youngster.id - Di Indonesia, ayam bukan sekadar lauk. Ia adalah denyut protein nasional, penyangga gizi jutaan keluarga, dan tulang punggung hidup ratusan ribu peternak kecil. Namun di balik piring makan yang tampak sederhana, tersembunyi industri yang rapuh: manajemen kandang yang tak efisien, biaya produksi yang mencekik, serta harga dan permintaan yang naik-turun tanpa ampun.
Di celah persoalan itulah Pitik lahir. Ia datang membawa janji besar—bahwa teknologi bisa mengubah kandang tradisional menjadi mesin produksi modern. Bahwa data, IoT, dan aplikasi bisa membuat peternak kecil berdiri sejajar dengan standar global. Untuk sesaat, janji itu tampak nyata. Namun seperti banyak kisah startup di Indonesia, cerita Pitik bukan hanya tentang kebangkitan, melainkan juga tentang jatuh yang sunyi dan menyakitkan.
Kebangkitan: Mimpi Besar dari Dunia Unggas
Pitik didirikan pada 2021 oleh dua sosok dengan latar yang saling melengkapi. Arief Witjaksono datang dari dunia peternakan unggas—mantan COO di peternakan tradisional—sementara Rymax Joehana membawa pengalaman panjang di bidang finansial, konsultasi, dan M&A. Keduanya sepakat pada satu hal: industri perunggasan Indonesia terlalu besar untuk dikelola secara konvensional.
Masalahnya nyata. Peternak ayam menghadapi inefisiensi kronis dalam manajemen pemeliharaan, biaya produksi yang tinggi, dan permintaan yang volatil. Padahal, konsumsi daging ayam nasional diproyeksikan tumbuh 13,5% hingga mencapai 9,3 kilogram per kapita pada 2029. Ironisnya, produktivitas peternak lokal masih tertinggal 20–30% dibanding standar global. Permintaan masif bertemu produksi yang timpang—kombinasi sempurna untuk disrupsi.
Pitik menawarkan jawaban: teknologi. Melalui aplikasi smart farming yang terhubung dengan perangkat IoT di kandang, Pitik memberi peternak data real-time tentang suhu, kelembapan, pakan, hingga performa ayam. Ditambah suplai sapronak berkualitas dan skema pembiayaan, Pitik memosisikan diri sebagai mitra end-to-end, bukan sekadar penyedia aplikasi.
Dan pasar merespons dengan antusias. Hingga Oktober 2022, Pitik mencatat pertumbuhan pendapatan 20 kali lipat—dari US$600 ribu menjadi US$12,2 juta. Sebanyak 500 sistem IoT terpasang di Pulau Jawa. Pembayaran kepada peternak diproses hanya dalam tujuh hari kerja, sebuah diferensiasi penting di industri yang terkenal lambat membayar. Pada Mei 2022, Pitik mengamankan pendanaan Seri A senilai US$14 juta dari Alpha JWC Ventures dan Wavemaker Partners. Ambisinya jelas: ekspansi nasional.
Di titik ini, Pitik disebut-sebut sebagai startup teknologi perunggasan terbesar di Indonesia. Bintang agritech yang sedang terbang tinggi.
