Portofolio Para Founder Startup Jadi Landasan Investasi East Ventures

Wilson Cuaca, Co-founder East Ventures. (Foto: istimewa/youngster.id)

youngster.id - Inflasi yang tinggi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, suku bunga yang terus meningkat, hingga ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang menurun pada 2023 dinilai akan mempengaruhi perputaran investasi di Indonesia. Meski demikian, pemodal ventura East Ventures (EV) tetap optimis.

“Fundamental kuat Asia Tenggara dan Indonesia mempertahankan jalan beraspal yang sama yang telah kita pijak sejak awal. Visi dan keyakinan kami terhadap potensi Asia Tenggara tetap sama. Kami tahu tikungan yang harus diambil, dan kami akan terus berpacu dalam badai yang sempurna ini,” kata Willson Cuaca Managing Partner dan Co-Founder East Ventures dalam siaran pers, Kamis (5/1/2023)

Dalam mengarungi krisis dan ketidakpastian, Wilson mengatakan EV akan selalu mendukung portofolio dan para founder startup dalam kondisi apapun, seperti yang telah dilakukan selama bertahun-tahun.

“Kami akan bekerja dengan para founder, memetakan dan memahami situasi spesifik mereka, dan memberikan saran yang sesuai. Mengenai funding winter, saran kami kepada para founder adalah untuk lebih berhati-hati dan terampil dalam mengambil keputusan bisnis,” sarannya.

Wilson mengungkapkan fokus perusahaan akan selalu pada para founder. Dia percaya pada founder yang tepat karena menurutnya pengemudi yang tepat tahu cara meningkatkan skala bisnis dan menggunakan kemampuan mereka untuk tetap kompetitif bahkan di masa-masa sulit.

Willson menuturkan, ketegangan geopolitik, tekanan keuangan, dan covid-19 juga menambah ketidakpastian. Menurutnya, bukan rahasia lagi kondisi global menjadi sangat sulit bagi startup. Apalagi, industri teknologi telah terpukul keras selama setahun terakhir dan mungkin akan semakin menantang di beberapa tahun ke depan. Situasi ini ia sebut sebagai krisis “badai sempurna” (perfect storm).

“Namun, pembalap yang baik tetap bisa melaju meski dalam sebuah badai sempurna. Hujan deras dan angin kencang tidak akan mengubah fundamental kuat Asia Tenggara,” kata Willson.

Wilson menjelaskan, populasi muda Asia Tenggara yang terhubung internet dan kecenderungan tinggi untuk merangkul teknologi menjadikannya sumber ketahanan di tengah perlambatan pertumbuhan global.

Hal ini terutama berlaku di Indonesia, yang populasi pengguna internetnya tumbuh dari 30 juta menjadi lebih dari 200 juta hanya dalam 13 tahun.

Laporan oleh Google, Temasek, dan Bain & Company menyebutkan fundamental yang kuat ini telah memungkinkan Indonesia sebagai ekonomi digital teratas di kawasan Asia Tenggara untuk tumbuh lebih cepat dari yang diperkirakan pada 2022, dengan total nilai transaksi mencapai US$200 miliar tahun ini.

Menurutnya, resesi mungkin akan segera terjadi, karena siklusnya baru dimulai pada 2022. Kondisi ini, sambung Wilson, kemungkinan akan mengarah pada situasi ekonomi yang menantang dalam beberapa tahun ke depan.

“Oleh karena itu, bagi startup yang mampu beradaptasi dengan kondisi jangka pendek yang menantang, tantangan tahun 2022 akan memberi jalan bagi peluang jangka panjang ke depan. Perspektif jangka panjang ini akan menjadi fokus investasi kami,” pungkasnya.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version