youngster.id - Dalam laporan terbaru yang berjudul “Membiayai transisi energi: Bagaimana mengalirkan dana untuk mencapai ekonomi Net-Zero”, Energy Transitions Commission (ETC) menyebut investasi di bidang energi bersih harus meningkat empat kali lipat dalam dua dekade ke depan.
Untuk itu, ETC menekankan pentingnya kebijakan pemerintah yang kuat terkait ekonomi riil dan sistem keuangan apabila ingin mengalirkan dana pembiayaan dalam skala yang diperlukan. Laporan tersebut juga mengidentifikasi pembayaran “konsesional/hibah” yang dibutuhkan untuk mendukung percepatan pensiun dini pembangkit listrik uap bertenaga batu bara, pengakhiran deforestasi, dan pembiayaan penyerapan karbon.
Investasi modal sekitar US$3,5 triliun per tahun akan dibutuhkan hingga tahun 2050 untuk membangun perekonomian net-zero di skala global, naik dari belanja modal saat ini yaitu US$1 triliun per tahunnya. Dari kebutuhan invetasi tersebut, 70% akan diperlukan untuk infrastruktur dasar pembangunan rendah karbon seperti pembangkitan tenaga listrik, transmisi, dan distribusi. Di hampir semua sektor perekonomian, infrastruktur-infrastruktur dasar tersebut menjadi fondasi dekarbonisasi.
Kebijakan ekonomi riil yang dirancang dengan baik harus menciptakan insentif yang kuat bagi investasi pihak swasta dalam transisi energi. Contoh dari kebijakan ekonomi yang baik adalah penetapan target ambisius untuk pembangkitan energi terbarukan pada tahun 2030, penetapan harga karbon dan regulasi produk guna mendorong dekarbonisasi dalam industri berat, penerbangan, dan perkapalan, serta target tahun pelarangan penjualan mobil dengan mesin pembakaran konvensional.
Tindakan utama lainnya termasuk berbagai bentuk regulasi keuangan, dukungan fiskal yang ditargetkan untuk pengembangan dan penerapan awal teknologi baru, serta komitmen Net-Zero dari lembaga keuangan.
Secara konseptual, pembiayaan investasi (yang diekspektasikan untuk memberikan keuntungan) akan berbeda dengan pembiayaan “konsesional/hibah” yang berperan penting guna membantu menutupi biaya ekonomi percepatan pensiun dini pembangkit listrik uap bertenaga batu bara, untuk mengompensasi insentif deforestasi, dan untuk mendanai aktivitas penyerapan karbon.
“Aliran pendanaan yang memadai merupakan kunci untuk merealisasikan masa depan Net-Zero dan membatasi dampak perubahan iklim. Pembiayaan melalui investasi swasta, pemerintah, dan filantropi dibutuhkan untuk menghasilkan pendanaan dalam skala besar dan aliran pendanaan internasional guna memastikan kita beralih dari pembuatan target ke pengambilan aksi, serta menghasilkan perekonomian global rendah karbon,” kata Adair Turner, Chairman Energy Transitions Commission.
Akselerasi investasi yang diseimbangi dengan penghematan
Sebagian dari investasi yang dibutuhkan akan diimbangi dengan pengurangan investasi dalam bahan bakar fosil. Hal ini dapat memangkas kebutuhan investasi modal dari US$3,5 triliun per tahun menjadi US$3 triliun secara net, dengan asumsi US$0,5 triliun akan dikerahkan untuk investasi bari di sektor bahan bakar fosil. Ini setara dengan 1,3% dari rata-rata proyeksi Pendapatan Domestik Bruto global tahunan selama 30 tahun ke depan.
Meski tergantung dengan perkembangan harga bahan bakar fosil, investasi ini juga dapat menciptakan sistem energi dengan biaya operasional yang lebih rendah dari sistem eksisting, menghasilkan penghematan sebesar US$2–3 triliun per tahun pada tahun 2050 dan seterusnya. Di negara berpenghasilan rendah dan menengah, skala investasi tersebut akan tetap diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, meski dalam situasi tidak adanya tantangan perubahan iklim.
Melihat hal di atas, biaya inkremental yang dibutuhkan akan berada jauh di bawah kebutuhan investasi bruto. Namun, realokasi dan mobilisasi modal dalam skala yang diperlukan tidak akan terjadi tanpa kebijakan ekonomi riil yang kuat di seluruh bidang perekonomian, serta aksi untuk mengatasi tantangan sektor keuangan di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah.
Melihat investasi transisi energi membutuhkan investasi modal yang besar, proyeksi ETC menunjukkan bahwa puncak kebutuhan investasi akan terjadi di sekitar tahun 2040, seiring dengan pengembangan sistem energi masa depan, sebelum akhirnya menurun ke laju penggantian aset yang lebih rendah.
Investasi global – insentif untuk berinvestasi apa pun tantangannya
Secara global, tedapat pendanaan yang cukup untuk membiayai transisi energi. Meskipun terdapat sejumlah tantangan jangka pendek terkait investasi dalam masa transisi (misal, suku bunga tinggi), hal ini dinegasi oleh biaya pembangunan dan operasional energi terbarukan yang lebih murah daripada bahan bakar fosil baru di lebih dari 95% pasar listrik global. Hal ini ditambah dengan terjadinya dorongan untuk berinvestasi dalam ketahanan energi serta penghematan efisiensi.
