Startup DishServe Tutup Bisnis dan Operasional di Indonesia

DishServe

Layanan DishServe. (Foto: istimewa)

youngster.id - Tech winter kembali menelan korban. Yang terbaru startup cloud kitchen, DishServe memutuskan untuk menutup bisnis dan operasional. Padahal startup ini sudah memiliki jaringan lebih dari 200 mitra dapur di 10 kota di Indonesia.

CEO DishServe, Rishabh Shinghi mengungkapkan, “musim dingin” pendanaan berdampak pada perusahaan.

“Awalnya margin kami rendah dan kami fokus pada pertumbuhan, kami menghabiskan sebagian besar landasan pacu kami untuk melakukan itu. Pada saat kami meningkatkan margin, landasan itu sudah terlalu sempit,” kata Shinghi di akun LinkedIn yang dilansir DealStreetAsia Selasa (2/5/2023).

Startup ini didirikan Shinghi mantan COO RedDoorz, bersama co-founder lainnya, yaitu CTO Fathhi Mohamed, Stefanie Irma, dan Vinav Bhanawat pada 2020. DishServe menghubungkan dapur yang kurang dimanfaatkan dengan berbagai merek makanan dan minuman. Hal ini meningkatkan peralatan dapur dan menyewakannya pada operator F&B yang menggunakan dapur sebagai titik distribusi terjauh untuk menjangkau pelanggan di berbagai area.

Startup ini memiliki jaringan lebih dari 200 mitra dapur di 10 kota. DishServe juga meluncurkan beberapa merek F&B dan melayani lebih dari 100.000 pelanggan.

Pada awal Februari 2023, DishServe mengumumkan bahwa perusahaan tersebut mengubah model bisnisnya untuk fokus pada otomasi operasi back-of-house untuk restoran, kafe, dan dapur khusus pengiriman makanan (delivery-only kitchen). Hal ini termasuk dengan integrasi aplikasi pengiriman makanan, otomasi harga dan promosi, rekonsiliasi keuangan, manajemen inventaris, rantai pasokan dan logistik, layanan pelanggan, makan di tempat berbasis kode QR, dan lain-lain.

Namun, pivot model bisnis tersebut tampaknya tidak cukup menyelamatkan perusahaan. DishServe mendapatkan pendanaan putaran benih (round seed) terakhir pada tahun 2021. Startup ini didukung oleh beberapa investor, termasuk Insignia Venture Partners, Rutland Partners, dan Ratio Ventrues, dikutip dari laman Crunchbase.

“Kami memiliki narasi membosankan tentang F&B yang tidak begitu seksi bagi dunia VC sekarang. Kami tidak dapat meyakinkan cukup banyak orang bahwa bisnis kami dapat scale (meningkat) menjadi bisnis ARR (annual recurring revenue; pendapatan berulang tahunan) senilai US$100 juta dalam 5-6 tahun ke depan,” kata Singhi.

Cloud kitchen memungkinkan bisnis F&B untuk membuat dan menyiapkan makanan untuk antar atau dibawa pulang, mulai mendapatkan popularitas selama pandemi 2020, ketika restoran makan-di-tempat (dine-in) dilarang karena lockdown secara nasional. Namun model bisnis ini merosot pasca pandemi. Bahkan pada Desember 2022, Grab menghentikan layanan cloud kitchen di Indonesia setelah empat tahun beroperasi.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version