Tantangan dan Masa Depan Indonesia Dalam Era Industri 4.0

Tantangan dan masa depan revolusi industri 4.0 di Indonesia (Foto: Ilustrasi)

youngster.id - Industri 4.0 adalah pedang bermata dua, hadir didukung dengan sistem nirkabel hingga proses dan komunikasi yang lebih cepat, sekaligus diiringi konsekuensi seperti serangan siber yang merugikan. Seperti apa tantangan dan masa depan Indonesia dalam era otomatisasi ini?

Sektor manufaktur bukan lagi hal yang asing di antara seluruh mekanisme yang menggunakan peran teknologi. Terlihat dari beberapa transformasi revolusi yang telah dilalui mulai dari kehadiran mesin uap, listrik hingga komputerisasi, teknologi dalam industri kini telah membuat perkembangan di dunia lebih canggih dan efisien.

Kini, dunia sedang bertransformasi memasuki “Revolusi Industri Keempat” atau “Industri 4.0”, sebagai era otomatisasi dan interkonektivitas saat ini sedang menuju puncaknya.

Apakah itu Industri 4.0?

Industri 4.0 adalah tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur. Ini termasuk sistem cyber-physical, Internet of Things (IoT), komputasi awan, dan komputasi kognitif. Era ini pada dasarnya telah diperkenalkan di Jerman sejak 2011. Beberapa teknologi utama yang mendukung implementasi Industri 4.0 adalah Intelegensi Buatan, Human Machine Interface, IoT, robot, dan juga teknologi 3D.

Tantangan yang sekaligus menjadi pertanyaan adalah, dapatkah kita menyesuaikan diri dengan transformasi luar biasa ini? Kita tidak dapat berbohong bahwa terdapat tantangan yang cukup besar dalam menjalankan Industri 4.0 untuk setiap Negara. Beberapa diantaranya adalah membangun infrastruktur, kebijakan, dan standar keselamatan yang tepat. Tanpa dasar yang layak, bisa jadi kita akan sulit untuk memanfaatkan buah hasil dari revolusi ini.

Indonesia Menghadapi Industri 4.0 dan tantangannya

Di Indonesia, Industri 4.0 sering disebut juga sebagai “Making Indonesia 4.0”. Istilah ini sebenarnya mengandung makna sangat positif dan dapat memicu perkembangan Indonesia serta merevitalisasi industri nasional secara keseluruhan, baik dari keseluruhan pihak mulai dari pemerintah hingga masyarakat. Menurut studi McKinsey, selain Thailand dan Vietnam, sejatinya Indonesia juga memiliki yang signifikan terhadap prospek Industri 4.0. Terutama di sektor ekonomi berbasis manufaktur.

Saya dapat memahami bahwa optimisme semacam ini juga diiringi dengan sedikit kecemasan. Misalnya, seperti dengan sebuah pertanyaan singkat mengenai bagaimana negara-negara kepulauan seperti Indonesia berjuang untuk menangani Industri 4.0 secara merata? Faktanya adalah, ketimpangan infrastruktur tidak hanya dialami oleh negara-negara kepulauan, bahkan negara-negara seperti Jerman merasa kesulitan untuk menyediakan infrastruktur digital secara merata ke semua bagian negaranya.

Betul adanya, bahwa terdapat banyak hal yang mampu dieksplorasi oleh Indonesia dalam menghadapi Industri 4.0 untuk pembangunan nasional yang lebih baik. Misalnya, memberdayakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui teknologi dengan fasilitas platform e-commerce, kemudian memajukan jaringan internet berkecepatan tinggi, pusat data cloud, manajemen keamanan dan infrastruktur broadband untuk mendukung pengembangan infrastruktur digital nasional. Namun selain itu, satu pilar penting dari perjalanan Indonesia menuju Industri 4.0 lainnya adalah keamanan ICS (Industrial Control Systems).

Situasi keamanan ICS di Indonesia

Laporan Kaspersky ICS CERT terbaru kami tentang lansekap ancaman industri di H2 2018 menunjukkan bahwa Asia Tenggara ternyata menjadi wilayah kedua dengan infeksi terbanyak yang dicegah oleh Kaspersky, dan Indonesia berada di peringkat keenam dunia di dunia. Dengan persentasi sebesar 43,2% dari komputer ICS yang infeksi-nya telah diblokir selama enam bulan terakhir pada tahun 2018.

Aktivitas siber berbahaya pada komputer ICS dianggap sebagai ancaman yang sangat berbahaya karena berpotensi menyebabkan kerugian materi dan penghentian produksi dalam pengoperasian fasilitas industri. Serangan yang telah Kaspersky hadang membuktikan bahwa kehadiran internet di infrastruktur perusahaan ternyata menjadi peluang emas bagi pelaku kejahatan siber untuk melakukan aksi mereka. Namun, fakta bahwa serangan tersebut berhasil adalah karena kurangnya kemampuan keamanan siber di antara karyawan, yang seharusnya dapat dicegah dengan pelatihan dan kesadaran tinggi dari staf itu sendiri. Pencegahan ini bahkan lebih mudah daripada mencoba menghentikan aksi para pelaku kehajatan siber.

Maka, inilah yang harus selalu dijadikan bahan pertimbangan, terutama Indonesia, untuk memiliki sumber daya manusia yang tepat dengan kemampuan dan keterampilan keamanan siber yang mumpuni.

Seruan untuk Bertindak

Mengingat fakta bahwa Indonesia adalah negara ke-6 di dunia yang terkena dampak penargetan ICS pada tahun 2018, kami pikir tidak ada alasan untuk TIDAK mempertimbangkan keamanan terhadap revolusi baru ini.

Berikut ini beberapa rekomendasi untuk Indonesia dalam menghadapi Industri 4.0:

YEO SIANG TIONG, General Manager for Southeast Asia at Kaspersky

Exit mobile version