youngster.id - Pendataan maupun penelusuran alur sampah plastik menjadi aspek yang krusial dalam merealisasikan ekonomi sirkular di Indonesia. Persoalan tersebut teratasi dengan hadirnya sebuah proyek berbasis digital: DIVERT.
DIVERT merupakan sebuah proyek berbasis digital yang dikembangkan oleh Waste4Change atas dukungan dan pendanaan dari Unilever Global sebesar Rp3 miliar melalui program TRANSFORM, yang secara global telah banyak membantu terealisasinya puluhan proyek yang mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
“Proyek DIVERT bertujuan untuk menjawab permasalahan rantai pasokan limbah pasca konsumsi. Sejak dimulai pada September 2021 lalu, proyek ini telah berhasil mengurangi kesenjangan upaya daur ulang sampah plastik dengan memvalidasi dan melacak seluruh alur sampah menuju terciptanya ekonomi sirkular yang lebih efektif dan efisien,” kata Rizky Ambardi, Head of Collect Waste4Change dan Project Manager DIVERT, dalam webinar bertajuk “Bicara Sirkular Ekonomi: Pentingnya Data dan Traceability Sampah Plastik”, Kamis (9/6/2022).
Disebutkan Rizky, rangkaian program yang telah terlaksana tidak lepas dari peran serta mitra pemulung dan pengepul sampah daur ulang. Hingga saat ini, proyek DIVERT telah melibatkan 556 mitra pengumpul sampah, melakukan scale-up sistem ERP untuk 51 mitra, dan berhasil mengumpulkan 778 ton sampah plastik dalam jangka waktu 6 bulan.
“Salah satu program yang dilaksanakan dalam proyek ini adalah membuat sistem Enterprise Resource Planning (ERP) untuk memastikan ketertelusuran sampah, capacity building bagi mitra-mitra pengumpul sampah, hingga pengoptimalan fasilitas pengumpulan dan pengolahan sampah. Dengan adanya ERP, maka pengumpulan, ketertelusuran, serta kuantitas dan kualitas sampah plastik menjadi lebih meningkat,” ungkap Rizky.
Saat ini permasalahan lingkungan yang dihadapi bumi sangatlah beragam, salah satunya permasalahan sampah plastik yang sangat pelik. Di Indonesia, 4,8 juta ton sampah plastik tidak terkelola dengan baik tiap tahun, seperti dibakar di ruang terbuka (48%), tidak dikelola secara layak di tempat pembuangan sampah resmi (13%), dan sisanya mencemari saluran air dan laut (9%).
Penerapan ekonomi sirkular dipercaya banyak pihak sebagai salah satu upaya yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan sampah plastik di Indonesia. Namun penerapan di lapangan tentu tidak mudah, peran serta semua pihak dan sinergi dari semua aktor dalam mata rantai daur ulang harus digalakkan, agar sampah sebagai bahan daur ulang dapat dikumpulkan kembali dan diproses menjadi produk daur ulang atau proses pengelolaan lainnya.
Namun, kurangnya data di fase pengumpulan sampah plastik salah satunya menyebabkan masih adanya gap yang besar antara sampah plastik yang diproduksi, yang saat ini didaur ulang, dan yang berpotensi untuk didaur ulang. Hal ini turut berdampak ke pihak produsen seperti Unilever, dimana data yang belum memadai mengakibatkan rantai pasok daur ulang yang ada saat ini menjadi panjang dan belum efisien. Diperlukan upaya yang lebih besar agar dapat memperoleh bahan baku dari plastik daur ulang dalam jumlah signifikan untuk dapat diolah menjadi kemasan kembali.
Sinta Saptarina Soemiarno, Direktur Pengurangan Sampah, Dirjen PSLB3, KLHK RI mengatakan, dengan kecenderungan peningkatan sampah plastik dari 11 % di 2010 menjadi 17% di 2021, Pemerintah melelalui Permenlhk 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, para produsen diamanatkan untuk menyampaikan upaya pengurangan sampah mulai dari hulu yakni upaya pembatasan timbulan sampah hingga hilir menarik kembali kemasan paska pakai untuk dimanfaatkan kembali atau di daur ulang. Dengan demikian, semakin sedikit kemasan yang terbuang ke TPA sesuai dengan tujuan pembangunan Ekonomi Sirkular di Indonesia.
“Apresiasi kepada Unilever dan Waste4Change yang telah mengeluarkan proyek berbasis digital melalui program TRANSFORM. Program ini sangat mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) serta selaras dengan berbagai upaya strategis yang dilakukan pemerintah dalam pengurangan dan penanganan sampah. Pemanfaatan teknologi digital yang dilakukan proyek DIVERT menjadi solusi tepat untuk monitoring, evaluasi dan verifikasi sehingga mendapat hasil yang terukur,” ujar Sinta.
Sementara itu, Head of Sustainable Environment, Unilever Indonesia Foundation Maya Tamimi mengatakan, pihaknya percaya bahwa plastik memiliki tempatnya tersendiri dalam ekonomi, tetapi tidak di lingkungan. Untuk itu, Unilever memiliki komitmen yang kuat bahwa paling lambat pada tahun 2025, pihaknya akan:
- Mengurangi setengah dari penggunaan virgin plastic atau plastik baru, dengan cara mengurangi penggunaan kemasan plastik sebanyak lebih dari 100.000 ton dan mempercepat penggunaan plastik daur ulang
- Memastikan 100% kemasan plastiknya dapat digunakan kembali, didaur ulang, atau diubah menjadi kompos
- Mengumpulkan dan memproses lebih banyak plastik daripada yang dijual
- Meningkatkan penggunaan konten plastik daur ulang (PCR) di kemasannya, setidaknya 25%
Upaya yang dilaksanakan mulai dari hulu ke hilir rantai bisnis ini telah memungkinkan Unilever Indonesia untuk membantu mengumpulkan dan memroses lebih dari 45.900 ton sampah plastik di 2021 melalui pengumpulan sampah plastik dari jaringan bank sampah sebanyak lebih dari 24.500 ton serta pemrosesan sampah melalui teknologi Refused Derived Fuel (RDF) sebanyak lebih dari 21.400 ton.
“Kami berharap melalui program DIVERT yang telah dijalankan, akan mampu menginspirasi lahirnya inovasi lainnya yang dapat membantu kita menciptakan planet yang lebih hijau dan lestari. Sebagai perusahan yang telah berada di Indonesia selama lebih dari 88 tahun, kami memiliki komitmen kuat untuk menciptakan bumi yang lestari, sejalan dengan startegi besar Unilever yang dinamakan ‘The Unilever Compass’. Selain itu, sebagai bagian dari ekosistem mata rantai persampahan di Indonesia, mari kita bersama-sama memainkan peran kita untuk bisa menciptakan ekonomi sirkular, demi bumi kita yang hanya satu ini,” tutup Maya. (*AMBS)
Discussion about this post