youngster.id - Belakangan, beberapa kasus perundungan atau bullying yang terjadi melibatkan anak-anak sekolah. Namun, sebenarnya perundungan ini bisa menimpa siapa saja dan dapat terjadi sewaktu-waktu. Baik itu di sekolah, di jalan, lingkar keluarga, pertemanan, sampai di tempat kerja.
Bullying adalah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. Tentunya, bullying tak boleh diremehkan dan dianggap normal karena berisiko menimbulkan dampak negatif dalam jangka panjang.
Dampak bullying bagi korban yang paling sering terjadi adalah memicu masalah kesehatan mental, seperti gangguan cemas, depresi, hingga post-traumatic stress disorder (PTSD). Pengaruh bullying terhadap kesehatan mental ini biasanya dialami oleh korban dalam jangka waktu panjang.
Nah, menyikapi permasalah bullying ini beberapa mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat inovasi dengan mengembangkan aplikasi “BERSUARA”. Deftendy Virgiatman (jurusan Teknik Fisika), salah satu mahasiswa yang mengembangkan aplikasi ini menjelaskan bahwa aplikasi ini akan terintegrasi untuk memulihkan korban perundungan melalui pendekatan dari seorang psikiater sekaligus peneliti, Judith Herman.
“Pendekatan ini menjelaskan bahwa terdapat beberapa tahapan dalam model penerimaan dari trauma yang dialami oleh korban perundungan, yaitu tahap security, reconciliation, reconsolidation, dan transformation,” jelas Deftendy, seperti dilansir laman itb.ac.id.
Dijelaskan Deftendy, aplikasi “BERSUARA” ini memiliki tiga fitur utama, yaitu report, feedback, dan community. Pada tahap security, aplikasi ini menciptakan keamanan bagi korban untuk menyampaikan pengalaman mereka melalui fitur report. Laporan yang masuk akan langsung ditangani oleh Pusat Pembinaan dan Pemberdayaan Anak (P3A) dan Bimbingan Konseling (BK) Sekolah.
Pada tahap rekonsiliasi, korban diharapkan dapat memahami dan menerima kejadian yang terjadi melalui fitur feedback. Fitur ini memungkinkan korban untuk melakukan konseling dengan para pakar yang terintegrasi dengan P3A, guru BK, dan konselor sebaya.
Selanjutnya, pada tahap rekonsolidasi, korban dapat memulai kembali kehidupan mereka setelah mengalami trauma. Hal ini diimplementasikan melalui fitur community yang memungkinkan para korban untuk saling mendukung satu sama lain. Fitur ini bekerja sama dengan Forum OSIS Kota Bandung (FOTBAN), Forum Komunikasi Anak Kota Bandung (FOKAB), dan akademi perlindungan anak.
Sementara itu, pada tahap terakhir, yaitu tahap transformasi, hasil pemulihan trauma korban akan tetap dijangkau melalui komunitas mereka sebagai bukti bahwa setiap korban perundungan dapat pulih kembali. Fitur ini juga bekerja sama dengan FOTBAN dan FOKAB.
Selain aplikasi “BERSUARA”, Deftendy dan kawan-kawannya juga mengusulkan ide solusi berupa kampanye media sosial untuk membagikan pengalaman korban yang telah melewati keempat tahapan tersebut. Dengan harapan, kampanye ini dapat menjadi inspirasi bagi korban perundungan lainnya.
Melalui aplikasi “BERSUARA” ini, Deftendy bersama Eli Sulistyowati (jurusan Manajemen), dan Indira Akmalia Hendri (jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota) yang tergabung dalam tim IDE berhasil menyabet juara 1 dalam Proyek Safe and Sound Cities (S2Cities) pada “Ideathon Inovasi Sosial 2023: Muda Urun Ide untuk Kota Bandung”, yang digelar oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia.
Proyek Safe and Sound Cities (S2Cities) memiliki fokus pada solusi inovatif terkait isu-isu spesifik yang terjadi di Kota Bandung. Dalam Ideathon ini, peserta diminta untuk mengirimkan proposal mengenai solusi inovatif dalam tiga tema spesifik, yaitu perundungan di lingkungan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat, pengelolaan sampah yang melibatkan pemuda, serta penciptaan ruang publik (placemaking) di Kelurahan Kopo, Kecamatan Bojongloa Kaler.
STEVY WIDIA
Discussion about this post