youngster.id - Setelah dua tahun berada di dalam era pandemi, kesehatan mental menjadi hal yang semakin diperhatikan.
Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2021, Indeks Kebahagiaan Masyarakat Indonesia adalah 71,49% yang berarti naik 0,80% dibanding tahun 2017. Hal ini diukur melalui tiga dimensi yaitu; kepuasan hidup (life satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimonia) serta menunjukkan bahwa kondisi kebahagiaan Indonesia cukup baik walaupun dalam kondisi pandemi.
Tiga dimensi tersebut yang berupa kepuasan hidup, perasaan, dan makna hidup menjadi ukuran dalam menentukan kebahagiaan seseorang. Tiga hal tersebut tersebut dalam webinarb bertajuk Bright Future Festival (BFF) yang diselenggarakan oleh Sampoerna University, beberapa waktu lalu.
“Kami konsisten menyelenggarakan kegiatan-kegiatan edukatif yang bisa mengakselerasi tercapainya tujuan tersebut. Salah satunya melalui webinar bertema The Reinventing You: To Live a Meaningful Life ini yang diselenggarakan sebagai bagian dari upaya kami agar generasi muda di Indonesia mampu untuk terus berkembang, tidak hanya dari segi keahlian namun juga mengenai kesiapan diri dan mental khususnya untuk menghadapi persaingan global,” ungkap Erik Krauss, Dean of Student Success Sampoerna University.
Pembicara dalam webinar itu Fellexandro Ruby, seorang Content Creator yang juga penulis dari buku motivasi “You do You” menjelaskan lebih dalam mengenai pengertian makna hidup dan bahagia.
“Kita sebagai manusia terkadang sadar bahwa hidup yang bermakna itu; tidak selalu menyenangkan, seringkali melihat jangka panjang, jarang memikirkan diri sendiri, dan sebagian besar selaras dengan nilai hidupnya. Karena sebagai manusia kita memiliki dua jenis makna hidup yaitu; makna hidup besar yang menunjukkan keyakinan dan makna hidup kecil merepresentasikan tujuan atau cita-cita. Makna kecil ini yang kemudian seringkali dikaitkan dengan kehidupan ideal,” jelasnya di .
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan Affective Science, para peneliti meminta orang-orang dari sembilan negara untuk membuat jurnal secara bebas tentang kehidupan ideal mereka. Kemudian, para peneliti meminta mereka untuk menganalisa beberapa hal, seperti seberapa bahagia, bermakna, atau kaya secara psikologis? Kehidupan ideal yang mereka mimpikan cenderung sangat bahagia dan bermakna, tetapi juga cukup penuh peristiwa menarik dan mengejutkan. Ketika orang dipaksa untuk memilih di antara tiga jenis kehidupan ideal, sebagian besar memilih kehidupan bahagia atau bermakna tetapi 7-17% orang memilih kehidupan yang kaya secara psikologis.
“Oleh karena itu banyak orang yang mengungkapkan bahwa hidupnya terlihat berhasil, namun secara psikologis merasa hidupnya tidak bermakna,” ungkapnya.
Fellexandro pun menjelaskan secara detail mengenai pentingnya memiliki tujuan dan makna di dalam hidup. Seperti yang disampaikan Seneca untuk mencoba mengarahkan semua energi, tenaga, dan usaha ke dalam sebuah tujuan atau impian, karena itulah yang akan menggerakkan kita. Kalimat inilah yang kemudian dibawa dalam riset untuk remaja berusia 17-18 tahun di Amerika mengenai seberapa penting kebahagiaan untuk mereka. Hasilnya peserta yg memiliki ambisi keuangan tinggi, setelah umur 20-30 tahun sebagian besar mempunyai penghasilan lebih tinggi.
“Mereka yang punya tujuan akan merasa memiliki hidup lebih bermakna. Individu dengan tujuan hidup jelas akan bersedia mengeluarkan banyak usaha dan berkorban untuk mencapai tujuan mereka, termasuk memikirkan rencana untuk mencapai target tersebut. Hal inilah yang kemudian membuat individu tersebut berproses dan pada akhirnya menemukan makna hidup mereka,” pungkasnya. (*AMBS)
Discussion about this post