youngster.id - Kementerian Pertanian menargetkan membangun 1.000 Toko Tani Indonesia (TTI) pada tahun ini di Jabodetabek. Keberadaan TTI hingga tingkat RT/RW ini diharapkan mampu memangkas rantai pasok pangan, sehingga harga kebutuhan pokok lebih stabil selain itu menjadi peluang usaha baru.
Kementan melibatkan masyarakat untuk membuka Toko Tani Indonesia di wilayahnya dengan sistem konsinyasi. Syaratnya, menyediakan area yang cukup untuk menampung pasokan, mengadakan perjanjian dengan Gerakan Kelompok Tani (Gapoktan), dan mengikuti harga jual di bawah harga pasar. Selanjutnya, TTI akan mendapat suplai komoditas pangan dari Gapoktan meliputi beras, daging sapi, daging kerbau, gulapasir, bawang merah, dan cabai merah.
Spudnik Sujono Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian menuturkan, TTI akan membuat rantai distribusi lebih efisein, sehinga dapat mengurangi disparitas harga antara produsen dan konsumen. “Jika ada yang menjual di luar rekomendasi kami, akan dicabut,’ katanya, dalam siaran pers Senin (6/2/2017).
Di TTI Center Pasar Minggu misalnya, cabai rawit dijual seharga Rp60.000/kg, cabai keriting Rp35.000/kg, bawang merah Rp27.000/kg, dan bawang putih Rp31.000/kg. Berbeda dengan harga pasar dimana cabai rawit mencapai Rp150.000/kg dan cabai keriting Rp50.000/kg.
Sepanjang 2016, sebanyak 493 Gapoktan telah memasok 1.316 TTI yang tersebar di 22 provinsi dan fokus pada komoditas beras. Sementara, di 2017 ini, Kementan menargetkan 1.000 TTI di Jabodetabek, terdiri dari 400an di Jakarta dan 600an di Bodetabek. Sebanyak 22 TTI diantaranya tersebar di Jakarta Selatan (11 TTI), Jakarta Timur (6 TTI), dan Jakarta Barat (5 TTI).
Komoditas tersebut akan dipasok oleh 406 Gapoktan dari Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Lampung, dan NTB ke masing-masing TTI. Setiap Gapoktan mendapat bantuan Rp100 juta untuk pembelian bahan pangan.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor Muhammad Firdaus menilai upaya memangkas rantai pasok dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas dengan melakukan standardisasi produk pertanian, serta menghubungkan petani dengan pasar akhir, terutama pasar modern. “TTI lebih untuk stabilisasi harga di tingkat produsen atau konsumen, bukan utamanya memutus mata rantai pasok,” tuturnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post