Tirza Mafira : Ajak Masyarakat Bijaksana Gunakan Kantong Plastik

Tirza Mafira, Cofounder Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

youngster.id - Pencemaran plastik di perairan dan samudra semakin kritis dan butuh aksi nyata segera. Di sisi lain, masyarakat belum aktif melakukan tindakan pencegahan. Padahal, banyak yang telah memahami bahaya plastik bagi lingkungan. Untuk itu lahirlah Gerakan Diet Kantong Plastik.

Fakta dan riset menunjukkan bahwa lebih dari 8 juta ton plastik berakhir di samudera. Bahkan penelitian terakhir memperkirakan bahwa saat ini ada lebih dari 150 juta ton plastik di laut. Dalam skenario bisnis seperti biasa, pada tahun 2050, akan lebih banyak plastik daripada ikan.

Sayangnya, dalam kehidupan sehari-hari penggunaan plastik digunakan banyak orang. Padahal, keberadaan sampah plastik menjadi ancaman serius bagi kita semua, terutama bagi kelangsungan mahluk hidup. Salah satu yang paling sering digunakan adalah kantong plastik. Masyarakat belum membatasi penggunaan kantong plastik karena mudah didapatkan dengan gratis. Sebagian lagi masih menganggap isu sampah plastik bukan tanggung jawab mereka, melainkan pemerintah.

Peduli akan hal itu, lahirlah Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik. Ini merupakan sebuah komunitas nasional yang memiliki misi untuk mengajak masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik ini diinisiasi oleh Tirza Mafira sejak tahun 2013.

“Jadi Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik ini adalah organisasi non-profit yang bergerak dalam bidak pengurangan plastik sekali pakai melalui kesadaran masyarakat dan melalui perubahan kebijakan,” tutur Tirza, Cofounder Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik  kepada youngster.id saat ditemui usai menerima penghargaan Muda Sosial dari PT Indika Energy belum lama ini di Jakarta.

Bagi lulusan Harvard Law School yang mengambil spesialisasi di bidang Corporate Law, Climate Change, Carbon Trading ini Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik merupakan bentuk keprihatinannya pada peredaran kantong plastik yang begitu bebas. Untuk itu, Tirza mengajak masyarakat untuk ikut ambil bagian dengan membawa kantong belanjanya sendiri.

“Sebenarnya apa yang saya lakukan ini hanya sebagai rasa prihatin. Jadi sampah plastik sudah semakin darurat keadaannya. Bahkan, keberadaannya tidak hanya mencemari lingkungan tapi juga mencemari badan kita semua. Karena sudah banyak penelitian menemukan bahwa mikro palstik ada dimana-mana, bahkan ada di air kemasan, air keran dan ada di ikan sampai ada di dalam tubuh manusia. Termasuk di dalam garam. Karena 90% garam di Indonesia ada mikro plastiknya. Jadi kami sangat prihatin,” ungkapnya.

Menurut Tirza, sesungguhnya sudah banyak pihak yang menggalakkan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Namun gerakan yang masif masih terjadi di tahap reuse (penggunaan ulang barang bekas pakai), serta recycle (daur ulang). Sedangkan reduce (mengurangi kebiasaan/penggunaan barang yang tak ramah lingkungan) masih jarang digalakkan.  Untuk itulah dia dan teman-temannya menginisiasi gerakan ini.

 

Partisipasi Masyarakat

Kesadaran Tiza akan pentingnya mengurangi penggunaan kantong plastik sudah dimulai sejak lama.

“Sebenarnya, kalau sejarah kampanye pengurangan penggunaan kantong plastik sudah dimulai oleh lembaga daerah di berbagai Indonesia. Salah satunya tercatat sejak bulan Oktober 2010 dengan nama kampanye Diet Kantong Plastik oleh Greeneration Indonesia di Bandung,” terangnya.

Saat itu Kampanye Diet Kantong Plastik bekerja sama dengan salah satu peritel di 6 kota besar dalam penerapan prosedur Diet Kantong Plastik di kasir selama November 2010 – November 2011. Kegiatan ini diklaim dapat mengurangi 8.233.930 lembar kantong plastik dan dapat mengumpulkan dana sukarela dari konsumennya sebesar Rp 117 juta untuk kegiatan bersih-bersih kota dari kantong plastik di Bogor, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.

