youngster.id - Seperti halnya diketahui, interkoneksi merupakan kewajiban operator telekomunikasi yang harus disediakan untuk pelanggan. Meski demikian, isu ini akan tergeser oleh semakin tingginya penggunaan data dalam pola komunikasi masyarakat.
Demikian disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Hal itu dapat dilihat dari semain kecilnya porsi yang diperoleh operator dari tariff interkoneksi terhadap keseluruhan pendapatan. “Dulu bsa dua angka, tetapi sekarang mungkin hanya 2 % dari total pendapatan bersih,” kata Rudiantara melalui rekaman video dalam seminar yang diselenggarakan Indonesia Technology Forum (ITF), Selasa (7/3/2017) di Jakarta.
Menurut Rudiantara, dengan menggunakan data, baik pengirim maupun penerima membayar data kepada operatir masing-masing. Dia menyebutkan jika tariff interkoneksi tetap tinggi, aka nada perbedaan tariff on-net dan off-net yang tinggi. Akibatnya, konsumen beralih menggunakan telepon selular dengan dua kartu untuk menghindari panggilan antar operator karena tariffyang dikenakan tinggi.
Bahkan jika dilihat dari sisi korporasi, interkoneksi merupakan business arrangement yang dilakukan antarperusahaan. Dimensi perhitungan tergantung dari setiap operator.
“Tapi jangan sampai faktor business to business (B2B) ini menjadi penghalang dilakukannya interkoneksi,” kata Rudiantara lagi.
Lebih lanjut, kata dia menegaskan karena dalam lima tahun kedepan. Rudiantara memperkirakan pembahasan seputar interkoneksi tak akan dilakukan karena sistem komunikasi akan berbasis data. Baik pengirim maupun penerima pesan turut membayar sesuai dengan infrastruktur yang digunakan.
Untuk itu, ia meminta agar penetapan tarif interkoneksi dilakukan sebelum era baru telekomunikasi hadir.
“Oleh sebab itu, interkoneksi yang menjadi hak konsumen dapat dijaga kualitas layanannya. Saat ini biaya interkoneksi baru sebesar Rp 204 belum ditetapkan dan perhitungannya ditunda sejak tahun lalu,” tuturnya.
Perlu diketahui, saat ini biaya interkoneksi antaroperator (off-net) masih menggunakan skema lama, yakni Rp 250. Pasalnya, pemerintah masih perlu menggelar pertemuan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas hal tersebut dan merampungkan Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI). Rencana penurunan biaya interkoneksi sebesar 26 persen dari Rp 250 menjadi Rp 204 tertuang dalam Surat Edaran No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 pada 2 Agustus 2016. Keputusan ini menuai berbagai reaksi dari para operator telekomunikasi.
FAHRUL ANWAR
Discussion about this post