Xendit Bukukan Volume Transaksi lebih dari Rp300 Triliun Pada 2022

Xendit Founders

Xendit Founders (kiri-kanan) Juan Gonzalez, Tessa Wijaya, Moses Lo, dan Bo Chen. (Foto: istimewa/youngster.id)

youngster.id - Xendit membukukan volume transaksi senilai US$20 juta atau lebih dari Rp300 triliun sepanjang 2022 atau meningkat 30%. Penyelenggara payment gateway, memperkirakan pertumbuhan serupa akan berlanjut di tahun 2023.

Co-founder & COO Xendit Group Tessa Wijaya menyampaikan, peningkatan volume pembayaran digital telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini, perusahaan telah menggandeng sebanyak 3.500 merchant aktif dan masih akan terus meningkat dalam rangka pemanfaatan peluang pertumbuhan digital.

“Terkait target, untuk sekarang harapannya tetap berkembang dengan growth rate yang sama dari tahun sebelumnya. Harapannya kami bisa berkembang lebih pesat lagi dengan adanya ekspansi ke negara lain,” ungkap Tessa dalam keterangannya Kamis (12/1/2023).

Tessa mengungkapkan, tahun ini, secara global akan diprediksi terjadi resesi di beberapa negara, beberapa sektor industri pun yang sudah mulai melakukan PHK. Pertumbuhan ekonomi juga tidak sekencang tahun sebelumnya. Namun, Xendit yang beroperasi di Asia Tenggara cenderung optimistis karena perekonomian diyakini tetap akan tumbuh.

“Secara perusahaan kami masih memfokuskan pengembangan produk baru di Indonesia dan tempat operasional lain. Kemudian pengembangan produk di luar pembayaran agar para merchant tetap bertransaksi di platform kami. Serta akan berfokus pada disiplin operasional bisnis,” katanya.

Menurut Tessa, perusahaan harus memastikan proses bisnis yang lebih efisien sejalan dengan adanya potensi perlambatan ekonomi. “Jadi kita tetap berkembang dari volume transaksi dan agar scalable tanpa harus menambahkan berbagai macam aset manusia dan investasi yang besar, itu fokus kami,” beber Tessa.

Sementara itu, Direktur Xendit Group Mikiko Steven menerangkan, transaksi pembayaran di Indonesia punya potensi yang masih sangat besar, apalagi tren pembayaran cenderung bergerak ke penggunaan secara digital. Belum semua industri yang bisa digarap sehingga ruang pertumbuhan masih terbuka lebar.

“Masih banyak sektor yang ingin masuk ke digital. Kita mungkin tidak akan fokus pada industri-industri yang saat ini dianggap kuat. Melihat banyak dari industri-industri lain yang perlu masuk ke digitalisasi pembayaran,” kata dia.

Potensi sedikitnya digambarkan lewat Tren Pembayaran Digital Indonesia 2022 dari Xendit. Pertama, Virtual Account (VA) jadi metode pembayaran paling populer. Dari 200 juta transaksi yang diproses oleh Xendit Group, mayoritas atau 36% diantaranya adalah dengan transfer VA, diikuti penggunaan e-wallet dan kartu kredit.

Kedua, layanan paylater tumbuh sepuluh kali lipat, diikuti kartu kredit enam kali lipat, dan e-wallet sebesar lima kali lipat. Ketiga, transaksi sektor wisata dan hiburan bangkit pasca pandemi, masing-masing tercatat tumbuh 181,4% dan 132,5%. Sektor bisnis jasa pun mencatatkan frekuensi pertumbuhan yang positif.

Sedangkan penggunaan QRIS ikut meningkat. Selama tahun 2022, Xendit Group memfasilitasi lebih dari 20 juta transaksi, dengan volume sejumlah US$150 juta atau sekitar Rp2 triliun. Total volume transaksi ini meningkat 17,25% dari tahun sebelumnya.

Mikiko menilai, di ranah pembayaran digital, ke depan baik itu kanal virtual account, layanan e-wallet, hingga adopsi QRIS masih akan tumbuh baik. Hal ini dipercaya seiring dengan kebiasaan masyarakat yang mulai nyaman bertransaksi secara digital.

Untuk mencapai aspirasi yang ada, perusahaan telah memetakan sejumlah fokus kerja. Salah satunya adalah pengembangan produk selain payment gateway. Selanjutnya yakni fokus terkait regionalisasi atau pengembangan produk Xendit dari Indonesia dan Filipina ke negara-negara lain di Asia Tenggara. Hal ini sejalan dengan rencana pasca pendanaan Seri D yang diraih pada tahun 2022.

“Itu kenapa kami kemudian berinvestasi di Payex di Malaysia. Kami memang akan mengembangkan produk kami ini ke Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Tapi karena ada peluang kerjasama dan berinvestasi dengan Payex, kami pilih wilayah Malaysia lebih dulu,” ungkap Tessa.

Dia mengungkapkan, kini perusahaan mencoba untuk mengembangkan potensi di wilayah operasional yang ada lebih dulu, yakni di Indonesia, Filipina, dan Malaysia. Dengan demikian, perluasan jaringan Xendit untuk wilayah Vietnam dan Thailand tidak akan berlangsung di tahun ini.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version