Buang Sampah Elektronik di e-Waste

e-Waste program pengolahan sampah elektronik yang diprakarsai Rafa Jafar (13)

youngster.id - Sampah elektronik berbahaya jika dibuang sembarang. Untuk itu lahir gerakan e-Waste. Gerakan ini diprakarsai Rafa Jafar, seorang siswa berusia 13 tahun.

Berawal dari tugas sekolah, Rafa Jafar yang akrab dipanggil RJ, memprakarsai gerakan membuang sampah elektronik dengan membuat kotak e-Waste.

“e-Waste adalah tempat sampah untuk sampah elektronik. Kalau dibuang sembarangan racun B3 dalam sampah elektronik akan tersebar,” ungkap Rafa yang dilansir ANTARA di Jakarta.

Siswa tingkat pertama SMP Labschool itu mendapat tugas saat masih sekolah dasar dan karena ketertarikannya kepada teknologi, terutama gadget, Rafa kemudian memikirkan nasib gadget yang tak lagi dipakai.

“Kalau dibuang susah teruraikan. Kalau disimpan diaci bertahun-tahun akan membusuk, bahkan beracun. Padahal Indonesia salah satu negara dengan konsumsi elektronik terbanyak,” ujar dia.

Menurut Rafi, sampah elektronik harus didaur ulang dengan cara yang baik karena akan berbahaya jika terjadi kontak langsung dengan tubuh sehingga chipset perangkat harus diambil terlebih dahulu. Tidak hanya kepada tubuh, sampah elektronik akan menjadi berbahaya jika bersentuhan dengan tanah karena tanah mudah terkontaminasi oleh racun sampah elektronik.

Selain itu menghancurkan sampah elektronik dengan cara dibakar, justru paling membahayakan karena udara akan tercemar oleh racun D3 yang kemudian akan dihirup manusia.

Untuk mendaur ulang sampah elektronik,Rafi bekerja sama dengan PT TES-AMM Indonesia yang mendaur ulang sampah elektronik dengan cara pemisahan berdasarkan bahan, misalnya logam dan plastik.

“Misalnya handphone. Hp terbuat dari plastik dan logam. Kami bongkar, dipisahkan, nanti kami daur ulang sesuai dengan bahan dasar,” kata Chandra Paramita, Manager Marketing PT TES-AMM Indonesia. “Setelah didaur ulang, nanti bisa kembali ke bahan dasar.”

Chandra mengaku bertemu Rafi pada sebuah kesempatan. Dia mengatakan perusahaan yang memiliki pabrik daur ulang di Cikarang itu memiliki visi sama dengan Rafi.

Setelah mengumpulkan tugas sekolahnya itu, Rafi yang saat itu masih berusia 11 tahun kemudian menjadikannya buku yang diberi judul “E-Waste (Sampah Elektronik)”.

“Tugas dalam bahasa Inggris, aku terjemahkan dalam bahasa Indonesia dan aku tambahkan lebih banyak informasi di dalamnya untuk menjadi. Dengan buku ini, aku ingin meningkatkan kesadaran orang-orang. Selama ini sampah hanya dibedakan antara organik dan anorganik. Padahal, sampah elektronik lebih berbahaya,” kata Rafa lagi.

Kini, Rafi memiliki 10 kotak sampah elektronik e-Waste yang dua di antaranya ditempatkan di SD tempat dia bersekolah dulu, SD Cikal, satu di SMP Labschool, dan sisanya akan ditempatkan di area publik.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version