youngster.id - Henti Jantung Mendadak (Sudden Cardiac Arrest/SCA) merupakan silent killer karena bisa datang kapan saja dan di mana saja. Pertolongan pertama yang cepat, khususnya penggunaan teknik CPR, dapat meningkatkan peluang untuk bertahan hidup dan pemulihan.
Memperingati Hari Jantung Sedunia, Philips Indonesia sebagai bagian dari Royal Philips menyelenggarakan sesi pelatihan Resusitasi Jantung Paru (CPR) dan AED sebagai upaya menyebarkan kesadaran tentang CPR bagi masyarakat yang lebih luas.
“Dengan pelatihan itu diharapkan siapa saja untuk membantu korban henti jantung mendadak, kapan saja dan di mana saja. Ini adalah sesuatu yang perlu sadari oleh masyarakat, bahwa semua orang bisa menyelamatkan nyawa,” kata dokter spesialis jantung, dr. Jetty R. H. Sedyawan yang juga menjabat sebagai Sekjen Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia di di XXI Club, Djakarta Theater.
Jetty juga menyebutkan tentang masa emas – tiga menit pertama setelah terjadinya henti jantung mendadak. Jika CPR dilakukan dalam kerangka waktu ini, ada kemungkinan besar korban akan bertahan hidup tanpa terjadi kerusakan pada otak. Namun, setelah masa tiga menit ini berlalu, semakin tinggi risiko korban menderita kerusakan otak akibat serangan tersebut
Pelatihan ini diberikan kepada 40 peserta yang terdiri dari Kementerian Kesehatan, Yayasan Jantung Indonesia, wartawan atau perwakilan kantor media dan blogger dalam upaya menyebarkan kesadaran tentang CPR bagi masyarakat yang lebih luas.
“Di Philips, kami ingin mendukung lebih banyak orang untuk mampu menjadi penyelamat. Kami berharap dengan berbagi pengalaman ini, para peserta bisa menginspirasi orang lain untuk menjadi first-responder,” kata Presiden Direktur Philips Indonesia, Suryo Suwignjo.
Sebagai bagian dari pelatihan, para peserta juga dilatih untuk mencari dan menggunakan Automated External Defibrillators (AED), yang terlihat di beberapa area umum dan perkantoran. Dengan pengetahuan yang tepat, bahkan mereka yang tidak memiliki pengalaman atau latar belakang pendidikan di bidang kedokteran dapat meningkatkan kesempatan hidup korban henti jantung mendadak.
“Inisiatif ini juga telah dilakukan di negara lain, seperti Singapura, Korea, dan sekarang di Indonesia. Ini hanya sebagian dari ambisi global kita yang lebih besar untuk meningkatkan kesadaran seputar henti jantung mendadak. Orang-orang yang berada di lokasi terdekat dengan korban memiliki dampak yang besar pada kesempatan hidup korban—apakah korban dapat bertahan hidup atau tidak pada saat terserang SCA. Mengetahui bagaimana melakukan CPR dan menggunakan defibrillator dapat menyelamatkan nyawa,” tutup Suryo.
Kementerian Kesehatan pada tahun 2014 memperkirakan bahwa ada 10.000 orang per tahun – atau 30 orang per hari – yang mengalami henti jantung mendadak. Data yang sama juga menunjukkan bahwa frekuensi SCA akan meningkat seiring dengan peningkatan penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke, yang diperkirakan mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030. Sementara itu, dari data PERKI pada tahun 2016 menemukan bahwa angka kejadian henti jantung mendadak berkisar antara 300.000 – 350.000 insiden setiap tahunnya.
Henni T. Soelaeman
Discussion about this post