youngster.id - Pakar agronomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bayu Krisnamurthi mengungkapkan bioteknologi akan menjadi bisnis masa depan karena memiliki potensi ekonomi yang cukup besar. Bahkan di pasar dunia hasil bioteknologi diperkirakan mencapai US$ 604,40 miliar di tahun 2020.
Hal ini disampaikan Bayu dalam seminar bertajuk “Refleksi dan Masa Depan Bioteknologi Pertanian dalam Mendukung Kedaulatan Pangan di Indonesia”. “Indonesia adalah sumber bioteknologi. Jadi, ruangnya luar biasa besar. Bisnis bioteknologi sangat menguntungkan jika telah menguasai riset, teknologi, dan infrastrukturnya,” papar Bayu dalm seminar tersebut, Senin (29/1/2018) di Jakarta.
Menurut mantan wakil menteri pertanian itu mengungkapkan bahwa selama ini bioteknologi hanya difokuskan pada produk rekayasa genetika atau Geneticaly Modified Organism (GMO). Produk GMO hanya 10% kontribusinya pada bioteknologi, sementara 90% sisanya selama ini justru tidak disentuh.
Sementara itu, Ketua Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika (KKH-PRG) Agus Pakpahan mengatakan Agus mengakui kehadiran bioteknologi tanaman pangan belum diterima sepenuhnya di semua negara secara terbuka. Namun, dia meyakini seiring dengan perjalanan waktu dan penyempurnaan, produk tanaman biotek terus dilakukan maka akan bertambah pula negara-negara yang membuka pintu akan kehadiran tanaman biotek.
“Secara riset bioteknologi, Indonesia tidaklah ketinggalan dibanding negara-negara maju. Hanya saja untuk pelepasan produk tanaman rekayasa genetika sikap hati-hati pemerintah bukanlah menolak akan produk tanaman biotek ini,” katanya.
Hingga kini terdapat beberapa produk bioteknologi yang telah mendapatkan persetujuan keamanan pangan di Indonesia. Lembaga yang dipimpinnya, baru- baru ini menyetujui dua produk bioteknologi antara lain tebu tahan kekeringan dan jagung toleran herbisida.
“Kedua produk ini sedang menunggu persetujuan untuk rilis komersial agar memenuhi persyaratan guna dibudidyakan dalam pertanian di Indonesia bagi kepentingan petani,” ujar mantan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian itu.
STEVY WIDIA
Discussion about this post