Yunita Anggrareni : Sukses Berkat Berani Mencoba Dunia IT

Yunita Anggraeni, Cofounder & Chief Operating Officer Geek Hunter (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

youngster.id - Perkembangan teknologi telah membuat pamor profesi programmer naik. Hampir semua lini membutuhkan keahlian di bidang teknologi ini. Ini menjadikan peluang besar programmer di industri digital semakin terbuka lebar. Namun ternyata talenta ini tidak mudah untuk didapatkan.

Laporan dari Burning Glass di tahun lalu mengatakan jika ada 7 juta lapangan pekerjaan bagi para programer. Burning Glass juga mencatat, pendapatan seorang programer lebih tinggi US$22.000  dari pekerja profesional lainnya dalam rata-rata per tahun.

Di Indonesia sendiri, ladang industri digital yang begitu luas. Dengan koneksi internet yang baru dirasakan tidak lebih dari 80 juta orang Indonesia, bisa dibayangkan seberapa besar peluang saat internet telah merata di Nusantara dengan 260 juta jiwa. Tapi peluang itu masih terbatas. Pasalnya, sumber daya manusia di bidang IT (information technology) ini berbeda dengan di bidang lain.

“Mereka punya keunikan dalam keahlian yang orang awam tidak bisa langsung bisa tahu,” ungkap Yunita Anggrareni, Chief Operating Officer, sekaligus Cofounder Geek Hunter saat ditemui youngster.id belum lama ini di Jakarta.

Peluang itulah yang disasar oleh Geek Hunter—startup anak muda asal Bandung yang fokus menyediakan layanan perekrutan kerja di bidang IT bagi perusahaan. Starup ini resmi berdiri pada Juli 2013, oleh dua wanita hebat: Ken Ratri Iswari (sebagai CEO) dan Yunita Angraeni.

“Kami adalah perpanjangan tangan perusahaan untuk mendapatkan programer. Kami juga membantu para profesional IT di Indonesia untuk mendapatkan better full maning carrier yang sesuai dengan aspirasi mereka juga,” ungkap wanita yang akrab disapa Anggra.

Saat ini, sudah 38.000 IT yang telah bergabung di Greek Hunter. Database itu dikelola menggunakan Applicant Tracking System, yaitu sistem yang dapat mengolah dan menyimpan berbagai data secara berkesinambungan. Kini rata-rata dalam sebulan bisa mendapat 20-30 klien. Kebanyakan klien Geekhunter menjalankan usaha e-commerce, online media, aplikasi, marketplace dan lainnya.

“Sekarang klien sudah tidak hanya startup, tapi perusahaan yang sudah lebih establish juga ada. Namun, porsi klien startup tetap lebih dominan dari pada perusahaan yang sudah stabil. Porsinya 30% klien kami dari korporat, sisanya startup,” ungkapnya.

Meski bergerak di bidang rekrutmen, dia enggan menyebut GeekHunter sebagai job site atau job portal.

Core bisnis kami, selain membantu perusahaan yang membutuhkan tenaga IT, lebih sebagai career consultant yang membantu para programmer atau IT talent membuat perencanaan karier dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai,” tegasnya.

 

Pintar Ngomong

Menurut Anggra, membuat perunsahaan rintisan di bidang IT bukan perkara mudah. Apalagi yang membuatnya adalah dua wanita yang kesannya jauh dari dunia teknologi. Menariknya lagi, latar belakangnya yang merupakan lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi dari Universitas Padjajaran Bandung.

“Background saya komunikasi, jadi public relation, pinternya ngomong doang. Untungnya, rekan saya Ken sudah memiliki pengalaman dalam hiring dengan beberapa software engineer di Bali,” ungkapnya.

Anggra bercerita, perkenalannya bekerja di dunia IT dimulai dari kariernya di startup pengembang game Agate Studio. “Dari sanalah saya berkecimpung di dunia teknologi, dimana akhirnya saya banyak mengenal teman-teman programer yang banyak dikenal game developer. Itulah modal saya untuk punya kenalan yang banyak,” lanjutnya.

Singkat cerita, Anggra mendapatkan projek dari Malaysia namanya 13RF yang sedang mencari set up the hall time di Bandung. Ternyata dalam satu bulan dia berhasil merekrut 18 orang. “Saya modalnya hanya berani mencoba waktu itu. Keraguan pasti ada ya, apalagi ketika klien tahu yang menjadi konsultannya wanita dan masih muda. Tetapi kami mengatasinya dengan hasil yang tidak mengecewakan,“ sambung dia.

Inilah cikal bakal berdirinya GeekHunter. Anggra mengaku bahwa masalah terberat di awal berdirinya GeekHunter adalah meyakinkan klien.

“Awalnya, sebagai perusahaan baru siapa sih yang mau kerja sama. Jadi, prosesnya kami mencoba hiring, berdasarkan pertemanan. Misal apa kamu ada teman yang mau kerja, bawa ke sini deh coba ngobrol. Baru tahun 2015 kami melakukan hiring yang profesional di job fair, apply dan sebagainya. Jadi menemukan tim cukup menjadi hal yang krusial karena awal pendirian,” kisahnya.

