youngster.id - Para pelaku bisnis rintisan (startup) digital Indonesia diharapkan tidak hanya jago kandang, tetapi harus go global. Target itu terutama ditujukan pada startup binaan Indigo.
Menurut Ery Punta Hendraswara, Managing Director Indigo.id, sesuai Visi Telkom Indonesia untuk menjadi King of Digital in the Region, maka pihaknya menargetkan startup binaan Indigo mesti go global.
“Kami inginkan startup Indonesia tak jadi jawara Indonesia saja, tapi juga jawara global, jawara dunia. Karenanya, kami harus beri mereka panggung agar startup naungan kami tampil mengenalkan produknya sehingga dikenal masyarakat,” kata ERy di Jakarta, Kamis (2/11/2017).
Salah satu upaya Indigo untuk mendorong startup binaannya go global, lanjut Ery, adalah dengan aktif mempromosikan startup naungannya terlibat di berbagai event prestisius. Baik di dalam hingga luar negeri, seperti pada Tech in Asia (TIA) 2017 di Jakarta, 1-2 November 2017 kemarin.
“Visi menghantarkan juara dunia juga bisa terwujud dengan fasilitasi event tersebut. Karena selain unjuk kinerja, startup juga bisa belajar ke berbagai pihak yang lebih ahli terkait bisnis digital,” jelasnya.
Manfaat lainnya, mereka bisa banyak bertemu venture capital yang potensial membesarkan skala bisnis mereka.
Sejatinya, selain mempromosikan startup di berbegai event, Indigo juga terus mendorong kolaborasi dalam pembangunan ekosistem digital di Indonesia. Dengan begitu, terus menjadikan wadah tumbuh kembangnya startup digital Indonesia yang kuat dan berkelanjutan.
Ditambahkan R. Bayu Hartoko, Head of Marketing & International Channel Indigo.id, pihaknya memberikan kesempatan kepada 10 startup naungan Indigo Creative Nation untuk diikutsertakan dalam TIA 2017. Mereka adalah Jarvis Store, Angon, Sonar, PrivyID, Goers, Kofera, Minutes, Qiscuss, Kartoo, dan Tees.
“Selain memasilitasi, kami juga berbangga karena naunggan kami lainnya yakni Kofera dijadikan pembicara sesi machine learning dan artificial intellegence untuk dunia pemasaran,” ujarnya.
Menurut Bayu, keterlibatan Indigo dalam ajang seperti TIA ini juga penting. Sebab, pihaknya pun jadi sering dihubungi inkubator lainnya dari seluruh dunia. “Sekarang saja ada yang kontak dari Jepang, Jerman, dan Hongkong untuk menjajaki kerjasama dengan Indigo.id,” klaim Bayu.
Pertemuan dalam ajang semacam itu, lanjut Bayu, bahkan kerapkali tak diduga-duga mitranya. Misa, bertemu mitra Internet of Things (IoT) global, televisi berbayar, dan elemen lainnya yang signifikan dalam pengembangan institusi ke depan.
Tahun ini, lanjut Bayu, selain memasilitasi binaan dalam beberapa pameran di luar negeri seperti Singapura (Innovest Unbound), Jerman (CEBIT), Korea Selatan (ITU World Telecom). Juga mengajak 3 startup Indigo ke Silicon Valley di bulan Oktober 2017 ini untuk berbincang serta bertemu jawara korporasi teknologi maupun top venture capital untuk akses pendanaan.
“Indigo juga berencana meneruskan dan merancang program-program yang lebih lengkap, strategis dan berdampak,” ucapnya.
Saat ini, Indigo menjadi satu-satunya inkubator yang memiliki akses pasar terluas. Antara lain target 3 juta pelanggan Indihome, lebih dari 150 juta pengguna Telkomsel, hingga pelanggan segmen usaha kecil menengah dan korporasi serta pelanggan Telkom Internasional (Telin) di 10 negara di dunia.
Oleh karena itu, Diklaim Bayu, Indigo.id bukan hanya program startup digital terkomplet di Tanah Air yang mempunyai 20 lokasi di seluruh Indonesia. Namun juga memiliki program inkubator dan akselerator, yang hantarkan dari ujung ke ujung bisnis, sekaligus membuka peluang pasar besar, sehingga sinergi harus terus dilakukan.
“Kami membuka diri kolaborasi dengan semua pihak. Jangan malah kita seperti rebutan satu kue terakhir yang tersisa di atas meja. Mari terus koordinasi dan kolaborasi, sesama inkubator bukan kompetitor kami, malah perluas juga sinergi ke akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, dan media,” pungkasnya.
FAHRUL ANWAR
Discussion about this post