youngster.id - Data BPS menunjukkan pada tahun 2020 sebanyak 56,7% penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan dan diprediksi jumlahnya akan semakin meningkat menjadi 66,6% di tahun 2035. Bank Dunia juga memperkirakan di tahun 2045 sebanyak 220 juta orang atau 70% dari penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan. Untuk itu, implementasi teknologi diperlukan dalam mengelola pembangunan kota yang inklusif dan berkelanjutan.
Founder dan CEO Qlue Rama Raditya mengatakan, saat ini urbanisasi menjadi salah satu isu penting yang harus dikelola oleh pemerintah. Hal itu tak lepas dari fakta bahwa kini terjadi tren urbanisasi yang tinggi karena makin banyak masyarakat yang lebih memilih tinggal di kawasan perkotaan ketimbang pedesaan. Karena itu, implementasi teknologi dalam aspek manajemen perkotaan bisa menjadi opsi yang baik demi menciptakan pembangunan kota yang berkelanjutan.
“Kolaborasi kami dengan pemerintah DKI Jakarta sudah terbukti memberikan dampak yang cukup signifikan bagi masyarakat karena penyelesaian pengaduan menjadi lebih efektif. Dengan bantuan teknologi, tata kelola pemerintah menjadi lebih baik sehingga tingkat kepercayaan publik turut meningkat. Bagi pemerintah di seluruh dunia, kepercayaan dari masyarakatnya merupakan modal yang sangat kuat dalam menjalankan pembangunan kota,” kata Rama dalam siaran pers, Senin (30/8/2021).
Aplikasi pelaporan dari Qlue sendiri sudah dipakai di lebih dari 30 kota dan kabupaten di Indonesia, seperti Kupang (Nusa Tenggara Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), Manado, Tomohon, dan Kabupaten Minahasa (Sulawesi Utara), Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur), serta Tarakan (Kalimantan Utara). Selain itu, implementasi solusi smart city Qlue saat ini juga tersebar di lebih dari 50 kota lainnya di Indonesia dan Asia-Pasifik.
President Qlue Maya Arvini mengatakan, kolaborasi Qlue dengan Pemerintah DKI Jakarta merupakan hasil komitmen pemerintah dalam memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat. Inisiasi Qlue dalam mendorong Jakarta sebagai smart cIty pada 2014 turut berkontribusi pada pembangunan kota Jakarta yang lebih maju. Kolaborasi itu mampu menekan titik banjir di Jakarta dari 8.000 titik banjir menjadi 450 titik banjir selama tiga tahun implementasinya. Waktu penyelesaian laporan juga lebih cepat dari 13 hari menjadi 2-3 jam saja.
“Itu berdasarkan data secara empiris yang juga terbukti meningkatkan kepercayaan warga Jakarta terhadap kinerja pemerintah dari 47% menjadi menjadi 60%. Artinya, pemerintah bisa membenahi birokrasi yang selama ini dinilai terlalu panjang dan berbelit-belit dengan pemanfaatan teknologi sehingga pengaduan masyarakat bisa lebih cepat ditangani. Konsep tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel tentu saja yang diharapkan oleh masyarakat agar pembangunan di seluruh Indonesia bisa semakin cepat dan merata,” kata Maya.
Qlue sendiri merupakan bagian dari World Smart Sustainable Cities Organization (WeGO), asosiasi internasional yang terdiri dari pemerintah kota, korporasi, dan institusi-instusi yang berkomitmen pada implementasi transformasi konsep kota pintar.
Pelaksana Sekretaris Jenderal WeGO Daniel Been mengatakan, saat ini urbanisasi meningkat pesat di hampir seluruh negara di dunia, membawa banyak tantangan bagi pemerintah kota. Penggunaan solusi ICT dan smart city adalah kunci menyelesaikan masalah yang diakibatkan dari peningkatan populasi di kota.
“Melihat keberhasilan solusi Qlue di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia, saya berharap pemerintah daerah belajar darinya dan merekomendasikan penggunaan teknologi pintar mereka untuk menyelesaikan aspek-aspek lain dari berbagai tantangan yang mungkin mereka hadapi juga”, kata Been.
STEVY WIDIA
Discussion about this post