youngster.id - Dengan segala kreativitas dan keterbatasannya, orang muda di Indonesia bergerak untuk beramai-ramai menyelamatkan bumi. Menariknya, kegiatan yang mereka lakukan sejalan dengan Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM GBF).
KM GBF merupakan perjanjian internasional yang diadopsi pada 2022 oleh 196 negara saat Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP15). Tujuannya adalah memandu upaya global dalam melindungi dan memulihkan keanekaragaman hayati hingga tahun 2030.
Berdasarkan hasil survei oleh Global Youth Biodiversity Network (GYBN) Asia Tenggara, yang dilakukan secara serentak di 10 negara ASEAN, termasuk Indonesia, dari 381 proyek yang dikumpulkan dari 10 negara ASEAN tersebut, seluruhnya selaras dengan pencapaian KM GBF.
Nadia Putri Rachma, Regional Coordinator GYBN Asia Tenggara dan National Coordinator GYBN Indonesia mengatakan, keterlibatan orang muda memainkan peran penting dalam melakukan konservasi keanekaragaman hayati di kawasan ASEAN.
“Isu biodiversitas ini sangat kompleks. Maka, perlu didorong adanya partisipasi yang inklusif. Karena, tidak bisa jika hanya satu lapisan masyarakat saja yang membantu mengimplementasikan dan melakukan monitoring,” kata Nadia, dikutip Minggu (3/11/2024).
GYBN adalah jejaring yang digerakkan oleh orang muda dan merupakan konstitusi resmi untuk Konvensi Keanekaragaman Hayati (UN CBD), yang didedikasikan untuk konservasi keanekaragaman hayati dan praktik-praktik berkelanjutan.
Nadia menjelaskan, survei yang dilakukan GYBN tidak mewakili orang muda se-Indonesia, namun tetap bisa dilihat sebagai data awal. Dengan kurun waktu pengisian survei 31 hari, survei tersebut diikuti oleh 89 responden yang rata-rata punya pendidikan tinggi dan sebagian bekerja di LSM.
“Survei ini bertujuan untuk mendokumentasikan dan memetakan inisiatif terkait konservasi biodiversitas yang digagas orang muda untuk menangkap betapa beragamnya kontribusi orang muda,” tambahnya.
Menurut Nadia, meski respondennya tidak terlalu banyak, dalam waktu relatif singkat GYBN Indonesia bisa mendapatkan banyak bukti bahwa kegiatan yang telah dilakukan oleh orang muda Indonesia sangat banyak. Tapi, mereka sering kali tidak menyadari sudah melakukan apa saja.
Selain itu, dari sudut pandang pengambilan keputusan, pemetaan tersebut menjadi sebuah informasi yang menguatkan bahwa anak muda memang benar-benar punya kontribusi. Namun, ketika bicara soal pencapaian target global, memang belum terukur, karena indikatornya belum ditetapkan.
“Hasil survei ini menjadi bukti. Jika ada yang bertanya orang muda melakukan apa saja, dari dokumentasi terlihat sudah banyak,” kata Nadia.
Dari survei terlihat bahwa orang muda sangat tertarik pada kegiatan yang nyata, yang seru, dan fun. Sebaliknya, mereka kurang menyukai kegiatan yang terkait dengan advokasi, hukum, dan pendanaan. Karena, istilah advokasi itu sering diasosiasikan dengan kampanye yang terus mendorong agenda mereka, harus marching, dan sebagainya. Nadia menilai, advokasi merupakan hal yang memerlukan kapasitas pemahaman lebih mendalam dan belum umum diberikan kepada orang muda. Untuk melakukan advokasi, diperlukan berbagai keterampilan.
Harus diakui, jika ingin menyelamatkan lingkungan, pasti ada cost yang harus dikeluarkan. Cost tersebut tidak hanya dalam bentuk finansial, tetapi juga dukungan non finansial. Survei mengungkap, 72% orang muda di ASEAN sudah mendapatkan small grants dan pendanaan. Tapi, ada 24% yang tidak mempunyai pendanaan. “Rupanya, mereka belum memahami cara yang tepat untuk mendapatkan dana,” ucap Nadia.
Hasil survei juga menyebutkan, rata-rata orang muda Indonesia sudah aware terhadap isu lingkungan. Dari survei terlihat tak sedikit responden yang proyeknya berkisar di topik pengetahuan tradisional. Mereka mendokumentasikan praktik kearifan lokal, mereka belajar ngobrol dengan masyarakat adat.
Banyaknya role model dari kalangan high profile, termasuk selebritas, berpengaruh terhadap munculnya awareness tersebut. Namun, menurut Nadia, hadirnya role model itu bukan untuk menginspirasi, melainkan lebih mendorong orang muda untuk memikirkan hal yang dilakukan oleh panutannya. Punya profil yang inspiring bisa sangat berpengaruh. Dari role model-nya, orang muda bisa belajar tentang cara berpikir kritis, misalnya. Di sisi lain, role model tidak cukup. Jadi, orang muda memerlukan mentor yang tepat.
“Selama ini pihak pemerintah cukup terlibat dalam kegiatan orang muda. Hanya saja, masih ada gap pengetahuan dan gap pemahaman. Kami berharap sektor-sektor pembuat keputusan bisa lebih menyediakan ruang untuk terlibat lebih aktif. Diharapkan, di di masa mendatang keterlibatan orang muda tidak lagi dipandang sebagai maskot, melainkan sebagai rekan yang setara, yang punya andil langsung, yang punya suara yang tidak lagi diremehkan,” tutup Nadia. (*AMBS)
Discussion about this post