youngster.id - Di pertengahan dekade 2010-an, ketika akses kredit masih menjadi mimpi bagi jutaan orang Indonesia, sebuah gagasan sederhana namun radikal muncul dari ruang kecil di Jakarta: bagaimana jika pinjaman darurat bisa cair dalam hitungan jam, tanpa formulir rumit, tanpa agunan, tanpa harus menyerah pada rentenir? Dari pertanyaan itu, lahirlah UangTeman—platform yang kemudian dianggap sebagai pionir fintech lending modern di Indonesia.
Selama beberapa tahun, UangTeman berdiri sebagai simbol perubahan. Ia menembus pasar yang selama ini tak tersentuh bank, membuktikan bahwa teknologi bisa membuka pintu bagi mereka yang paling terpinggirkan dari sistem finansial. UangTeman seolah menjadi bukti bahwa inovasi bisa berjalan berdampingan dengan misi sosial.
Namun, mimpi untuk menyelamatkan masyarakat dari jeratan pinjaman predatoris berbalik menjadi ironi pahit: sang pendiri justru harus berhadapan dengan dakwaan pidana terkait sengketa finansial perusahaan yang sedang runtuh.
Kebangkitan: Ketika Harapan Itu Bernama UangTeman
Awalnya, UangTeman lahir dari sesuatu yang sangat sederhana: sebuah kebutuhan mendesak yang gagal dipenuhi sistem keuangan formal. Aidil Zulkifli—seorang pengacara asal Singapura yang banting setir menjadi founder—melihat asisten kantornya di Jakarta harus meminjam uang dari rentenir demi menutup kebutuhan mendadak. Momen kecil itu menampar keras: puluhan juta orang Indonesia hidup tanpa akses kredit yang aman, terjebak pada pinjaman informal berbunga mencekik.
Dari kesadaran inilah, pada 2014 Aidil menggandeng Soon Chern Chua dan mendirikan PT Digital Alpha Indonesia, induk dari UangTeman. Setahun kemudian, pada April 2015, UangTeman resmi meluncur sebagai platform pinjaman mikro online pertama di Indonesia—sebuah terobosan di era ketika “fintech lending” bahkan belum menjadi istilah populer.
Mereka menawarkan sesuatu yang radikal untuk zamannya: pinjaman kecil tanpa agunan, pencairan cepat dalam hitungan jam, dan penilaian kredit berbasis data alternatif. Bunga memang sekitar 1% per hari—cukup tinggi untuk standar pinjaman formal—namun tetap jauh lebih manusiawi dibanding rentenir yang bisa menagih hingga 20% per hari.
Publik semula skeptis. Namun perlahan, angka bicara lebih keras daripada opini.
UangTeman tumbuh 20–25% setiap bulan. Pada 2016, mereka mencatat pertumbuhan lebih dari 300% dan tingkat gagal bayar di bawah 2%, sebuah capaian yang mengungguli banyak bank konvensional. Setahun kemudian, mereka sudah berekspansi ke lebih dari 14 kota dengan tingkat repeat borrowing mencapai 83%, tanda kuat bahwa produk mereka memang dibutuhkan.
Pada 2017, mereka meraih pendanaan Seri A sebesar US$12 juta dari nama-nama bergengsi seperti K2 Ventures, Enspire, hingga Draper Associates milik ikon Silicon Valley, Tim Draper. Kepercayaan investor menambah legitimasi, sementara basis pelanggan terus meluas.
Puncak kejayaan itu datang sekitar 2018–2019:
- Operasi di 16 kota
- Penyaluran pinjaman mencapai Rp430 miliar
- Lisensi tetap dari OJK—salah satu yang pertama di industri
- Pangsa pasar 31% untuk P2P lending individu
- Berjajar penghargaan bergengsi
- Status “pionir paling patuh” di tengah maraknya pinjol ilegal
Semuanya terlihat kokoh. Stabil. Menjanjikan.
Seolah UangTeman ditakdirkan menjadi cerita sukses fintech Indonesia.
Hingga badai itu datang.
Kejatuhan: Dari Pionir Menjadi Peringatan
Retakan pertama muncul diam-diam. Pada Oktober 2019, rencana penutupan pendanaan Seri B sebesar US$10 juta gagal. Investor menarik diri. Bagi startup yang model bisnisnya bergantung pada putaran pendanaan berikutnya untuk menjaga likuiditas pinjaman, ini bukan sekadar batu sandungan—ini bencana.
