youngster.id - Terdapat sejumlah perubahan tren perilaku konsumen di Asia Pasifik, termasuk di Indonesia. Laporan bertajuk Shoppertainment 2024: The Future of Consumer & Commerce here in APAC menyebut 59% konsumen Indonesia dipengaruhi oleh konten non-promosi. Mereka lebih suka membuat keputusan intuitif dengan secara aktif mencari informasi untuk menilai kualitas produk.
Laporan dari TikTok yang menggandeng Accenture ini diharapkan dapat membantu brand lokal dalam mempersiapkan strategi pemasaran di TikTok tahun ini. Head of Business Marketing, TikTok Indonesia Sitaresti Astarini mengatakan, dengan menerapkan pendekatan berbasis entertainment first, commerce later, atau yang biasa disebut Shoppertainment.
“Perkembangan teknologi dan kondisi ekonomi yang dinamis terus mempengaruhi perilaku konsumen dalam berbelanja. Di Indonesia, konsumen lebih memilih untuk mengikuti intuisi mereka dengan mencari konten yang informatif, menghibur, dan ragam konten dari komunitas yang diikuti sebelum membeli produk. Selain itu, mereka juga lebih suka mencari produk di platform sosial dan hiburan. Oleh karena itu, hal ini menjadi kesempatan untuk brand memanfaatkan Shoppertainment, kegiatan perdagangan berbasis konten interaktif yang menghibur dan dapat berkolaborasi dengan kreator serta komunitas untuk terus berinteraksi dengan konsumennya,” ungkap Sitaresti yang dikutip Kamis, (1/2/2024).
Dia menerangkan, terdapat sejumlah perubahan tren perilaku konsumen di Asia Pasifik, termasuk di Indonesia. Hanya 41% konsumen di Indonesia yang terpengaruh oleh konten promosi sebelum memutuskan untuk membeli. Kini, mereka lebih mempercayai intuisi saat menentukan apakah produk itu cocok dengan mereka atau tidak, tanpa perlu mencari informasi lebih lanjut. Laporan ini menunjukkan, konsumen di Indonesia lebih mungkin 2 kali lipat untuk membuat keputusan belanja secara intuitif, dibandingkan mereka yang jarang belanja di platform sosial atau hiburan.
Dari segi konten, konsumen di Indonesia lebih menyukai konten video yang memiliki tingkat relevansi dan autentik yang tinggi dengan kehidupan mereka (Relatable Realism). Video yang memperlihatkan kualitas produk secara nyata, memperbolehkan audiens untuk melihat produk tersebut dari berbagai angle, justru lebih disenangi oleh konsumen.
“Inilah yang membuat format live shopping menjadi populer karena memberikan akses kepada konsumen untuk melihat produk sepenuhnya seperti melihatnya secara langsung,” katanya.
Selain itu didapati, sebagian besar konsumen di Indonesia (93%) mencari platform belanja yang berbasis konten dalam 1-2 tahun ke depan, di mana mereka bisa menemukan, mempertimbangkan, dan membeli produk di satu platform. Konten video di platform seperti TikTok pun menjadi cara bagi konsumen ini untuk mencari produk secara rutin, di mana 2.5 kali lebih banyak orang yang memanfaatkan platform video, dibandingkan menemukan produk lewat mesin pencarian tradisional.
Sejalan dengan temuan ini, sebanyak 77% konsumen di Indonesia juga secara rutin mencari produk di platform sosial dan hiburan online. Tidak hanya konten video, konsumen Indonesia juga 1.4 kali lebih mungkin untuk berpartisipasi di live shopping baik di TV ataupun online, dibandingkan konsumen lainnya di Asia Pasifik.
Melihat potensi konten video sebagai sumber informasi konsumen tentang suatu produk, brand shampo Kelaya pun sangat serius dalam menggarap konten-kontennya di platform seperti TikTok. Brand UMKM asal Surabaya ini mengutamakan konten yang edukatif, namun tetap menghibur, dengan mengedepankan penjelasan mengenai manfaat dan kandungan produknya.
“Konsumen Kelaya sangat menyukai konten-konten video yang informatif. Hal ini membuat kami menjadi lebih gencar untuk memberikan edukasi perawatan rambut dengan berkolaborasi bersama dokter sebagai ahli di bidangnya. Selain itu, kami juga terus memberikan informasi seputar kualitas dan kandungan produk kami sehingga membangun kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap keaslian dan keterjaminan produk Kelaya ini hingga mendorong mereka untuk membeli produk kami,” ucap Ardian Faisal Akbar, Founder & CEO Kelaya.
Sisi lain, interaksi antar konsumen ikut jadi penentu. Sebanyak 45% konsumen di Indonesia ternyata dipengaruhi oleh komunitas konten (content community). Mereka cenderung merayakan dan membagikan brand maupun produk yang mereka sukai atau mereka lihat, mewujudkan semangat “gotong royong” khas Indonesia untuk membantu satu sama lain (Alturistic Sharings).
Selain itu, 81% konsumen Indonesia membuat konten dengan cara yang ‘mengalir’ atau interaktif dengan mengikuti tren dari para kreator, serta mendorong pengguna lainnya agar berkontribusi di kolom komentar, like, dan lainnya. Hal ini juga terlihat dari para pengguna di TikTok yang ingin saling terhubung, berinteraksi, dan mempengaruhi keputusan pemilihan brand atau produk.
“Perilaku tren konsumen di Indonesia yang sangat kuat dalam komunitas konten, menjadi peluang emas bagi kami untuk mengoptimalkan bisnis di TikTok. Ke depannya, kami melihat bagaimana sesama kreator bisa saling mempengaruhi, karena itulah kami ingin berkolaborasi dengan kreator, bukan hanya untuk mengulas, tapi juga menciptakan produk bersama,” ungkap Hikma Sukmawati, Owner, HEYLOOK brand fashion lokal.
Brand lokal tidak bisa lagi hanya mengandalkan pendekatan tradisional. Strategi Shoppertainment yang sukses memerlukan kombinasi konten informatif, pengalaman berbelanja yang mudah atau seamless, dan keterlibatan konsumen yang aktif melalui komunitas dan konten kreator.
Dengan beradaptasi terhadap tren-tren ini, memungkinkan brand untuk dapat terhubung dengan generasi pembeli yang percaya diri dalam menemukan dan membeli produk sambil mereka menikmati hingga ikut membuat konten mengenai brand tersebut.
STEVY WIDIA
Discussion about this post