youngster.id - Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi kelompok sektor usaha yang paling terdampak pandemi COVID-19 di Indonesia.
Survei “Dampak Pandemi COVID-19 terhadap UMKM” yang digagas Paper.id bersama SMESCO Kementerian UMKM dan Koperasi serta OK OCE mendapati tiga sektor usaha UMKM yang paling banyak mengalami penurunan omzet, yaitu kuliner (43,09%), disusul jasa (26,02%) dan fashion (13,01%).
Padahal, peran UMKM ini dalam perekonomian Indonesia sudah tidak diragukan lagi. UMKM memiliki kontribusi besar terhadap produk domestik bruto dari tahun ke tahun. UMKM juga mampu menyerap lapangan pekerjaan lebih 90% dari total tenaga kerja.
Pandemi COVID-19 juga mengubah perilaku konsumen dan peta kompetisi bisnis para pelaku usaha. Pasalnya, terjadi shifting pola konsumsi barang dan jasa dari luring (offline) ke daring (online); trafik meningkat sekitar 15%-20%.
Dari sisi pelaku usaha, sebanyak 37% konsumen baru memanfaatkan ekonomi digital pascapandemi. Selain itu, 45% pelaku usaha juga aktif melakukan penjualan melalui e-commerce selama pandemi.
CEO Kledo Ogi Sigit meyakini pemanfaatan platform digital bisa menguntungkan bagi para pelaku UMKM karena dapat menghemat biaya operasional. Selain itu, UMKM sebaiknya juga berfokus dan memprioritaskan layanan pada kelompok pelanggan yang loyal.
“Pasca-pandemi merupakan momentum digitalisasi dan ini menjadi salah satu jalan keluar untuk menaikkan omzet agar usaha yang dibangun tetap dapat hidup dan berkembang. Pergerakan dan perubahan cara berbisnis yang semakin cepat ke arah digitalisasi ini memaksa pelaku bisnis untuk beradaptasi mengikuti perubahan tersebut. Mau tidak mau, suka tidak suka, perilaku bisnis akan berubah,” kata Ogi dalam keterangan resminya, Senin (24/1/2022).
Perubahan perilaku konsumen akibat pandemi Covid-19 membuat pelaku usaha juga perlu beradaptasi untuk memastikan konsumen tetap berbelanja dengan aman, sekaligus tetap mendapatkan keuntungan yang optimal di tengah ketidakpastian saat ini.
Salah satu rekomendasi yang ditawarkan dalam banyak kajian adalah melalui digitalisasi UMKM. Tetapi, masalahnya, tidak sedikit juga pelaku bisnis yang kesulitan beradaptasi dengan hal baru seperti itu, terlebih dengan mengintegrasikan proses kerja yang biasa mereka kerjakan sehari-hari.
Menurut Ogi, digitalisasi yang sudah mulai menggeliat setahun belakangan ini jangan sampai ditinggalkan, justru harus lebih dioptimalkan penggunaannya. “Mendorong penjualan produk ataupun jasa yang sempat tersendat belakangan ini pasti memerlukan promosi yang gencar dan masif, juga proses operasional yang lebih baik. Namun, karena kita masih berada dalam masa transisi akibat pandemi, porsi penggunaan teknologi lebih bisa diandalkan,” jelas Ogi.
Untuk itu, sebagai penyedia aplikasi akuntansi, Kledo mendukung pelaku UMKM di masa transisi saat ini dengan menyediakan solusi untuk kemudahan proses pencatatan transaksi dari berbagai saluran penjualan. Terutama bisnis yang menjual produk secara online atau melalui marketplace.
Usaha rintisan yang bermarkas di Bantul, Yogyakarta ini memiliki aplikasi dengan fitur integrasi pencatatan transaksi ke marketplace di Indonesia, seperti Tokopedia, Shopee, Lazada. Bahkan, integrasi ke toko online yang berbasis Woocommerce. Di akhir tahun 2021 kemarin, Kledo juga telah merilis aplikasi untuk perangkat Android dan bisa digunakan secara gratis melalui Playstore.
“Tentunya ini merupakan solusi terbaik dalam melakukan manajemen stok dan pemantauan transaksi yang lebih mudah jika bisnis memiliki banyak saluran penjualan, terlebih jika sebelumnya bisnis hanya mengandalkan proses penjualan konvensional. Hal ini juga merupakan komitmen Kledo untuk memudahkan para pelaku bisnis dalam mempercepat digitalisasi bisnisnya,” tutup Ogi.
STEVY WIDIA
Discussion about this post