youngster.id - Teknologi Direct Digital Radiography (DDR) untuk rontgen digital telah menjadi kebutuhan rumah sakit dalam melayani pasien. Sayang alat ini relative sangat mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa memiliki. Namun masalah ini dipecahkan oleh Universitas Gajah Mada telah berhasil mengembangkan Madeena, alat rontgen dengan biaya terjangkau.
Teknologi teknologi radiografi sinar-x digital untuk diagnosa medis ini dikembangkan oleh tim penelitian, pengembangan dan rekayasa UGM yang dipimpin Dr Gede Bayu Suparta dari departemen fisika. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah layar fluoresens dan kamera digital, yang disebut teknologi Radiografi Sinar-x Fluoresens Digital (RSFD).
Kinerja dari teknologi RSFD ini setara dengan teknologi DDR yang menggunakan flat detektor atau disebut juga Radiografi Flat Detektor (RFD). Kedua fasilitas ini sangat diinginkan oleh semua rumah sakit di Indonesia.
“Namun, karena harga alat DDR relatif sangat mahal maka tidak semua rumah sakit dapat memiliki. Implikasinya biaya yang harus dibayar pasien menjadi tinggi,” tutur Gede seperti yang dilansir dari ugm.ac.id, baru-baru ini.
Bermula dari sinilah Gede dan timnya membuat alat yang dinamai Madeena diproduksi. Alat rontgen ini biaya bisa lebih ditekan sehingga masyarakat yang harus mendapatkan layanan rontgen bisa cepat mengambil tindakan.
Alat ini juga bisa diakses real time tanpa harus menunggu cetakan manual film seperti alat rontgen konvensional lainnya. Dengan dukungan teknologi komputerisasi, Madeena juga bisa diakses dokter tanpa harus berada di lokasi radiologi. Proses radiografi dapat sangat cepat dan dapat diselenggarakan melalui kehadiran radiographer, fisika medis dan dokter radiologis secara online.
“Jadi, kehadiran fisik di suatu instansi kesehatan dapat direduksi. Selain itu, proses radiografi menjadi sangat aman bagi pasien, pekerja radiasi, perawat dan lingkungan rumah sakit karena paparanradiasi yang diberikan mencapai 1/100 dari nilai ambang batas yang ditetapkan Bapeten,” terangnya.
Gede mengharapkan alat ini nantinya bisa tersedia di 3 ribu rumah sakit dan klinik serta 9 ribu Puskesmas yang tersebar di 34 provinsi untuk melayani pemeriksaan kesehaatan rakyat Indonesia. Alat RSFD ini nantinya akan dikombinasikan dengan sistem teleradiologi, yang bisa memungkinkan dokumentasi data kesehatan seluruh rakyat Indonesia dengan masa retensi minimal 10 tahun.
“Bila data status kesehatan terpelihara maka kualitas SDM Indonesia dapat diprediksi. SDM yang terindikasi sakit-sakitan tentu akan menjadikan pencapaian Indonesia Unggul tahun 2045,” katanya.
STEVY WIDIA