL sekitar 2-3% meskipun jumlah pinjaman meningkat dua kali lipat menjadi US$4 miliar antara tahun 2022 dan 2024.
Ke depan, laporan ini memperkirakan pinjaman digital akan terus mengalami pertumbuhan yang didorong oleh inovasi dalam AI. Pada tahun 2030, total saldo buku pinjaman sektor ini diproyeksikan mencapai US$200-300 miliar, naik dari US$71 miliar pada tahun 2024.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa pembayaran digital adalah sektor lain yang mencatat pertumbuhan substansial, didorong oleh lonjakan transaksi melalui kartu, transfer akun-ke-rekening (A2A), dan dompet elektronik.
Pada tahun 2024, nilai transaksi bruto (gross transaction value/GTV) pembayaran digital meningkat sebesar 14% year-on-year (YoY) menjadi US$1,138 miliar. Pendapatan pembayaran digital mengikuti tren serupa, tumbuh sebesar 15% YoY menjadi US$8,2 miliar.
Laporan itu memperkirakan pembayaran digital akan terus tumbuh, dengan GTV diproyeksikan meningkat menjadi US$2.100-2.400 miliar pada tahun 2030, dan A2A serta dompet elektronik akan menguasai 63% pasar, naik dari 58% pada tahun 2024.
Weathtech, sektor LKD ketiga yang disorot dalam laporan ini, merupakan kategori fintech lain yang sedang berkembang. Sektor ini didorong oleh perubahan perilaku investor dari generasi ke generasi, khususnya platform pialang digital yang mendapatkan daya tarik di kalangan kelas menengah yang sedang berkembang di Asia Tenggara dan generasi baru individu dengan kekayaan bersih tinggi (HNWI), menurut laporan tersebut.
Laporan ini juga mencatat peningkatan minat terhadap perubahan iklim, polusi dan infrastruktur sosial di kalangan investor Asia Tenggara, sebuah tren yang mendorong pengembangan produk dan solusi investasi yang lebih berkelanjutan.
Pada tahun 2024, aset yang dikelola (AUM) untuk platform kekayaan digital tumbuh sebesar 24% YoY, mencapai sekitar US$69 miliar dan pangsa pasar sebesar 14% dari total AUM di wilayah ini, naik dari 8% pada tahun 2022.
Laporan ini mengkaji kesehatan ekonomi digital Asia Tenggara melalui sudut pandang keuntungan, menyoroti upaya signifikan menuju profitabilitas yang meningkat sebesar 2,5 kali lipat, antara tahun 2022 dan 2024 menjadi US$11 miliar.
“Kinerja yang kuat ini didorong oleh pertumbuhan berkelanjutan di seluruh metrik inti, termasuk nilai barang dagangan kotor (GMV), yang meningkat 15% YoY menjadi US$263 miliar, dan pendapatan, yang tumbuh sebesar 14% menjadi US$89 miliar,” pungkas laporan itu. (*AMBS)
Discussion about this post