Lalu COVID-19 menghantam.
Dalam hitungan bulan, risiko gagal bayar melonjak. Pendapatan ambruk. Dua investor yang telah berkomitmen untuk Seri B—Pegasus Tech Ventures dan ACA Investments—membatalkan investasi mereka. UangTeman kehabisan bensin, kehabisan waktu, kehabisan momentum.
Pada Desember 2020, sesuatu yang lebih mengerikan terjadi:
perusahaan menghentikan penyaluran pinjaman, tak lagi membayar gaji, dan tidak menyetorkan pajak karyawan—meski slip gaji menunjukkan pemotongan.
Seorang mantan eksekutif mengungkapkan dengan getir: “Saya baru tahu pajak saya kurang bayar saat lapor tahunan. Selama 2020, slip gaji tetap menunjukkan potongan pajak, tapi perusahaan tidak menyetorkannya.”
Kemudian drama semakin gelap. Aidil terseret dugaan penipuan terkait cek sebesar US$150.000 yang berkaitan dengan sengketa pendanaan lama. Di tengah kekacauan finansial internal, konflik dengan investor membesar, dan cek ini menjadi percikan yang meledak menjadi perkara pidana.
Sementara itu, di level operasional, UangTeman membusuk dari dalam:
- 80+ karyawan mundur karena tak menerima gaji
- OJK mencabut izin pada Maret 2022
- Gugatan hukum datang bertubi-tubi
- Upaya menggugat balik OJK kandas di pengadilan
- Pada 2024, Aidil resmi dinyatakan bersalah terkait cek kosong
- Pada 2025, Mahkamah Agung menguatkan putusan
Akhirnya, founder yang dulu membawa harapan bagi jutaan orang justru harus mendekam di penjara, bukan karena praktik rentenir—tetapi karena sengketa cek yang muncul saat perusahaannya runtuh.
Sebuah ironi yang sangat pahit.
Ironi Besar: Ketika Misi Mulia Menjadi Lingkaran Karma
UangTeman lahir untuk membantu masyarakat keluar dari jeratan pinjaman predatoris. Untuk menutup celah yang dibiarkan sistem perbankan formal. Untuk menjadi “teman” bagi mereka yang tersisih.
Namun dalam perjalanan panjang yang melelahkan, hubungan yang memburuk dengan investor, tata kelola yang longgar, dan keputusan finansial yang serampangan justru menggiring sang founder ke dalam jeratan hukum. Nasib mempermainkan seperti lingkaran takdir: apa yang ingin dibenahi justru berbalik menghantam.
Kadang, dalam dunia startup, kamu bukan mati karena kalah bersaing.
Kamu mati karena salah langkah sendiri.
Kesalahan-Kesalahan Fatal UangTeman
1. Tumbuh Terlalu Cepat dengan Model yang Rapuh
Bisnis pinjaman mikro jangka sangat pendek adalah mesin yang hanya berjalan jika tiga hal stabil:
- pendanaan tersedia,
- risiko rendah,
- likuiditas longgar.
Begitu salah satunya goyah, semuanya ambruk.
Mereka tidak membangun diversifikasi produk seperti pemain besar lain (Kredivo, Akulaku), sehingga ketika kesulitan muncul, tidak ada bantalan.
2. Tata Kelola Buruk, Fondasi Runtuh
Masalah internal menumpuk:
- gaji tak dibayar
- pajak tak disetor
- penyaluran terhenti
- moral tim hancur
- komunikasi berantakan
Semua ini bom waktu bagi regulator. Begitu izin dicabut, tak ada jalan kembali.
3. Hubungan dengan Investor yang Tak Tertata
Kontrak ambigu, kesepakatan yang tidak tertulis rapi, serta penggunaan cek untuk menyelesaikan klaim investasi membuat sengketa berubah menjadi perkara kriminal.
Dalam lending, sedikit kekacauan administrasi bisa berujung kehancuran total.
