youngster.id - Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang kuat dan berkelanjutkan akan mendorong kenaikan peringkat (rating upgrade) selanjutnya. Lalu apakah rasio investasi-terhadap-PDB yang lebih tinggi akan membawa dampak pada menguatnya PDB? Apakah komitmen pemerintah dalam melakukan reformasi tergolong dalam sinyal positif yang dapat diharapkan?
Baru-baru ini tim DBS Group Research mempublikasikan hasil risetnya yang berjudul “Indonesia: Mengejar Ketertinggalan”. Simak ulasannya:
Sejak naiknya peringkat Indonesia oleh S&P pada bulan Mei lalu, kini pasar sedang memusatkan perhatiannya pada Moody’s and Fitch. Dalam enam bulan terakhir, kedua lembaga pemeringkatan ini telah menetapkan outlook “positif” – setelah peningkatan terakhir sebelumnya pada tahun 2012 dan 2011 saat Moody’s and Fitch kembali menempatkan Indonesia dalam status peringkat investasi (investment grade).
Pertumbuhan ekonomi yang menguat dan berkelanjutan mendukung argumen untuk kenaikan peringkat. Di angka 5%, perekonomian Indonesia kini masih bertumbuh di bawah potensi yang dimiliki, yang diperkirakan sekitar 6.5%. Meskipun saat ini pertumbuhannya sudah di atas perekonomian negara lain yang berada pada peringkat setaraf, masih ada ketertinggalan yang perlu dikejar apabila dibandingkan dengan India dan Filipina, yang juga mendapatkan peringkat sebanding dengan Indonesia.
Tentunya, tingkat pendapatan berpengaruh. Di tahun 2016, pendapatan PDB perkapita Indonesia mencapai dua kali lipat dibandingkan India dan masih 25% di atas PDB perkapita Filipina. Pada umumnya, perekonomian yang sudah maju akan tumbuh dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan perekonomian yang masih berkembang. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa perekonomian Indonesia mungkin tidak akan bertumbuh sepesat perekonomian India atau Filipina.
Selain itu, tren bonus demografi (demographic boost) yang dapat dinikmati Indonesia relatif lebih lemah. Di India dan Filipina, persentase penduduk usia kerja akan terus meningkat secara perlahan hingga 2050. Sedangkan di Indonesia, kita akan menyaksikan penurunan persentase ini tren lebih awal, sekitar tahun 2035.
Investasi yang meningkat dapat memberikan keunggulan untuk Indonesia. Hal yang menarik adalah kenyataan bahwa rasio investasi terhadap PDB telah meningkat secara gradual di Indonesia, dari 29% di tahun 2007 hingga 34% tahun 2017 lalu. Di angka 34% dari PDB, rasio Indonesia jauh melebihi India maupun Filipina.
Produktivitas yang menurun tampaknya bisa menjelaskan mengapa investasi masih belum menghasilkan pertumbuhan PDB yang lebih kuat. Salah satu cara untuk menakar produktivitas adalah dengan mengkalkulasi incremental capital output ratio (ICOR), yang mengindikasikan jumlah investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan satu dolar dalam perekonomian. Sejak 2016, Indonesia memerlukan kurang lebih tujuh dolar dalam investasi untuk bisa menghasilkan tambahan satu dolar, jauh di atas India (4.5) dan Filipina (4.3). Rasio ini juga telah meningkat dalam satu dekade terakhir di Indonesia.
Reformasi kebijakan memerlukan waktu untuk menghasikan perubahan
Pemerintah telah menggulirkan 15 paket reformasi kebijakan dalam dua tahun terakhir sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas. Perubahan-perubahan tersebut meliputi, antara lain: standardisasi regulasi antar-propinsi untuk memperbaiki infrastruktur umum. Berbagai insentif juga telah ditawarkan untuk mendorong sektor manufaktur, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan yang berlebih terhadap komoditas.
Liberalisasi lanjutan akan sangat berguna. Kenaikan peringkat S&P diharapkan mampu menarik lebih banyak investasi asing dalam beberapa tahun ke depan. Pemerintah dapat memanfaatkan pengaruh dari status peringkat investasi untuk secara bertahap menurunkan hambatan-hambatan terkait batas kepemilikan asing dalam berbagai sektor industri.
Jika diterapkan secara tepat, reformasi kebijakan akan membuahkan hasil yang baik. Sumber daya yang dihabiskan untuk pendidikan dan pelatihan akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Pembangunan infrastruktur akan membantu menurunkan beban biaya logistik yang masih cukup tinggi dibandingkan tempat lainnya di kawasan.
Walaupun kita tidak dapat mengharapkan hasil yang cepat dari reformasi kebijakan struktural, komitmen pemerintah untuk mengambil langkah-langkah reformatif tersebut menjadi nilai tambah bagi proyeksi perekonomian ke depan, dan menjelaskan mengapa Moody’s and Fitch telah menetapkan outlook yang “positif” bagi perekonomian Indonesia.
Kenaikan peringkat mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat, tetapi saat yang dinantikan kian hari kian mendekat.
Tim DBS Group Research
Discussion about this post