youngster.id - National University of Singapore (NUS) menggelar NUS Innovation Forum (NIF) edisi perdana di Indonesia, menghadirkan para pemimpin universitas dan praktisi industri untuk membahas bagaimana pendidikan tinggi dapat tetap relevan di tengah percepatan perkembangan kecerdasan buatan (AI).
Presiden NUS, Profesor Tan Eng Chye, dalam sambutan pembuka menekankan perlunya universitas mempertanyakan kembali bentuk, nilai, dan tujuan pendidikan tinggi saat AI mengubah cara pengetahuan diciptakan dan digunakan.
“Saat AI mengubah cara pengetahuan diciptakan, diakses, dan diterapkan, universitas harus menghadapi pertanyaan tentang relevansi mereka. Termasuk bentuk, nilai, dan tujuan pendidikan tinggi itu sendiri,” ujar Prof. Tan, dikuti Senin (8/12/2025).
Profesor Tan menyoroti kemampuan AI mempercepat riset ilmiah, mencontohkan terobosan pemodelan protein oleh DeepMind yang secara manual akan membutuhkan ratusan juta tahun kerja manusia. Ia menyebut NUS telah merekrut 134 anggota fakultas dalam dua tahun terakhir, termasuk 27 spesialis AI, untuk memperkuat kesiapan menghadapi perubahan tersebut. Namun ia juga mengingatkan risiko mahasiswa menggunakan AI untuk menghindari proses berpikir mendalam.
Dari Indonesia, Profesor Lavi Rizki Zuhal (ITB) menyatakan bahwa kurikulum harus dirombak agar mahasiswa dapat bekerja berdampingan dengan sistem cerdas. Menurutnya, banyak pendidik masih menolak AI, padahal mahasiswa sudah menggunakannya dalam keseharian.
Dr. Danang Sri Hadmoko (UGM) menekankan perlunya riset lintas disiplin yang menggabungkan komputer sains dengan psikologi, kedokteran, hingga ilmu sosial untuk memastikan penggunaan AI tetap relevan secara teknis dan sosial. Ia juga menyampaikan tantangan biaya riset AI yang tinggi, terutama kebutuhan komputasi cloud, sehingga kolaborasi multipihak menjadi keharusan.
Profesor Hamdi Muluk (UI) mengingatkan bahwa AI juga membawa risiko baru, termasuk di aspek kesehatan mental. Ia mencontohkan kasus ketika generasi muda mencari dukungan emosional dari sistem AI yang kemudian memberi respons keliru. Ia mendorong universitas memperkuat dukungan berbasis komunitas dan kesehatan mental untuk membangun ketahanan mahasiswa.
NIF Jakarta melanjutkan penyelenggaraan forum serupa di Manila, San Francisco, Suzhou, Beijing, Shanghai, dan Tokyo. NUS menegaskan bahwa forum ini menjadi wadah kolaborasi lintas negara untuk mendorong inovasi yang berkontribusi pada kemajuan ekonomi dan sosial di kawasan.
Forum ini sekaligus memperlihatkan komitmen universitas dan industri kawasan untuk bukan hanya beradaptasi terhadap perkembangan AI, tetapi juga ikut membentuk masa depan pendidikan dan inovasi di Asia Tenggara. (*AMBS)