Masalah lain adalah keraguan pada sosok mereka yang masih muda dan perempuan. “Banyak yang ragu melihat kami anak muda dan perempuan,” ujar Anggra sambil tersenyum.

Dengan keinginan gigih dan terus mau belajar dari segala kekurangan, Anggra pun berhasil meyakinkan para kliennya mendapatkan para profesional IT yang sesuai dengan kriteria. “Justru klien-klien kami banyak yang loyal dari 2013 sampai sekarang,” ujarnya.

Anggra bersyukur dengan kegigihanya menekuni dunia kewirausahaan. Alhasil, dengan bertambahnya jumlah tim yang bergabung di Geek Hunter saat ini, yaitu sebanyak 15 orang. Ini membuat startup ini dapat tumbuh dan berkembang. Bahkan dengan modal awal yang tak terlalu besar saat membangun perusahaan rintisannya tersebut, saat ini ia berhasil menjadi seorang wirausahawan yang profitable selama 5 tahun Geek Hunter berdiri.

“Modal awalnya kecil, cuma Rp 200 ribu. Itu digunakan untuk beli kuota dan pulsa saat membangun Geek Hunter ini. Cuma kalau omset saya nggak bisa sebutkan. Saya harus koordinasi dengan rekan saya Ken. Tapi, profitable pastinya,” tegasnya.

 

Yunita Anggraeni bersama dengan Ken Ratri Iswari bahu membahu mengembangkan startup khusus perekrutan profesional IT, yaitu Geek Hunter (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Belajar Sambil Bekerja

Anggra mengakui mereka learning by doing dalam hiring buat orang-orang IT. “Kami spesifik untuk mencari orang-orang IT dan mereka punya keunikan dalam skill. Minimal kami tahu apa itu backend programmer. Biasanya mereka pakai bahasa pemrograman apa saja, biasanya kalau backend itu ada Java, Ruby, PHP sampai ke frameworks yang mereka pakai misalnya PHP-nya Laravel, CI (code igniter). Dan, itu akan mempengaruhi dengan kebutuhan perusahaan,” jelas Anggra.

Perempuan yang punya jejaring LinkedIn lebih dari 27 ribu follower ini menegaskan, target market yang dituju Geek Hunter ialah perusahaan IT atau berbasis teknologi yang membutuhkan programmer atau talenta IT (B2B). Dengan demikian, Anggra mengungkapkan kalau selama ini ia bersama rekannya Ken selalu fokus kepada niche market, yakni para programmer atau talenta IT.

“Kami ingin memberikan pengetahuan yang lebih dengan mereka yang bekerja di sebuah perusahaan. Kami mendorong profesional IT hingga pada batas limit,” ujarnya.

Anggra mengatakan sebuah perusahaan seringkali meminta profesional IT yang sangat detail. Misalnya, jika membuat program tak hanya sekedar jenis PHP, dan tidak berhenti pada framework-nya saja.

“Sangat sulit menemukan profesional ITyang bisa mengerti hingga detail. Dan tentunya itu sangat menantang untuk diri mereka,” ujar Anggra.

Strategi pertama yang dicanangkan adalah dengan terus meningkatkan proses bisnis yang berkelanjutan. “Saat ini Indonesia mengalami talent shortage di bidang IT. Jadi hal yang kami coba tekankan adalah aspirasi karir profesional IT tersebut secara kemampuan lebih cenderung ke mana. Karena selama ini para programer tidak memiliki ide dan tidak tahu ada perusahaan yang memiliki yang membantu mencapai tujuan dalam pekerjaannya. Sehingga apa yang kami lakukan ini kami mencoba mencari karir aspirasi, jangan sampai ketika programer bekerja di suatu perusahan tidak membuat mereka untuk tumbuh,” paparnya.

Menurut Anggra, monetisasi Geek Hunter berasal dari biaya rekrutmen yang dibayarkan klien untuk setiap programer atau talenta IT yang berhasil direkrut (melalui Geek Hunter). “Geek Hunter mendapat bayaran ketika klien sudah mendapat kandidat yang sesuai,” kata Anggra.

Besaran komisi yang didapat Geek Hunter tergantung dari annual gross salary atau total pendapatan gaji si kandidat. Namun, Anggra enggan menyebutkan berapa besaran presentase yang diambil berdasarkan gaji karyawan tersebut.

Anggra menegaskan, bukan gaji kandidat yang dipotong, melainkan presentase tersebut menjadi biaya yang harus dikeluarkan klien.

Dia memberikan sejumlah tips bagi para programer pemula untuk mendapatkan pekerjaan. “Di luar skill, Anda juga harus berperilaku baik. Perusahaan akan mempertimbangkan seorang programmer dengan skill minimal, tapi berkelakuan baik. Perusahaan juga tidak akan tertarik dengan orang yang suka berpindah-pindah kerjaan dalam waktu terbilang singkat. Terakhir, jika Anda hendak melamar pekerjaan, Anda harus memperlihatkan ketertarikan pada perusahaan tersebut. Minimal mengetahui latar belakang perusahaan maupun produk-produk unggulannya,” pungkasnya.

 

===================================

Yunita Anggrareni

Prestasi :  Linkendln Power Profiles 2017-2108

==================================

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version