BRI Dorong Perusahaan Rintisan Kembangkan Fintech

BRI tantang para startup digital ciptakan aplikasi terapan melalui ajang BRI Digital Challenge (Foto: dok. BRI/Youngsters.id)

youngster.id - Indonesia masih memiliki tantangan untuk membangun layanan keuangan inklusif. Pasalnya baru 36 % dari total penduduk memiliki rekening bank. Untuk itu PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) mendorong para penggiat usaha rintisan (start up) untuk mengembangkan industri layanan keuangan digital.

“Indonesia masih memiliki tantangan untuk membangun layanan keuangan inklusif di mana baru 36 persen dari total penduduk dewasa yang memiliki rekening bank dari data Global Findex 2014. Teknologi bisa mengakselerasi penetrasi layanan finansial,” kata Hari Siaga Amijarso Sekretaris Perusahaan BRI dalam siaran pers baru-baru ini.

Karena itu BRI menggelar “BRI Digital Challenge” untuk mengkompetisikan terobosan pelaku usaha “start up” dalam bidang finansial teknologi untuk para pelaku usaha mikro kecil dan menengah.

“BRI Digital Challenge ini untuk mendongkrak kreativitas, meningkatkan produktivitas, efiesiensi sekaligus kualitas hidup masyarakat dengan menciptakan teknologi aplikasi yang bermanfaat,” ujarnya.

Menurut Hari dengan merangkul para pengusaha yang melek teknologi, maka adaptasi teknologi untuk perkembangan layanan finansial akan semakin mudah. Layanan finansial digital, kata Hari, dapat mempercepat peningkatan tingkat keuangan inklusi.

Sebelumnya, Tuahta Aloysius Saragih Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengatakan di Indonesia ada kesenjangan keuangan (financial gap) yang cukup tinggi. Pasalnya, hanya sedikit masyarakat yang bisa dijangkau oleh pinjaman perbankan. “Ada riset yang mengatakan bahwa ada gap yang belum bisa dibiayai oleh perbankan nilainya mencapai Rp988 triliun,” katanya.

Berdasarkan data OJK saat ini total kebutuhan pembiayaan mencapai Rp1.649 triliun, sedangkan kapasitas pembiayaan yang dimiliki oleh industri jasa keuangan tradisional hanya Rp660 triliun, atau sekitar 40 persen saja dari kebutuhan. Padahal, segmen usaha kecil dan menengah (UKM) nasional yang belum terjamah bank berpotensi menjadi nasabah industri keuangan di Indonesia.

Menurut Aloysius, bank milik pemerintah dengan jaringan terbesar PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) saja belum tentu bisa memberikan pinjaman ke daerah yang belum ada kantor cabang atau perwakilannya. Bahkan sekitar 60 % masyarakat Indonesia masih belum mengenal layanan perbankan. Ia mengungkapkan meningkatkan inklusi keuangan dengan menggunakan fintech merupakan cara paling mudah dan cepat. Apalagi untuk daerah-daerah seperti Indonesia yang pulau-pulaunya terpisah-pisah. Pasalnya, jangkauan fintech akan jauh lebih baik dibandingkan perbankan konvensional.

Bisnis finctech di Indonesia saat ini menurutnya masih bayi tetapi kedepannya akan tumbuh dengan cepat. Presiden Joko Widodo juga telah menyebutkan potensi besar yang dimiliki oleh industri fintech ini. Walaupun demikian, OJK juga menilai sisi keamanan transaksi keuangan harus dijaga agar masyarakat merasa aman. Aloysius menambarhkan OJK akan segera mengeluarkan peraturan untuk mengatur fintech. “Aturan ini tidak akan terlalu ketat tetapi tidak juga terlalu longgar. Hal ini agar perkembangan Fintech bisa semakin pesat sekaligus menjaga keamanan konsumen,” ujarnya.

STEVY WIDIA

Exit mobile version