youngster.id - Pemerintah global semakin menyoroti masalah keamanan digital. Hal ini terlihat dari semakin ketat regulasi dan potensi larangan penggunaan sosial media terutama untuk anak-anak dan remaja di berbagai negara. Salah satu media digital yang menjadi sorotan utama adalah TikTok.
Isu utama adalah metode pengumpulan data ekstensif TikTok yang mencakup Riwayat penelusuran, lokasi dan pengenalan biometrik. Hal ini mendorong TikTok Indonesia dengan pengguna lebih dari 160 juta memperkuat komitmen terhadap keamanan digital.
Head of Public Policy and Government Relations TikTok Indonesia, Hilmi Adrianto, menegaskan bahwa keamanan pengguna adalah prioritas utama.
“Keamanan digital tidak hanya sekadar menghapus konten berbahaya, tetapi juga memastikan seluruh pengguna, termasuk remaja, dapat berkreasi, terhubung, dan berekspresi dalam ruang digital yang aman dan positif,” ujar Hilmi dalam keterangannya dikutip Senin (22/12/2025).
Menurut dia, sepanjang tahun 2025 TikTok meluncurkan serangkaian inisiatif untuk memberi pengalaman digital yang lebih aman, positif, dan bertanggung jawab, terutama bagi para remaja.
Seperti kampanye Seru Berkreasi dan #SalingJaga bersama Yayasan SEJIWA. Kampanye ini berfokus pada Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jabodetabek dan telah menjangkau lebih dari 1.600 remaja melalui sesi literasi dan diskusi.
TikTok turut mendukung upaya memerangi Judi Online (Judol) melalui kampanye #LawanJudol, yang didukung Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Selain itu, pada semester I 2025, TikTok telah menghapus lebih dari 424 ribu konten terkait perjudian–di mana lebih dari 99% dihapus sebelum dilaporkan pengguna–serta menghapus sekitar 1,6 juta komentar yang mempromosikan Judol.
Aplikasi milik Bytedance ini juga memperkenalkan metode praktis 3C: Cek, Cegah, Cegat untuk mengidentifikasi dan melaporkan penipuan online.
“Kami terus memperkuat perlindungan melalui penegakan kebijakan, sistem moderasi berlapis, edukasi literasi digital, serta perluasan kolaborasi dengan pemerintah dan berbagai pihak untuk merespons tantangan di ruang digital yang terus berkembang,” ucap Hilmi.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi RI, Mediodecci Lustarini, menyambut baik upaya tersebut. Menurut dia, hal itu sejalan dengan prioritas Komdigi untuk memperkuat literasi digital, menekan konten berisiko, serta memastikan PSE beroperasi secara bertanggung jawab.
“Kami mengapresiasi upaya TikTok dalam menghadirkan edukasi, perlindungan, dan transparansi kepada public. Kolaborasi lintas pihak sangat penting untuk menjaga ruang digital tetap aman dan positif,” katanya.
Sejauh ini, sejumlah negara dan institusi, termasuk AS, Inggris, Australia, dan Uni Eropa, telah melarang penggunaan TikTok di perangkat pemerintah.
STEVY WIDIA



















Discussion about this post