youngster.id - Sampah makanan kini menjadi masalah dunia karena memicu problem besar yang mengkhawatirkan. Hal ini mendorong konsorsium In2Food yang terdiri dari Universitas Prasetiya Mulya, Universitas Katolik Parahyangan, Binus University, Universitas Pembangunan Jaya, Universitas Ma Chung, Ghent University, Tampere University, dan Hotelschool The Hague menggelar Food Waste to Finish (FWTF) Summer School Program.
Ini adalah kompetisi untuk menjaring berbagai ide dan inisiatif manajemen sampah makanan dari kalangan mahasiswa.
“Konsorsium In2Food merupakan proyek kolaborasi antardisiplin ilmu dari sejumlah kampus yang didanai oleh Erasmus+ CBHE Program Uni Eropa sejak 2021. Sejak tahun lalu kami telah menggelar berbagai seminar dan penelitian terkait masalah sampah makanan,” kata Stevanus Wisnu Wijaya Direktur Riset dan Inovasi, Universitas Prasetiya Mulya dalam keterangan pers, Jumat (16/9/2022).
Pemenang ajang ini akan mendapatkan beasiswa penuh dari Erasmus+ CBHE Program Uni Eropa. Dalam perhelatan FWTF Summer School Program ini Universitas Prasetiya Mulya mengirimkan lima mahasiswa perwakilan untuk beradu konsep dan merancang kolaborasi dengan peserta dari kampus lain. Kelima mahasiswa terpilih tersebut, menurut Wisnu, sebelumnya telah mengikuti seleksi di internal kampus.
“Setiap peserta dipilih dari latar belakang keilmuan berbeda, ada yang dari jurusan teknologi bisnis, software engineering, ekonomi bisnis, matematika terapan, bisnis teknologi pangan, dan jurusan bisnis,” kata Wisnu.
Salah satu konsep bernama “Ibu Foodies” yang diusung Ni Putu Mas Swandewi dari Program Studi Software Engineering terpilih sebagai usulan solusi terbaik. Konsep ini
Swandewi menjelaskan, konsep aplikasi ini sebagai alat bantu pencegahan munculnya sampah makanan di tingkat rumah tangga. “Aplikasi ini bisa membantu para ibu untuk mencatat dan merencanakan belanja mereka. Di dalamnya terdapat teknologi artificial intelligence yang berguna untuk memindai aneka jenis sayur yang dibeli pengguna. Nantinya aplikasi mobile ini dapat menentukan usia sayur tersebut, sehingga pengguna tidak akan membiarkan bahan makanannya membusuk dan menjadi sampah,” paparnya.
Pada acara FWTF, konsep Swandewi itu kemudian berkembang menjadi lebih luas. Di sana, bersama anggota tim dari universitas lain, Ibu Foodies berkembang menjadi sebuah platform edukasi sosial. “Semangatnya masih sama, yakni mencegah timbulnya sampah makanan. Namun lewat platform ini kami merancang program edukasi bagi para ibu-ibu untuk mengenal lebih jauh bahan makanan yang biasa mereka beli,” katanya.
Lewat program edukasi “Turn That Veggie Waste Into Delicious Taste” ini peserta diajak untuk memanfaatkan sisa sayuran yang biasa terbuang untuk diolah kembali jadi makanan yang tak kalah lezat dan bernutrisi, atau ditanam kembali sehingga dapat tumbuh dan menghasilkan.
“Kami spesifik memilih segmen ibu-ibu karena kami menganggap mereka punya kekuatan untuk jadi agen perubahan khususnya jika menyasar food waste dalam skala rumah tangga. Kami berharap, jika semakin banyak ibu-ibu yang mendapat edukasi soal manajemen sampah makanan ini, maka perubahan besar yang kita harapkan bisa tercapai,” jelasnya.
Untuk tahap awal, program edukasi yang dijalankan Swandewi dan kawan-kawan menggandeng Komunitas Ibu Pembelajar Indonesia yang anggotanya sudah mencapai ribuan di berbagai daerah. Lewat komunitas ini, Swan berharap pemahaman soal manajemen sampah makanan bisa menyebar luas.
STEVY WIDIA
Discussion about this post