Masalah Industri Perunggasan & Solusi yang Ditawarkan Pitik
|
Aspek |
Masalah di Industri Perunggasan |
Solusi dari Pitik |
|
Manajemen kandang |
Peternak ayam menghadapi inefisiensi dalam pengelolaan kandang, mulai dari pemantauan kesehatan ayam hingga pengaturan pakan dan lingkungan. |
Menyediakan aplikasi smart farming dan sistem manajemen kandang berbasis IoT untuk memantau operasional secara real-time. |
|
Biaya produksi |
Biaya operasional tinggi, terutama pakan dan pengelolaan kandang, menekan margin peternak. |
Optimalisasi penggunaan input melalui data dan rekomendasi berbasis teknologi untuk meningkatkan efisiensi produksi. |
|
Produktivitas nasional |
Produksi unggas Indonesia tertinggal 20–30% dari standar global, mencerminkan rendahnya efisiensi dan adopsi teknologi. |
Penerapan teknologi agritech untuk meningkatkan produktivitas peternak lokal agar mendekati standar global. |
|
Permintaan pasar |
Permintaan ayam bersifat fluktuatif, dipengaruhi daya beli, musim panen, dan kondisi ekonomi. |
Sistem data dan perencanaan produksi berbasis teknologi untuk membantu peternak menyesuaikan skala produksi. |
|
Pertumbuhan konsumsi |
Konsumsi ayam nasional diproyeksikan tumbuh 13,5% hingga 9,3 kg per kapita pada 2029, menciptakan tekanan pada sisi suplai. |
Meningkatkan efisiensi dan kapasitas produksi peternak agar mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat. |
|
Akses modal |
Banyak peternak kesulitan memperoleh pembiayaan untuk memperluas usaha atau meningkatkan kapasitas produksi. |
Menyediakan solusi pembiayaan bagi peternak yang membutuhkan modal kerja dan ekspansi. |
|
Pengambilan keputusan |
Keputusan operasional sering berbasis pengalaman dan intuisi, bukan data. |
Memberikan wawasan berbasis data real-time melalui dashboard smart farming untuk pengambilan keputusan yang lebih akurat. |
Retak Halus di Balik Pertumbuhan
Retak itu tidak datang dengan suara keras. Ia muncul pelan, nyaris tak terdengar, tersembunyi di balik grafik pertumbuhan dan euforia pasca-pendanaan. Satu tahun setelah dana besar masuk, arah cerita Pitik perlahan berubah. Seperti hukum tak tertulis di dunia startup, uang selalu datang bersama ekspektasi—dan ekspektasi hampir selalu menuntut satu hal: pertumbuhan yang lebih cepat, lebih besar, dan terlihat meyakinkan.
Pitik pun melaju. Ekspansi digencarkan, tim membengkak, struktur organisasi mengembang. Gaji naik, divisi-divisi baru dibentuk, dan peta ambisi diperluas. Sumatra masuk dalam rencana berikutnya. Narasi besar yang dibangun ke publik dan investor pun terdengar gagah: Pitik ingin menjadi tulang punggung rantai pasok ayam nasional, pemain kunci yang menghubungkan peternak, teknologi, dan pasar dalam satu ekosistem raksasa.
Namun industri unggas bukanlah SaaS yang hidup sepenuhnya di layar. Ia berpijak di tanah, di kandang, di cuaca yang tak bisa diprediksi, dan di daya beli masyarakat yang mudah goyah. Di sektor ini, angka tidak hanya ditentukan oleh produk dan strategi, tetapi oleh harga pakan, ongkos distribusi, kebijakan energi, dan psikologi konsumen.
Oktober 2022 menjadi pengingat pertama. Kenaikan harga BBM langsung menekan daya beli, sementara krisis Ukraina mendorong lonjakan harga pakan yang menggerus margin. Di tingkat konsumen, ayam—yang sering dianggap pangan sehari-hari—dalam kondisi tertentu tetap diperlakukan sebagai “makanan mewah”. Di tingkat peternak, siklus panen justru kerap menjatuhkan harga jauh di bawah kontrak yang telah disepakati. Ketidakpastian itu bukan anomali; ia adalah sifat dasar industri perunggasan.
Di titik inilah cerita mulai berbelok. Ekspansi yang semula dipuja sebagai bukti keberhasilan perlahan berubah menjadi beban. Pada Februari 2023, rencana masuk ke Sumatra ditahan dengan alasan kondisi ekonomi. Keputusan itu terasa defensif, bukan strategis. Badai memang belum datang sepenuhnya, tetapi angin kencang sudah cukup kuat untuk menggoyahkan keseimbangan.
Di balik layar, fondasi bisnis Pitik mulai menunjukkan retaknya. Model yang dibangun sangat bergantung pada asumsi pertumbuhan stabil dan ketersediaan pendanaan lanjutan. Ketika pasar mulai goyah—diterpa kombinasi harga pakan yang melonjak, dampak kenaikan BBM, dan karakter pasar domestik yang sensitif—ketahanan model itu diuji. Dan perlahan, jelas terlihat bahwa pertumbuhan cepat belum tentu berarti bisnis yang siap menghadapi gejolak.
