youngster.id - Twilio, merilis prediksi sejumlah tren utama yang akan membentuk masa depan strategi pemasaran jenama (brand) dan interaksi jenama dengan pelanggan (customer engagement) di kawasan Asia Pasifik. Di tahun 2025, teknologi kecerdasan buatan (AI) akan terus memengaruhi lanskap pemasaran dan interaksi dengan pelanggan, tetapi ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan guna memastikan bahwa seluruh potensi AI dapat dimaksimalkan.
VP Group Architecture, AI di Twilio Zachary Hanif mengatakan, AI telah menjadi sebuah kekuatan yang amat berpengaruh di tahun 2024. AI generatif digunakan untuk segala hal mulai dari pembuatan konten hingga analisis dan berbagai organisasi bisnis menggunakannya untuk mengotomatiskan tugas dan memperbaiki proses pengambilan keputusan.
“Saat ini kita menyaksikan gelombang inovasi berbasis AI yang diakselerasi oleh penggunaan alat-alat AI. Akan tetapi, perwujudan potensi AI yang sebenarnya akan lebih berupa peningkatan secara bertahap sejalan dengan respons pasar, alih-alih melesat secara eksponensial seperti yang terjadi pada kebanyakan teknologi lainnya,” ujar Zachary dikutip Senin (23/12/2024).
Menurut dia, perusahaan-perusahaan dari berbagai sektor industri, mulai dari manufaktur, pertambangan, e-commerce dan ritel, telekomunikasi, layanan keuangan, hingga jasa kesehatan dan pendidikan di Indonesia berlomba-lomba memanfaatkan AI. Di balik antusiasme yang tinggi ini, organisasi bisnis kerap tidak memiliki pemahaman intuitif tentang nilai AI yang sesungguhnya.
“Dalam prosesnya, rasa percaya dan otentisitas dalam suatu pengalaman AI generatif akan jadi faktor yang semakin penting bagi para pelaku pasar yang cerdas. Bisnis yang akan paling sukses dalam adopsi AI adalah bisnis yang dapat mengelola dan memonitor output AI secara efektif,” tegas Hanif.
Kemudian, tahun 2025 akan menandai titik balik dalam komunikasi langsung dengan pelanggan karena brand mulai mengadopsi sistem AI percakapan yang mampu mengidentifikasi maksud pengguna dengan lebih baik dan menghasilkan kalimat yang mampu menyamai nuansa percakapan antar manusia.
Solutions Engineering Lead for Communications, APJ di Twilio Chris Connolly menjelaskan, sebagian besar chatbot yang ada saat ini belum mampu menghasilkan respons yang benar-benar mensimulasikan interaksi dengan manusia, karena mereka dilatih menggunakan sumber daya statis seperti FAQ atau buku petunjuk.
“Akibatnya, chatbot sekadar berfungsi sebagai pengalih perhatian sementara sampai agen manusia dapat turun tangan untuk memberikan solusi nyata. Sebaliknya, AI percakapan dapat berinteraksi dengan pelanggan berbekal interaksi sebelumnya dan merespons dengan cara yang terasa lebih dinamis dan alami,” ungkapnya.
Selain AI percakapan, brand juga menyadari potensi agen AI cerdas yang dapat menawarkan atau menjual produk dan layanan, bertindak untuk mengatasi masalah pelanggan, membuat keputusan di tengah situasi sulit, dan mampu bekerja di seluruh saluran komunikasi.
“Tujuan utamanya adalah menciptakan agen AI yang tidak terlihat namun sangat efektif, menghadirkan pengalaman layanan pelanggan yang terasa alami, mudah, dan tepercaya. Data kontekstual menjadi kunci untuk mewujudkan hal ini, memberdayakan agen AI dengan kemampuan mengantisipasi kebutuhan konsumen yang lebih baik, menyelesaikan masalah dengan cepat serta memastikan pelanggan tak perlu lagi mengulang keluhan yang sama,” papar Chris.
Selanjutnya, di tahun 2025, praktik yang lebih cerdas seputar pengumpulan dan pengelolaan data akan menjadi pusat perhatian. Makin banyak brand akan berinvestasi untuk platform data pelanggan (CDP) dan kerangka kerja validasi data yang dapat ditingkatkan skalanya guna memastikan keandalan dan kredibilitas data dalam skala besar.
Area Vice President, Asia Pasifik & Jepang di Twilio Segment Liz Adeniji, menekankan pentingnya data dalam menghadirkan pengalaman yang dipersonalisasi. “Ketika model bahasa besar dan AI bukan lagi hal yang istimewa, data akan menjadi faktor penentu. Dengan memanfaatkan data secara efektif, brand dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan menciptakan pengalaman pelanggan yang unggul,” ucapnya.
Menurut dia, teknologi seperti CDP dan data warehouse akan terus diminati dan menjadi kekuatan pemersatu seluruh divisi dan tim dalam sebuah organisasi bisnis. Teknologi ini akan berfungsi sebagai landasan untuk kolaborasi, menyatukan beragam tim dan unit bisnis di bawah satu bahasa yang sama, yakni data. Di saat yang sama, pimpinan dalam organisasi, termasuk CTO, CMO, CPO, CCO, CDO, dan CRO akan mengembangkan peran yang lebih besar dalam membentuk strategi data dan visi organisasi serta membangun satu pandangan yang komprehensif dan terpadu tentang perusahaan dan praktik bisnis.
Liz juga menegaskan pentingnya memastikan kualitas dan konsistensi data untuk keberhasilan suatu inisiatif AI. “Ada kecenderungan ke arah kedaluwarsa data karena brand mulai menyadari risiko menyimpan terlalu banyak data, sementara pelanggan semakin protektif terhadap informasi pribadi mereka. Ke depannya, brand akan fokus untuk mengumpulkan hanya data yang penting – seperti alamat email, nomor telepon, dan nama – dan membiarkan data sementara atau data yang tidak perlu kedaluwarsa,” pungkasnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post