youngster.id - Tren kerja jarak jauh atau remote work semakin populer di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, membuka peluang bagi para pekerja untuk mengejar karir internasional tanpa harus pindah secara fisik.
Laporan terbaru “Decoding Global Talent: Mobility Trends 2024 (SEA Edition)” dari SEEK, bekerja sama dengan Boston Consulting Group, The Network, dan The Stepstone Group, menunjukkan bahwa tren untuk bekerja jarak jauh meningkat dari 62% pada tahun 2020 menjadi 71% pada tahun 2023.
“Angka ini melebihi rata-rata global sebesar 66% dan menunjukkan adanya pergeseran signifikan dalam persepsi terhadap peluang kerja internasional. Bahkan, lebih banyak orang (71%) terbuka untuk bekerja jarak jauh dibandingkan mereka yang bersedia pindah ke luar negeri (68%),” ungkap laporan itu, Senin (16/12/2024).
Tren peningkatan pekerjaan jarak jauh internasional memberikan keuntungan signifikan bagi para pekerja, yang bisa mengakses peluang dengan gaji lebih tinggi tanpa perlu pindah tempat tinggal. Sebanyak 55% pekerja di Hong Kong dan Asia Tenggara menyatakan kesulitan untuk pindah bersama keluarga sebagai hambatan utama untuk bekerja di luar negeri. Hal ini terutama terlihat di Hong Kong (68%), Singapura (66%), dan Malaysia (66%), di mana keharmonisan keluarga sangat dihargai.
Selain itu, biaya relokasi menjadi hambatan utama bagi 41% responden di Asia Tenggara dan Hong Kong, jauh lebih tinggi dari rata-rata global sebesar 30%. Indonesia mencatatkan angka paling tinggi, yaitu 44% diikuti dengan Filipina (42%), dan Thailand (41%). Hal ini menunjukkan bahwa biaya tinggi untuk pindah ke luar negeri membuat banyak profesional Indonesia lebih tertarik pada peluang kerja jarak jauh. Hambatan lainnya termasuk kurangnya pengetahuan tentang bekerja di luar negeri (35%) dan kekhawatiran tentang keselamatan dan keamanan pribadi (31%).
Bagi perusahaan, pergeseran ke arah kerja jarak jauh dapat menjadi solusi menarik, terutama ketika menghadapi kesulitan dalam mengisi posisi-posisi tertentu. Laporan ini menunjukkan bahwa perusahaan dapat memanfaatkan talenta berkualitas di kawasan Asia Tenggara dan Hong Kong tanpa perlu merepotkan proses relokasi.
Keberhasilan dalam memanfaatkan teknologi dan digitalisasi ini dapat memberikan solusi bagi banyak perusahaan yang kesulitan mengisi posisi tertentu. Perusahaan kini bisa menjangkau talenta berkualitas di Indonesia tanpa perlu merepotkan proses relokasi. Di sisi lain, ini juga membuka lebih banyak peluang bagi pekerja Indonesia untuk bekerja dengan perusahaan global dari kenyamanan rumah mereka.
Meskipun minat untuk pindah secara fisik telah menurun sejak 2020, potensi mobilitas talenta di dalam kawasan ini tetap kuat. Singapura, khususnya, menjadi tujuan utama, dengan 30% pekerja Malaysia lebih memilih bekerja di Singapura, terdorong oleh reputasinya sebagai pusat bisnis multikultural. Secara global, Singapura menempati peringkat ke-8 sebagai tujuan paling diminati oleh talenta internasional.
Malaysia juga menunjukkan peningkatan signifikan dalam peringkat global, dari posisi 33 pada 2018 menjadi 21 pada 2023, menunjukkan daya tarik yang semakin meningkat sebagai tujuan bagi para pekerja.
Bagi pekerja di Asia Tenggara dan Hong Kong, keinginan untuk mendapatkan peluang lebih baik di luar negeri didorong oleh inflasi yang meningkat, upah yang lebih rendah, dan terbatasnya prospek karier di negara asal mereka. Pekerja, terutama dari Indonesia, semakin mencari pengalaman internasional untuk mengatasi keterbatasan pasar domestik. Kualitas hidup yang lebih baik juga menjadi pertimbangan utama bagi 53% responden di Asia Tenggara dan Hong Kong.
Ketika pekerja ingin relokasi, mereka mengharapkan dukungan signifikan dari perusahaan untuk memudahkan transisi. Lebih dari 80% pekerja dari Singapura dan Malaysia mengharapkan bantuan relokasi, termasuk visa, izin kerja, dan pengaturan perumahan. Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata regional 74% dan global 69%.
Lebih khusus lagi, 79% talenta dari Asia Tenggara dan Hong Kong mengharapkan bantuan visa dan izin kerja, sejalan dengan rata-rata global. Selain itu, 74% talenta mengharapkan bantuan perumahan, lebih tinggi dari rata-rata global sebesar 69%, dengan Malaysia (86%), Filipina (85%), dan Singapura (84%) memimpin permintaan ini.
HENNI S.
Discussion about this post