Sampai akhirnya gerakan ini menjadi isu nasional sejak awal tahun 2013. Tirza mengatakan, ketika itu pegiat isu kantong plastik: Change.org, Ciliwung Institute, Earth Hour Indonesia, Greeneration Indonesia, Leaf Plus, Indorelawan, Si Dalang, The Body Shop, dan beberapa perwakilan individu, menginisiasi gerakan nasional bersama, bernama Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik.

Tujuan kolaborasi menjadi gerakan bersama tersebut adalah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia, baik secara personal maupun lembaga. Juga, menyatukan dampak dari seluruh kampanye yang dilaksanakan.

Tirza menjelaskan, penggunaan kata “diet’ memiliki makna bijaksana dalam mengonsumsi. Oleh karena itu, sebuah gerakan yang dilakukannya ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik yang berlebihan.

“Kami mengusung prinsip bahwa kantong platik digunakan secara bijak. Begitu pula plastik sekali pakai lainnya harus digunakan secara bijak. Dan kalau tidak perlu-perlu banget, ya jangan dipakai. Makanya di sini kami menggunakan nama ‘diet’ kantong plastik,” jelasnya.

Ketika itu Tirza masih bekerja sebagai Pengacara. “Saya melihat adanya kekosongan hukum karena Indonesia tidak mengatur penggunaan kantong plastik. Malah kantong plastik ini diberikan secara gratis,” ujarnya.

Sebagai sebuah gerakan, Tirza tak henti-hentinya melakukan edukasi kepada masyarakat dengan memberikan ajakan positif tentang bahaya penggunaan kantong plastik.

“Jadi yang coba kami edukasi ke masyarakat bahwa plastik sekali pakai itu nggak essensial, tidak seperti kebutuhan primer. Oleh karena itu, kalau tidak perlu sebaiknya tidak pakai. Alternatif lain, bawa kantong belanja sendiri, langsung minum saja dari gelasnya, atau gunakan sedotan yang terbuat dari stainless atau bambu,” ujarnya.

Untuk edukasi, Tirza mengaku menyasar ke sekolah. Di tahun 2018 mereka sudah melakukan edukasi ke 25 SMA di Jabodetabek, dan Bali. “Kami terus melakukan eduksi bagi para pelajar dan mengajak mereka berkompetisi satu sama lain selama 6 bulan untuk membuktikan mereka bisa mengurangi sampah plastik di sekolahnya masing-masing,” paparnya.

 

Melalui Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, Tirza Mafira ingin mengajak masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Haters dan Apresiasi

Tirza mengaku dalam menjalankan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik memang  tak semudah seperti membalikkan telapak  tangan. Namun dengan usaha yang gigih, membuatnya tak berhenti melakukan hal baik untuk semua orang. Meskipun hambatan maupun kendala sangat terlihat di depan mata.

“Kendalanya, ya pasti ada. Misal, mengajak orang untuk mengubah kebiasaan itu tidak mudah. Apapun karena semua sudah termajakan dengan banyaknya sekali plastik yang tersebar dimana-mana sampai merasa bahwa itu adalah hak. Jadi ketika kami bilang: yuk buat kebijakan konsumen jangan dikasih kantong plastik secara gratis. Tetapi ada aja masyarakat yang bilang kalau kantong plastik sebagai haknya konsumen,” ujarnya.

Tirza menegaskan, sebenarnya tidak ada hak itu. Sebab, pemberian kantong plastik itu hanya sebuah fasilitas yang dulu diberikan peritel karena mereka ingin mendapatkan daya saing yang lebih ketimabang peritel lain. “Seharusnya kantong plastik itu dijadikan barang dagangan saja. Bahkan, banyak negara yang sudah melarang penggunaannya. Begitu pula dengan sedotan, ada negara-negara yang melarang penggunaannya. Malah Uni Eropa baru saja mengeluarkan legislasi untuk melarang plastik sekali pakai, termasuk sendok, garpu, piring gelas platik dan sebagainya,” terangnya.

Meski Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik yang didirikannya bukanlah sebuah usaha yang profit oriented atau social entreperneurship, toh Tirza mengaku gerakan yang dikembangkannya ini masih dapat berjalan hingga saat ini. Pasalnya, gerakan ini mendapat bantuan hibah maupun donasi yang datang dari beberapa yayasan maupun filantropi dari luar negeri.

