youngster.id - Snapchart, startup cashback dan analisis konsumen mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mendapat pendanaan Seri A sebesar US$10 juta (sekitar Rp135 miliar). Dana segar ini bakal digunakan untuk melakukan ekspansi ke tiga negara baru di Asia Tenggara, serta untuk mengembangkan teknologi pembacaan teks dan machine learning.
Investasi ini dipimpin oleh Vickers Venture Partners, serta diikuti oleh Social Capital, Kickstart Ventures, dan Endeavor Catalysts. Investor Snapcart sebelumnya, seperti Wavemaker Partners dan SPH Ventures, juga turut berpartisipasi dalam pendanaan ini.
Dana segar ini rencananya akan digunakan oleh startup asal Indonesia tersebut untuk melakukan ekspansi ke tiga negara baru di Asia Tenggara yang belum bisa disebutkan nama-namanya. Selain itu, mereka juga akan menggunakan dana tersebut untuk mengembangkan teknologi pembacaan teks dan machine learning mereka.
Rencananya Snapcart akan memperkenalkan sebuah produk baru yang bisa mengambil informasi penjualan di toko tradisional, yang biasanya tidak mengeluarkan struk.
“Produk baru ini akan berfungsi seperti software Point of Sale (PoS), membuat kami bisa mendapatkan data penjualan barang di toko-toko tersebut. Selama ini, data itu hanya bisa didapat lewat cara manual dengan mengirim agen lapangan untuk menghitung persediaan barang di toko-toko,” jelas Reynazran Royono, CEO dan founder dari Snapcart belum lama ini.
Investasi ini juga melengkapi pendanaan sebesar US$3 juta (sekitar Rp40 miliar) yang mereka terima dari Vickers Venture Partners dan beberapa investor lain pada bulan Maret 2017 yang lalu.
Didirikan pada tahun 2015, Snapcart memungkinkan kamu untuk memotret struk pembayaran untuk mendapatkan cashback. Dengan “membaca” barang-barang yang dibeli pengguna di dalam struk tersebut, software analisis mereka bisa mengumpulkan data penjualan barang, mulai dari jumlah barang yang terjual, kapan barang tersebut dibeli, dan di mana transaksi berlangsung.
Berbagai data tersebut nantinya bisa digunakan oleh para perusahaan pembuat barang untuk mengambil keputusan-keputusan bisnis di kemudian hari. Para perusahaan hanya perlu membayar sejumlah uang untuk bisa melihat data penjualan barang secara real time lewat dashboard yang disediakan Snapcart. Metode ini diharapkan bisa menggantikan metode survei manual yang mahal dan membutuhkan waktu lama.
Saat ini, Snapcart telah beroperasi di Indonesia dan Filipina, serta telah membuka kantor untuk pengembangan bisnis dan akuisisi pengguna di Singapura. Mereka pun telah bekerja sama dengan 75 perusahaan FMCG seperti Unilever, Nestle, dan L’Oreal.
STEVY WIDIA
Discussion about this post