Peningkatan skala investasi yang diperlukan akan berbeda sesuai dengan pengelompokan penghasilan negara. Dalam perekonomian berpenghasilan tinggi, investasi tahunan untuk membangun perekonomian Net-Zero perlu meningkat dua kali lipat dari tingkat saat ini, paling lambat pada tahun 2030. Di negara berpenghasilan rendah dan menengah, diperlukan peningkatan empat kali lipat yang paling lambat pada tahun 2030.
Di semua negara, sebagian besar pembiayaan akan berasal dari lembaga keuangan swasta dan mekanisme pasar apabila kebijakan ekonomi riil dirancang dengan baik. Namun, bahkan dalam perekonomian berpenghasilan tinggi, lembaga keuangan publik harus memainkan peran dalam membiayai jenis investasi tertentu, seperti teknologi yang baru pertama kali diterapkan, infrastruktur (misal, jaringan transportasi dan distribusi hidrogen serta CCUS), dan retrofit bangunan residensial.
Di beberapa perekonomian berpenghasilan rendah dan menengah, hanya mengandalkan aliran finansial dari pihak swasta tidak akan dapat menjamin investasi yang memadai mengingat tantangan yang diciptakan oleh tingginya risiko ekonomi makro aktual, penghematan domestik yang tidak memadai, dan faktor-faktor lain yang meningkatkan biaya serta mengurangi aliran pembiayaan swasta.
Oleh karena itu, diperlukan peningkatan yang signifikan dalam aliran finansial internasional ke sejumlah perekonomian berpenghasilan rendah. Sebagaimana yang diusulkan dalam laporan Songwe-Stern, pembiayaan dari negara ekonomi tinggi ke ekonomi berkembang akan memerlukan peningkatan besar dalam skala pembiayaan yang disediakan oleh para Multilateral Development Banks (MDBs) dan perubahan dalam strategi dan pendekatan MDBs yang dapat membantu meningkatkan mobilisasi investasi swasta.
Dukungan yang diberikan oleh lembaga keuangan dan regulasi keuangan dapat mengakselerasi proses realokasi modal. Lembaga keuangan harus mengembangkan rencana transisi Net-Zero, yang dapat memainkan peran dalam mobilisasi modal dan transformasi aset menjadi teknologi rendah karbon. Regulasi keuangan juga seharusnya memastikan pelaporan dan pengelolaan yang transparan atas risiko serta strategi yang berhubungan dengan perubahan iklim.
Peran yang sangat penting untuk pembayaran konsesional/hibah
Dengan adanya kebijakan yang baik, investasi modal akan menghasilkan keuntungan positif bagi para investor. Namun, pencapaian pengurangan emisi akan mengakibatkan biaya ekonomi – khususnya, percepatan pensiun dini pembangkit listrik uap bertenaga batu bara yang masih memiliki daya saing operasional dibandingkan dengan energi terbarukan, penghentian deforestasi yang menghasilkan pengembalian positif kepada para pemilik lahan dan bisnis, serta peningkatan skala pelenyapan karbon dioksida.
Oleh karena itu, pembayaran konsesional/hibah untuk mengompensasi biaya-biaya ini di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (tidak termasuk Tiongkok) menjadi sangat penting untuk dapat mencapai sekitar US$0,3 triliun per tahun paling lambat pada tahun 2030 jika perekonomian global ingin mencapai tujuan dalam menahan kenaikan suhu di 1,5°C. Secara teori, dana ini dapat berasal dari perusahaan swasta melalui pasar karbon sukarela (voluntary carbon market), filantropi, dan pembiayaan bilateral dari negara berpenghasilan tinggi.
Pada tahun 2030, pembiayaan konsesional/hibah ini dapat mencapai:
- Sekitar US$25–50 miliar per tahun untuk mencapai percepatan pensiun dini aset pembangkit listrik ataupun pertambangan batu bara yang ada, dengan kebutuhan pembayaran ini menurun menjadi nol paling lambat pada tahun 2040.
- Sekitar US$130 miliar per tahun untuk pengakhiran deforestasi paling lambat pada tahun 2030 – dengan potensi jumlah pembiayaan jauh lebih tinggi apabila konsumsi daging merah terus meningkat. Skala pembayaran ini menimbulkan pertanyaan apakah dana yang tersedia akan lebih baik digunakan melalui mekanisme cara lain, mis., secara langsung mendukung pemerintah yang bersedia dan mampu memberlakukan larangan deforestasi.
- Sekitar US$100 miliar per tahun untuk mendanai penyerapan karbon. Awalnya pembiayan ini diperuntukkan untuk solusi berbasis alam seperti reboisasi, tetapi aka nada peningkatan peran pada tahun 2030/40-an untuk solusi buatan seperti Penangkapan Karbon dan Penyimpanan Udara Langsung (Direct Air Capture of Carbon and Storage – DACCS). (*AMBS)
Discussion about this post