“Kami ini NGO, non-profit dan kami memang bukan social entrepeneurship. Kalau social entreprenurship pasti ada revenue ya, profit yang masuk. Tetapi kalau kami itu, full non-profit. Jadi mengandalkan hibah, mengandalkan donasi dari yayasan-yayasan dan filasntropis luar negeri,” ungkapnya.

Kendati begitu, bukan berarti gerakan yang dilakukan Tirza dan kawan-kawan itu lancar-lancar saja. Selain masalah perlu edukasi yang terus menerus ke masyarakat tentang bahaya penggunaan kantong plastik, ternyata selama lima tahun Tirza mengaku mendapat cukup banyak haters.

“Yang namanya hater itu ada aja. Terutama saat kami menjalankan uji coba kantong plastik tidak gratis, ada aja yang protes. Tapi sebenarnya kalau mau ditimbang-timbang lebih banyak yang mendukung daripada yang mencemooh. Dan, hal itu sebenarnya menjadi kejutan yang positif bagi kami,” kata Tirza.

Tantangan lainnya berupa resistensi dari industri, karena semakin ia berhasil mempengaruhi kebijakan itu, maka semakin terlihat resistensi dari industri. Terutama industri yang bergantung pada plastik dan kemasan. ‘Kondisi itu membuat kami harus berevolusi menjadi organisasi yang cerdik untuk menghadapai resitensi seperti ini, dan menghadapinya sebagai realita, sehingga lebih stategis dalam berkegiatan,” sambungnya.

Meski begitu, perempuan kelahiran Jakarta, 21 Januari 1984 ini tetap bersyukur. Walaupun jumlah tim yang dimilikinya kecil, namun program yang dirancangnya dapat berjalan sesuai harapkannya.

“Tim kami kecil sekali, cuma ada 5 orang. Tetapi relawan kami banyak dan kami juga sering menerima anak magang. Kalau jumlah relawan ada 40 orang, dan kami juga ada mitra-mitra di daerah. Belum seluruh Indonesia sih, cuma beberapa daerah seperti Surabaya, Bali, Banjarmasin, Bandung. Target 3 tahun ke depan bisa mencakup wilayah Indonesia Timur dan ingin banget masuk ke daerah pesisir. Karena kami juga masuk dalam ‘Gerakan Cinta Laut‘. Kalau plastik ini tidak ditangani, itu berujungnya akan ke laut. Makanya ketika manusia makan ikan, ikannya makan plastik otomatis kita semua jadi makan plastik juga,” ucapnya.

Toh, usaha Tirza tidak sia-sia. Berkat kegigihan dan perjuangannya itu, Tirza menjadi salah satu dari lima tokoh aktivis lingkungan hidup dari lima negara (Indonesia, India, Inggris Raya, Thailand, dan Amerika Serikat) yang mendapat penghargaan Ocean Heroes dari Badan Lingkungan PBB (UN Environment).

“Saya bersyukur disebut sebagai Ocean Hero 2018 oleh PBB. Bukan karena saya merasa paling pantas memperolehnya, tapi karena saya senang apa yang kami perjuangkan dianggap penting oleh PBB. Semoga di dalam negeri pun, pemerintah Indonesia menganggap ini sebagai isu yang penting. Sehingga, kita bisa lebih cepat bergerak menuju Indonesia bebas plastik,” ungkap Tirza.

Tirza berharap gerakan ini akan terus bergulir. Targetnya dalam tiga tahun ke depan akan ada kebijakan dari sejumlah pemerintah daerah mengenai pelarangan memakai kantong plastik di sejumlah kota.

“Kami ingin bisa ekspansi dan bisa menjangkau banyak kota di seluruh Indonesia dan kami ingin bekerjsama dengan para NGO lokal di kota-kota tersebut sambil belajar, sehingga kami bisa mengembangkan sistem pengelolaan sampah, pengurangan sampah yang tepat di kota masing-masing. Karena kami percaya urusan sampah harus desentralisasi, tidak bisa dipusatkan. Jadi setiap masyarakat harus bertanggung jawab atas sampahnya sendiri sehingga sampah yang sampai di TPA tidak banyak, dan sampah yang bocor ke sungai dan laut tidak banyak,” pungkasnya.

 

==================================

 Tirza Mafira

===================================

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version