youngster.id - Saat ini, tindak lanjut dalam proses pemulasaran jenazah pasien Covid-19 menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Salah satunya adalah membungkusnya dengan plastik untuk mencegah tidak adanya cairan yang keluar dari jenazah. Sayangnya, hal ini menjadi persoalan tersendiri bagi kelestarian lingkungan.
Pasalnya, cara pembungkusan jenazah menggunakan plastik menjadi masalah mengingat plastik merupakan komponen yang sulit diurai dalam tanah. Butuh waktu paling cepat 100 tahun agar plastik bisa terurai. Jika kematian Covid-19 terus bertambah, ini berpotensi meningkatkan pencemaran lingkungan.
Menyiasati kondisi tersebut, tiga mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (UNPAD), Adira Rahmawaty, Muhammad Ilfadry Rifasta, dan Salsa Sagitasa, mengembangkan gagasan plastik ramah lingkungan (biodegradable) dari bahan pati singkong untuk membungkus jenazah pasien Covid-19.
Adira mengungkapkan, pati singkong terbukti sebagai bahan plastik yang paling bagus dan mudah terurai. Hal ini diperoleh berdasarkan tinjauan dari sejumlah literatur dari jurnal penelitian yang telah ada.
“Plastik pati singkong akan terurai dalam waktu 12 hari untuk ukuran 1 milimeter. Jika asumsi penggunaan plastik untuk membungkus jenazah adalah sebesar 2 meter persegi, waktu yang diperlukan untuk terurai di tanah hanya 6 bulan,” jelas Adita dalam keterangan Humas UNPAD Senin (19/10/2020)
Dia memaparkan, pembuatan plastik pati singkong untuk bungkus jenazah Covid-19 hampir sama dengan pembuatan plastik ramah lingkungan pada umumnya. Pati singkong dicampur dengan sejumlah komposisi kitosan sebagai plasticizer.
“Campuran kemudian dipanaskan dalam suhu tinggi sehingga menjadi tercampur dan cair. Cairan ini dituangkan ke dalam cetakan dan dikeringkan dalam oven selama 24 jam. Lalu, material kemudian didinginkan oleh desikator dan dibiarkan sampai terbentuk film plastiknya,” papar dia.
Sebelumnya, Indonesia sendiri sudah ada produk plastik ramah lingkungan berbahan pati singkong dan sudah digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Namun, kata Adira, plastik tersebut rata-rata rapuh dan mudah sobek. “Karena itu, dalam gagasan kami kali ini sebagai zat tambahan untuk menutupi kelemahan plastik ramah lingkungan tersebut. Zat tambahan yang digunakan dalam komposisi kitosan antara lain gliserol, sorbitol, aloe vera, dan minyak kayu manis,” imbuhnya.
Meski masih berupa gagasan ilmiah, Adira berharap dapat dilakukan pengujian lebih jauh di laboratorium. “Harapan kami tentunya bisa dilakukan penelitian lebih lanjut dan bisa diimplementasikan untuk mengurangi kerusakan lingkungan,” pungkas Adira.
FAHRUL ANWAR