youngster.id - Pada momentum Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas 12.12) yang akan datang, terdapat tren lonjakan aktivitas online dan transaksi keuangan yang dilakukan konsumen dan pihak penjual, di mana hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber untuk meraup keuntungan.
Berdasarkan laporan National Cyber Security Index (NCSI), indeks keamanan siber global Indonesia pada tahun 2023 adalah 63,64 dari 100 poin, menempatkan Indonesia di peringkat ke-49 dari 176 negara dalam hal keamanan siber. Hal tersebut menunjukkan bahwa keamanan siber di Indonesia masih rentan terhadap berbagai jenis serangan siber.
Kerentanan ini berpotensi meningkatkan kekhawatiran di musim liburan, dengan peningkatan jumlah aktivitas belanja dan transaksi pembayaran online oleh masyarakat—seperti pencarian penawaran dan promo belanja terbaik hingga pemesanan perjalanan liburan, pembelian tiket, hingga transfer uang antarnegara untuk hadiah liburan.
Sejumlah potensi aksi yang dapat dilakukan oleh pelaku kejahatan siber pada momen tersebut, seperti: phishing, pemalsuan situs web, dan penipuan pembayaran terhadap para konsumen yang tidak menaruh curiga. Untuk itu, berbagai pihak yang terlibat perlu mengimplementasikan langkah-langkah keamanan siber yang lebih kuat di seluruh titik rentan aktivitas dan transaksi online.
Adi Rusli, Country Manager untuk Palo Alto Networks di Indonesia mengatakan, ketika konsumen Indonesia berada di era digital, keamanan aktivitas online menjadi hal yang sangat penting untuk diprioritaskan. Lini pertahanan utama adalah pendekatan proaktif terhadap keamanan siber.
“Para pelaku bisnis harus memperkuat keamanan platform mereka, sementara konsumen harus tetap waspada untuk memastikan transaksi online yang aman dan terjamin, terutama selama periode puncak belanja di musim liburan seperti Harbolnas,” kata Adi, Selasa (10/12/2024).
Harbolnas 12.12 merupakan salah satu peristiwa yang dapat memberikan gambaran terhadap perilaku konsumen, tercermin dari metode pembayaran online mereka yang sebagian besar mengandalkan transaksi perbankan digital. Momentum ini sejalan dengan pertumbuhan transaksi perbankan digital, sebagaimana Bank Indonesia mencatat pertumbuhan yang solid sebesar 37,1% (lebih dari 1,9 juta transaksi, year-on-year) pada bulan Oktober 2024.
Lebih lanjut, Kementerian Perdagangan juga memproyeksikan pertumbuhan transaksi e-commerce sebesar 2,8% menjadi Rp487 triliun pada tahun 2024, dan 3,3% menjadi Rp503 triliun pada tahun 2025.
Agar tetap aman, konsumen dan segala pihak yang terlibat harus lebih waspada terhadap keamanan online mereka khususnya pada saat transaksi dan antusiasme online yang tinggi seperti di musim liburan saat ini.
Untuk itu, Adi menyarankan sejumlah praktik terbaik demi memastikan pengalaman belanja online yang aman saat musim liburan, antara lain: verifikasi keaslian, gunakan Autentikasi Multi-Faktor (MFA), berbelanjalah melalui kanal resmi, Waspadai Penipuan Phishing, perkuat kata sandi, dan hindari berbagi informasi pribadi.
Di saat yang sama, bisnis perlu memperkuat pertahanan mereka terhadap ancaman siber. Ancaman yang umum terjadi selama periode puncak liburan termasuk serangan APK (perangkat lunak berbahaya yang menargetkan aplikasi seluler), taktik rekayasa sosial seperti deepfake, penipuan phishing, yang mengecoh individu untuk membagikan informasi sensitif, serta serangan ransomware, yang dapat mengunci sistem penting sampai permintaan uang tebusan dibayarkan. Selain itu, serangan Distributed Denial of Service (DDoS) dapat membanjiri situs web ritel dengan traffic, sehingga menyebabkan potensi downtime dan mengganggu pengalaman pelanggan.
Melalui integrasi deteksi ancaman, respons, dan perlindungan data yang komprehensif ke dalam framework Zero Trust, perusahaan dapat meningkatkan visibilitas, merampingkan operasi keamanan, dan memungkinkan respons ancaman secara real-time. Pendekatan ini tidak hanya melindungi data sensitif, tetapi juga memastikan pengalaman pengguna yang bebas kendala serta menyeimbangkan perlindungan dan kenyamanan bagi konsumen.
“Mengadopsi pendekatan Zero Trust sangat penting untuk membangun praktik keamanan siber yang kuat. Keamanan siber merupakan tanggung jawab bersama, baik bagi pemilik bisnis, karyawan, maupun konsumen. Dengan menumbuhkan budaya kewaspadaan dan keamanan secara proaktif, kita dapat melindungi diri kita sendiri dan orang lain dengan lebih baik, di tengah era ancaman siber yang terus berkembang,” tutup Adi. (*AMBS)
Discussion about this post