youngster.id - Badan usaha milik negara menjadi yang terdepan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan pemerintah berfokus pada revitalisasi dan perampingan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kontribusi BUMN terhadap perekonomian cukup besar, yaitu Rp371 triliun atau sekitar 18% dari anggaran 2021, melalui pajak, dividen, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Terlebih, total aset seluruh BUMN setara dengan setengah PDB Indonesia atau sekitar Rp9.000 triliun (data 2021).
Di bawah kepemimpinan Kementerian BUMN, banyak hal telah dilakukan untuk mengubah entitas tersebut, termasuk pembentukan perusahaan induk dan prakarsa restrukturisasi.
BUMN kini dikelompokkan menjadi dua belas perusahaan induk untuk mendukung strategi prioritas pemerintah, meningkatkan sinergi, dan memperkuat kapabilitas permodalan/pendanaan. Beberapa perusahaan induk besar tersebut bergerak di sektor energi, pertambangan, ultra-mikro, perkebunan, farmasi, dan pasokan makanan.
Di sektor komoditas, untuk menghasilkan produk dengan nilai jual lebih tinggi di luar smelter, misalnya, pemerintah mendorong investasi di bidang produksi baterai kendaraan listrik. Indonesia Battery Corporation (IBC) dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dengan konsorsium melibatkan BUMN, seperti, MIND ID (perusahaan induk pertambangan Indonesia), Antam (perusahaan penambang nikel dan emas), Pertamina (perusahaan migas terbesar di Indonesia), dan PLN (perusahaan listrik BUMN).
Transformasi BUMN mengalami percepatan pada periode kedua Presiden Jokowi, jika dibandingkan dengan periode pertama.
Selain IBC, perusahaan induk ultra-mikro adalah contoh baik dari potensi sinergi antar BUMN di sektor itu (antara Bank Rakyat, PNM, dan Pegadaian) dalam hal pendanaan dan data nasabah untuk menumbuhkan peminjam mikro dari 15 juta pada 2020 menjadi 29 juta pada 2024.
Bersamaan dengan itu, jumlah BUMN juga dikurangi menjadi 41 pada akhir 2022 dari 113 pada 2019. Sekitar 70 di antaranya hampir tidak beroperasi, dengan rencana untuk terus menurunkan jumlahnya menjadi 30 pada fase berikut (2023-2024) untuk meraih manfaat efisiensi.
Dalam pandangan DBS Group Research, upaya itu kurang dihargai tetapi sangat penting untuk menyeimbangkan kembali sumber daya dan meningkatkan manfaat efisiensi. Antara 2005-2020, pemerintah menyuntikkan lebih dari Rp250 triliun ke BUMN, tetapi beberapa masih belum berjalan sesuai harapan. Dana dapat digunakan di bidang lain yang akan berdampak lebih besar atau mengurangi beban anggaran.
Beberapa program bantuan juga telah diluncurkan melalui badan milik negara untuk melindungi rumah tangga berpenghasilan rendah. Beberapa program telah dijabarkan, termasuk Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta rumah tangga, Bantuan Pangan Non-Tunai untuk 18,8 juta penerima, Bantuan Pelajar (Indonesia Pintar) untuk 17,9 juta siswa dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan Asuransi Kesehatan Universal (PBI) untuk 96,8 juta penduduk.
Selagi perekonomian memasuki fase endemik Covid, beberapa program yang tersedia selama pandemi dihentikan, seperti, bantuan tunai, diskon listrik, diskon BBM, voucher internet untuk pelajar, dan program pengangguran.
Salah satu program yang dipertahankan adalah KUR (Kredit Usaha Rakyat). Untuk program tersebut pemerintah menggandakan anggarannya, dari ~Rp100 triliun pada 2017 menjadi Rp190 triliun pada 2022.
Program tersebut disalurkan oleh bank BUMN, termasuk Bank Rakyat Indonesia sebagai penyalur utama KUR. Di bawah Kementerian BUMN, pemerintah juga memiliki program pinjaman mikro di bawah MEKAR, yang diberikan kepada 12 juta usaha kecil dan mikro. Program ini khususnya untuk perempuan dan penduduk pedesaan. Jika dikombinasikan dengan KUR, program itu menjangkau lebih dari 20 juta peminjam, jumlah berarti jika dibandingkan dengan 260 juta penduduk Indonesia.
Radhika Rao, Senior Economist, DBS Group Research & Maynard Priajaya Arif, Head of Research, DBS Group
Discussion about this post