Perjalanan UangTeman: Kebangkitan dan Keruntuhan
|
Tahun / Tanggal |
Peristiwa Utama |
Keterangan / Dampak |
|
2014 |
PT Digital Alpha Indonesia didirikan |
Menjadi perusahaan induk UangTeman. Fondasi awal platform fintech lending. |
|
Apr 2015 |
UangTeman resmi diluncurkan |
Layanan pinjaman mikro online pertama di Indonesia. Mengisi celah kredit untuk unbanked. |
|
Jun 2017 |
Terdaftar di OJK (POJK 77/2016) |
Legalitas awal memperkuat reputasi, saat banyak pemain lain beroperasi di area abu-abu. |
|
Agu 2017 |
Pendanaan Seri A USD 12 juta |
Dipimpin K2 Ventures & Alpha JWC. Salah satu pendanaan terbesar di sektor lending saat itu. |
|
2017 |
Investor Tim Draper ikut masuk |
Taruhan pertama Draper di Indonesia, meningkatkan kredibilitas global UangTeman. |
|
Agu 2019 |
Lisensi tetap OJK + first close Seri B |
Menjadi salah satu P2P lending pertama yang mendapat lisensi penuh. |
|
Okt 2019 |
Sisa pendanaan Seri B (USD 10 juta) gagal |
Investor menarik diri. Menjadi titik awal tekanan finansial serius. |
|
Awal 2020 |
COVID-19 melanda |
Risiko gagal bayar melonjak, pendapatan turun drastis, penyaluran pinjaman anjlok. |
|
2020 |
Dua investor membatalkan komitmen USD 10 juta |
Pegasus Tech Ventures & ACA Investments mundur dari pendanaan Seri B. |
|
Des 2020 |
Penyaluran pinjaman dihentikan |
UangTeman berhenti menyalurkan pinjaman baru. Diduga mulai berhenti membayar gaji & pajak karyawan. |
|
Des 2020 |
Slip gaji masih memotong pajak |
Pajak tidak disetor, memunculkan pelanggaran administrasi yang serius. |
|
Apr 2021 |
Operasi nyaris berhenti total |
>80 karyawan resign karena tidak menerima gaji. |
|
Okt 2021 |
Digugat investor Real Kapital |
Tuduhan pelanggaran kontrak memperburuk krisis likuiditas. |
|
Nov–Des 2021 |
Karyawan mengajukan petisi publik |
Menuntut pembayaran gaji. Perusahaan menunjuk FTI Consulting untuk restrukturisasi. |
|
Mar 2022 |
OJK mencabut izin UangTeman |
Perusahaan resmi dilarang beroperasi. Momen “game over” bagi bisnis. |
|
Pertengahan 2022 |
UangTeman menggugat OJK |
Gugatan ditolak pengadilan. Perusahaan gagal memulihkan izin. |
|
Mei 2024 |
Aidil ditangkap |
Terkait dugaan penipuan cek kosong dalam sengketa pendanaan 2016. |
|
Okt 2024 |
Aidil dinyatakan bersalah |
Putusan pidana dijatuhkan oleh pengadilan. |
|
Mar 2025 |
Mahkamah Agung menguatkan putusan |
Akhir pahit kisah UangTeman: sang founder resmi dipenjara. |
Tiga Pelajaran Penting dari Runtuhnya UangTeman
Peertama: Ketahanan lebih penting daripada pertumbuhan
Startup sering jatuh cinta pada grafik naik. Namun bisnis yang teruji krisis jauh lebih bernilai daripada pertumbuhan tanpa fondasi.
Kedua: Tata kelola dan kesejahteraan tim adalah jantung perusahaan
Gaji, pajak, SOP internal, relasi regulator—semua itu bukan “urusan belakang”.
Itulah penopang kepercayaan publik.
Ketiga: Perjanjian dengan investor harus eksplisit dan tertutup rapat
Dalam bisnis berbasis pinjaman, tidak boleh ada ruang abu-abu dalam pengelolaan dana. Ambiguitas adalah pintu menuju kehancuran.
Pada akhirnya, kisah UangTeman bukan sekadar tentang fintech yang gagal. Ini adalah cerita tentang ambisi yang melaju kencang tanpa sabuk pengaman, tentang founder yang ingin membantu banyak orang tetapi tersungkur oleh keputusan-keputusan yang tidak ia kendalikan sepenuhnya.
Dan seperti banyak tragedi di dunia startup, kejatuhan itu selalu datang lebih cepat daripada kebangkitannya. (*AMBS/diolah dari berbagai sumber)