Kejatuhan: Ketika Data Tak Lagi Menyelamatkan
Kejatuhan Pitik tidak terjadi dalam satu malam, tetapi ketika ia tiba, semua penyangga runtuh hampir bersamaan. Desember 2023 menjadi titik nadir yang tak lagi bisa ditutupi oleh narasi, presentasi, atau janji perbaikan. Angka berbicara tanpa basa-basi—pendapatan nol dolar AS, dengan kerugian bersih mencapai US$6,52 juta. Mesin bisnis berhenti, sementara beban biaya terus berjalan. Upaya terakhir untuk menggalang dana tambahan sebesar US$10 juta melalui skema convertible notes kandas di tengah jalan. Pintu yang diketuk satu per satu—termasuk milik investor lama seperti Alpha JWC Ventures dan MDI Ventures—tak juga terbuka.
Memasuki Februari 2024, realitas itu menjelma keputusan paling menyakitkan: lebih dari separuh karyawan diberhentikan. Dari sekitar 250 orang yang sebelumnya mengisi kantor dan kandang, hanya sebagian kecil yang tersisa. Namun itu belum akhir. Sebulan kemudian, pukulan terakhir datang—seluruh tim teknologi dilepas. Jantung dari sebuah agritech dicabut dari tubuhnya sendiri. Manajemen dilaporkan memilih kembali ke metode tradisional, seolah teknologi yang dulu diagungkan sebagai solusi justru menjadi beban yang tak lagi mampu dipikul.
Di tengah kekacauan itu, luka bertambah dalam. Cerita tentang pesangon yang tertunda mulai beredar di kalangan karyawan. Di saat yang sama, muncul kabar bahwa salah satu pendiri berada di Australia, tepat ketika para pekerja berjuang mencari kepastian tentang nasib mereka. Kepercayaan yang sudah rapuh kian runtuh, digantikan oleh rasa ditinggalkan.
April 2024, Pitik berhenti sepenuhnya. Operasional ditutup. Situs web tak lagi bisa diakses. Akun media sosial mendadak senyap, seolah perusahaan itu menghilang tanpa pamit. Unggahan Instagram terakhir pada 31 Maret 2024 menjadi ruang ratapan digital—dipenuhi komentar mantan karyawan yang menuntut kejelasan tentang hak mereka. Tak satu pun dijawab.
Beberapa bulan kemudian, pada Juli 2024, kepastian akhirnya datang dalam bentuk yang paling pahit. DealStreetAsia mengonfirmasi apa yang sebenarnya sudah lama dirasakan: Pitik resmi tutup. Startup yang pernah digadang-gadang sebagai masa depan teknologi perunggasan Indonesia berakhir tanpa peluncuran terakhir, tanpa pernyataan penutup, tanpa upacara. Data yang dulu menjadi kebanggaan tak lagi mampu menyelamatkan siapa pun.
Dua Kesalahan Fatal
Kejatuhan Pitik adalah potret klasik startup yang tumbuh terlalu cepat di era uang murah. Di saat modal mudah didapat dan pertumbuhan menjadi mantra utama, disiplin justru sering tertinggal. Dalam kasus Pitik, ada dua kesalahan mendasar yang perlahan namun pasti menggiringnya menuju jurang.
Kesalahan pertama adalah ketergantungan berlebihan pada pendanaan investor yang dibarengi ekspansi agresif. Pendanaan Seri A sebesar US$14 juta pada Mei 2022 memberi dorongan besar bagi Pitik untuk memperluas operasional dan merekrut talenta dalam skala besar. Struktur organisasi membesar, gaji meningkat, dan ambisi ekspansi nasional menguat. Namun pertumbuhan ini tidak sepenuhnya ditopang oleh model pendapatan yang benar-benar tahan guncangan. Ketika kondisi ekonomi berubah, beban biaya yang gemuk tak lagi bisa disangga oleh arus kas.
