youngster.id - Pemerintah berencana untuk mengenakan pajak cuma-cuma pada beberapa model bisnis e–commerce. Namun Asosiasi E-Commerce Indonesia menuntut agar rencana pengenaan PPN cuma-cuma ini dibatalkan. Rencana itu dinilai akan persulit e-Commerce lokal bahkan membunuh kreatifitas.
“Asosiasi E-Commerce Indonesia menuntut agar rencana pengenaan PPN cuma-cuma ini dibatalkan. Apabila ini diberlakukan, maka akan membunuh kreatifitas para pemain baru, yang notabena diwajibkan untuk memberlakukan charge kepada semua bentuk layanan sejak hari pertama beroperasi. Negara negara lain yang sudah lebih dahulu mengembangkan e-commerce saja masih berhati-hati dalam memberlakukan aturan pajak, agar industri dapat terus berkembang dan manfaat dapat dinikmati semua pihak,” kata Daniel Tumiwa selaku Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) dalam siaran pers baru-baru ini di Jakarta.
Hal senada juga diungkapkan William Tanuwijaya, pendiri Tokopedia dan juga salah satu Dewan Pengawas idEA. Menurut dia pemerintah perlu memastikan bahwa jika mereka memang hendak menerapkan sebuah peraturan pajak baru, maka peraturan tersebut tidak akan mempersulit atau bahkan membunuh pelaku e–commerce dengan model bisnis tertentu.
“Tentunya jika para pemain lokal ingin bersaing dengan para pemain global, mereka juga harus mampu menawarkan produk yang dipersepsikan gratis oleh pengguna internet Indonesia dan menemukan model bisnis lainnya untuk bertahan. Misalnya, dengan menyediakan premium listing (iklan berbayar) atau opsi berlangganan kepada pengguna premium di samping listing gratis,” jelasnya.
Opsi berbayar itulah yang menjadi penghasilan dari platform. Nantinya sebagai perusahaan taat pajak, seluruh penghasilan tersebut wajib, sudah, dan akan terus dibayarkan pajak nya oleh para platform seperti iklan baris maupun marketplace.
Jika iklan gratis pun akan dikenakan pajak, maka tidak ada ruang untuk pemain lokal agar dapat bertumbuh dan bersaing dalam era internet yang borderless dan harus bersaing dengan pemain global sejak hari pertama layanan lokal diluncurkan.
“Harapan ke depan, Indonesia tidak hanya menjadi negara pasar, tapi juga mampu mengambil peran dalam potensi ekonomi digital yang ditargetkan pemerintah pada tahun 2020,” kata William.
Daniel menyebutkan, negara-negara lain yang telah lebih dulu mengadopsi e–commerce saja hingga sekarang masih berhati-hati dalam memberlakukan pajak, karena pemerintah negara tersebut ingin memastikan bahwa industri e–commerce tetap dapat berkembang.
Pada kesempatan terpisah, CEO Bhinneka Hendrik Tio juga menyebutkan bahwa sebenarnya, selama ini, pelaku e-commerce Indonesia telah bayar pajak sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dia berharap, pemerintah tidak akan mengada-ada peraturan mengenai pajak hanya karena e-commerce saat ini sedang populer.
STEVY WIDIA
Discussion about this post