youngster.id - Diperkirakan bahwa kapasitas data di seluruh dunia akan mencapai 175 zettabytes pada tahun 2025. Itu artinya meningkat 1,2 zettabytes dari 2010 ketika 4G pertama kali digunakan secara global. Dengan peningkatan dramatis dalam jumlah dan kecepatan transfer, tentu menjadi potensi bagi perangkat yang terhubung dengan munculnya ekspansi alami dan amplifikasi ancaman.
Teknologi jaringan seluler generasi kelima (5G) akan hadir dan diperkirakan 100 kali lebih cepat dari sistem 4G saat ini. Teknologi ini dengan latensi atau waktu jeda 25 kali lebih rendah, akan digunakan sebanyak satu juta perangkat didukung dalam jangkauan satu kilometer persegi. Fondasi yang membentuk 5G dapat dirangkum dalam lima teknologi: Gelombang milimeter, jaringan sel kecil, MIMO masif (Multiple Input Multiple Output), beamforming dan byte duplex penuh.
Amin Hasbini, Head of Research Center, Global Research & Analysis (GReAT) Team, Timur Tengah, Turki dan Afrika mengungkapkan, seiring inovasi 5G menyebar luas, akan terdapat juga beberapa kekurangan dan ketidaksempurnaan yang akan muncul pada peralatan 5G.
“Kerangka kerja pelanggan (customer framework) dan administrasi para pihak berwenang. Kekurangan semacam itu dapat memungkinkan para pelaku kejahatan siber merusak infrastruktur telko, melumpuhkan, memata-matai atau mengalihkan lalu lintasnya. Negara-negara perlu mengatur kemampuan nasional dalam penanganan teknik konfirmasi objektif yang khusus mengevaluasi baik pengadopsi dan pemasok 5G, untuk mengevaluasi kekurangan yang perlu diperbaiki,” ungkap Amin dalam keterangan yang dirilis Kaspersky, Jumat (3/1/2020).
Dia memaparkan, salah satu masalah adalh privasi. Para penyedia layanan 5G akan memiliki akses luas ke sejumlah besar data yang dikirim oleh perangkat pengguna, sehingga dapat menunjukkan apa yang benar-benar terjadi di dalam lokasi rumah atau setidaknya menggambarkannya melalui metadata di lingkungan sekitar pengguna, sensor in-house dan parameter internal.
Data tersebut dapat mengekspos privasi, memanipulasi dan penyalahgunaan data pengguna. Penyedia layanan juga bisa saja mempertimbangkan menjual data tersebut ke perusahaan layanan lain seperti pengiklan dalam upaya untuk membuka aliran pendapatan baru. “Ancaman lebih besar juga akan terjadi ketika komponen infrastruktur penting seperti air dan peralatan energi memiliki potensi risiko,” ujarnya.
Di sisi lain, 5G akan membantu dalam menyebarkan komunikasi ke sejumlah besar wilayah geografis dibandingkan situasinya saat ini dan juga mendukung perangkat yang tidak dapat terhubung jaringan dengan pemantauan dan kontrol jarak jauh. Dengan banyaknya sistem terkait dan terhubung sangat membantu konektivitas namun juga dapat mengubah infrastruktur non-kritis menjadi kritis dan karenanya memperluas sejumlah risiko.
“Masyarakat pada umumnya tertarik untuk mengadopsi kemudahan dan komunikasi tanpa henti, namun dalam kasus ancaman nyata, ketertiban umum kerap berada dalam risiko,” ungkap Amin.
Untuk itu, Pemerintah dan para pemimpin industri harus bekerja sama dalam upaya membawa proyek teknologi 5G yang aman dan nyaman untuk meningkatkan layanan dan kualitas hidup bagi masyarakat di era smart city seperti sekarang ini. Lebih jauh lagi, model kepercayaan komunikasi akan berbeda dari generasi seluler sebelumnya.
Perangkat IoT dan M2M juga diperkirakan akan menempati bandwidth jaringan 5G. Bagaimana semua perangkat dalam jaringan 5G akan mengungkap masalah yang sebelumnya tidak diketahui dalam desain dan perilaku 5G. Sehubungan dengan kekhawatiran semacam itu, mengadopsi model jaringan zero-trust, penilaian kualitas yang ketat dan kesesuaian aturan akan membantu membentuk hubungan baik antara para pengguna dan penyedia teknologi.
“Vendor hi-tech dan struktural pemerintahan harus bekerja sama dalam upaya mencegah eksploitasi 5G oleh para aktor ancaman dan melestarikan fitur inovatifnya demi kemajuan teknologi dan peningkatan kualitas kehidupan di era saat ini,” pungkasnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post