Tahun 2023 menjadi momen uji ketahanan. Rencana ekspansi ke Sumatra harus ditahan karena tekanan ekonomi. Di saat yang sama, muncul cerita tentang perekrutan berlebihan—jumlah karyawan yang membengkak dengan tingkat gaji di atas rata-rata pasar. Strategi yang sebelumnya masuk akal saat uang berlimpah berubah menjadi beban ketika realitas berbalik arah. Pitik tumbuh pesat setelah pandemi, mengumpulkan dana besar ketika suku bunga rendah dan modal terasa tak terbatas. Namun ketika badai datang, perusahaan mendapati dirinya membakar uang terlalu cepat dengan struktur biaya yang tak fleksibel, hingga akhirnya PHK besar-besaran tak terhindarkan.
Kesalahan kedua adalah kegagalan beradaptasi dengan volatilitas pasar unggas yang sejak awal dikenal liar. Dalam sebuah wawancara dengan Tech in Asia, Rymax, salah satu pendiri Pitik, pernah mengakui bahwa ada bulan-bulan ketika angka perusahaan terlihat positif, namun sewaktu-waktu bisa berubah menjadi negatif. Kesadaran itu ada, tetapi kesiapan operasional untuk menghadapinya ternyata tidak.
Volatilitas permintaan datang dari banyak arah. Dari sisi internal, konsumsi ayam di Indonesia masih fluktuatif karena pada kondisi tertentu dianggap sebagai makanan mewah. Saat musim panen tiba, harga ayam sering jatuh jauh di bawah harga kontrak yang disepakati antara startup dan peternak. Dari sisi eksternal, tekanan makin berat. Kenaikan harga pakan akibat krisis Ukraina memangkas margin industri, sementara setiap kenaikan harga daging ayam langsung memukul permintaan. Di dalam negeri, kenaikan harga BBM pada Oktober 2022 turut menekan daya beli, membuat pasar semakin rapuh.
Masalahnya, model bisnis Pitik sangat bergantung pada pertumbuhan yang stabil dan dapat diprediksi. Ketika perlambatan ekonomi datang pada awal 2023, ruang untuk bermanuver menjadi sempit. Pivot yang dibutuhkan terlalu besar, sementara waktu yang tersedia terlalu sedikit. Saat manajemen benar-benar menyadari bahwa fondasi bisnis mereka tak cukup lentur menghadapi perubahan, semuanya sudah terlambat.
Dua kesalahan ini—ketergantungan pada uang investor dan kegagalan beradaptasi dengan realitas pasar—bukan hanya milik Pitik. Ia adalah cermin bagi banyak startup yang terbuai euforia pertumbuhan, lupa bahwa dalam bisnis, kecepatan harus selalu diimbangi dengan ketahanan.
Kronologi Perkembangan Pitik hingga Penutupan Operasional
|
Waktu |
Peristiwa |
Keterangan |
|
2021 |
Pitik didirikan |
Didirikan oleh Arief Witjaksono dan Rymax Joehana dengan fokus digitalisasi industri perunggasan Indonesia. |
|
Mei 2022 |
Pendanaan Seri A |
Menggalang dana US$14 juta dari Alpha JWC Ventures dan Wavemaker Partners. |
|
Okt 2022 |
Puncak pertumbuhan |
Mencapai pendapatan US$12,2 juta dengan 500 sistem IoT terpasang di seluruh Pulau Jawa. |
|
2022 (akumulatif) |
Total pendanaan |
Menurut DealStreetAsia, total dana yang dihimpun mencapai US$15,76 juta dengan estimasi valuasi US$59,5 juta. |
|
Feb 2023 |
Ekspansi ditahan |
Menahan rencana ekspansi akibat kondisi ekonomi makro. |
|
Feb 2023 |
Ekspansi Sumatra ditunda |
Rencana ekspansi ke Sumatra resmi ditunda. Awal tekanan operasional. |
|
Des 2023 |
Krisis finansial |
Melaporkan pendapatan US$0 dan kerugian bersih US$6,52 juta. |
|
Des 2023 |
Pendanaan tambahan gagal |
Gagal menggalang US$10 juta dalam bentuk convertible notes. |
|
Des 2023 |
Investor lama menolak |
Upaya pendanaan ke Alpha JWC Ventures dan MDI Ventures tidak membuahkan hasil. |
|
Feb 2024 |
PHK gelombang pertama |
Lebih dari 50% karyawan diberhentikan. Saat itu Pitik mempekerjakan sekitar 250 staf. |
|
1 Apr 2024 |
PHK gelombang kedua |
Seluruh departemen teknologi diberhentikan. |
|
Apr 2024 |
Perubahan strategi |
Manajemen dilaporkan kembali ke metode operasional tradisional tanpa dukungan teknologi. |
|
Mar–Apr 2024 |
Masalah internal |
Karyawan melaporkan pesangon tertunda; salah satu co-founder diduga berada di Australia di tengah krisis. |
|
31 Mar 2024 |
Aktivitas publik terakhir |
Unggahan Instagram terakhir menampilkan komentar mantan karyawan terkait pesangon tanpa respons perusahaan. |
|
Apr 2024 |
Operasional dihentikan |
Operasional berhenti, situs web tidak dapat diakses, akun media sosial tidak aktif. |
|
Jul 2024 |
Penutupan resmi |
DealStreetAsia mengonfirmasi Pitik resmi berhenti beroperasi. |
Pelajaran Mahal dari Kandang yang Sunyi
Pitik pernah membuktikan satu hal penting: teknologi mampu membuat kandang ayam lebih efisien, peternak lebih berdaya, dan rantai pasok terasa lebih adil. Data real-time, sensor IoT, dan aplikasi pintar menjanjikan masa depan baru bagi industri yang selama ini berjalan di bawah bayang-bayang ketidakpastian. Namun, kisah Pitik juga membuka sisi lain dari ekosistem startup Indonesia—bahwa pertumbuhan tanpa daya tahan pada akhirnya hanya ilusi.
Di balik grafik yang menanjak dan narasi ekspansi, tersimpan pelajaran pahit tentang bagaimana optimisme yang tak dikawal kewaspadaan bisa menjelma jebakan. Optimisme jangka panjang memang diperlukan untuk menjaga visi tetap menyala. Tetapi tanpa pesimisme jangka pendek—tanpa kesadaran akan risiko yang bisa datang kapan saja—visi itu rapuh. Pendanaan seharusnya menjadi bahan bakar untuk melaju, bukan fondasi tempat bisnis berdiri. Ketika uang investor diperlakukan sebagai penyangga utama, guncangan kecil saja sudah cukup untuk merobohkan segalanya.
Kisah Pitik memperlihatkan bagaimana ekspansi agresif dan pertumbuhan cepat terasa menggoda, terutama ketika pasar terlihat luas dan dana tersedia berlimpah. Namun industri unggas bukan ruang steril seperti SaaS murni. Ia hidup di dunia nyata, di mana harga pakan melonjak, daya beli melemah, dan permintaan berayun liar. Di ruang seperti ini, kemampuan beradaptasi bukan keunggulan kompetitif—melainkan syarat hidup. Bergerak lambat berarti mati perlahan.
Pitik tidak runtuh karena idenya keliru. Justru sebaliknya, idenya relevan dan dibutuhkan. Ia runtuh karena terbang terlalu tinggi sebelum sayapnya cukup kuat menahan badai. Dalam industri yang tampak sesederhana ayam, pelajarannya justru kompleks: teknologi boleh canggih, tetapi bisnis tetap harus membumi, berpijak pada arus kas yang sehat dan realitas pasar yang tak selalu ramah.
Dari kandang yang kini sunyi, tersisa tiga pelajaran mahal. Pertama, bersikaplah optimis untuk jangka panjang, namun pesimis untuk jangka pendek—karena ancaman sering datang bukan dari mimpi besar, melainkan dari detail kecil yang diabaikan. Kedua, bangun bisnis yang mandiri, bukan sekadar mesin penggalangan dana; sebab ketika aliran modal terhenti, hanya fondasi yang kokoh yang bisa bertahan. Dan ketiga, beradaptasilah dengan cepat terhadap perubahan pasar, karena di ekosistem yang brutal, kelambanan adalah bentuk lain dari bunuh diri bisnis.
Pitik telah pergi. Namun pelajarannya tinggal—menjadi pengingat bahwa di dunia startup, pertumbuhan tanpa ketahanan hanyalah cerita indah yang berumur pendek. (*AMBS)
















Discussion about this post