youngster.id - Indonesia saat ini memiliki satelit terbanyak di Asia Tenggara dengan 18 satelit hingga Juni 2023. Meski demikian industri satelit masih belum bertumbuh di Indonesia dan masih sangat tergantung pada pihak asing.
Padahal satelit selain menjadi tulang punggung telekomunikasi, juga sebagai wujud kedaulatan di angkasa.
Untuk itu sejumlah pihak menilai, potensi bisnis satelit di Indonesia perlu dikembangkan.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, Indonesia memiliki satelit terbanyak di Asia Tenggara dengan 18 satelit hingga Juni 2023. Disusul Singapura 15 satelit. Tetapi menurut Heru, saat ini Indonesia baru memiliki beberapa satelit operasional untuk melayani kebutuhan telekomunikasi dan penyiaran, sehingga hal ini menjadi tantangan agar perkembangan satelit RI tak kalah dari satelit asing.
“Satelit asing digunakan di Indonesia untuk mendukung penyediaan layanan satelit yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh kapasitas satelit nasional. Untuk itu penggunaan Satelit Asing di Indonesia wajib memiliki Hak Labuh Satelit dan wajib memenuhi sejumlah ketentuan tertentu,” kata Heru dalam acara Diskusi IndoTelko Forum bertema “Menatap Masa Depan Bisnis Satelit GEO” Selasa,(30/1/2024) di Jakarta.
Tentunya ini jadi tantangan dari sisi regulasi agar satelit asing tak memiliki “pangsa pasar” besar pada slot orbit RI.
Menurut Heru, teknologi satelit masih dibutuhkan Indonesia untuk mengisi ”sinyal” internet broadband yang tidak terjangkau dan belum terlayani teknologi seluler dan kabel serat optik, serta menjadi backup.
Untuk itu, alokasi slot orbit satelit harus dilakukan secara berhati-hati dan diberikan pada penyelenggara yang memiliki kemampuan finansial cukup dan memaksimalkan penggunaan slot orbit satelit ke depannya.
Tantangan regulasi lain adalah bagaimana menciptakan pasar yang sehat di bisnis satelit. “Bisnis satelit harus dilakukan dalam iklim persaingan usaha yang sehat,” ungkapnya.
Sementara itu, Dosen ITB mewakili Kelompok Keahlian Telekomunikasi M Ridwan Effendy menyoroti bagaimana pentingnya bisnis satelit terutama untuk menjaga kedaulatan bangsa.
“Kalau kita bicara kedaulatan kuncinya ada pada kendali, apakah kita bisa kendalikan bisnis satelit, kendalikan keamanannya, kendalikan dari serangan-serangan yang mengancam dan sebagainya,” katanya.
Ridwan mengungkapkan, saat ini ada beberapa satelit nasional yang mengorbit, seperti BRIsat yang akan mengorbit hingga 2031, satelit Nusantara Satu hingga 2034, Telkom 3S hingga 2032 dan satelit Merah Putih hingga 2033. Dengan demikian total kapasitas satelit nasional mencapai 8653 MHz dengan kapasitas ekuivalen 17 Gbps.
Selanjutnya, ada HTS Bakti Ka Band di orbit 146 BT yang sudah diluncurkan dan menyusul HTS Telkomsat yang akan menggantikan Orbit 113 yang semula Palapa D Indosat pada 2024.
“Untuk itu, perlu kerja sama bagaimana membuat satelit asing berguna bagi kedaulatan Indonesia, terutama dengan cara mengendalikan NMS dan Gatewaynya harus di Indonesia, demi keamanan negara,” katanya.
Sementara itu, mantan Ketua ASSI Periode 2005-2011 Tonda Priyanto mengatakan, di Asia Pasifik, pertumbuhan bisnis satelit sangat tinggi terutama di India. Hal itu didorong oleh penggunaan konektivitas global, meningkatnya peluncuram satelit LEO, serta meningkatnya peluncuran satelit internet untuk pertahanan.
“Untuk Indonesia, satelit menjadi bagian “complimentary solutions” jaringan telekomunikasi, jadi GEO dan LEO bisa saling melengkapi sesuai dengan kebutuhannya, ” katanya.
Di sisi lain, Ketua Bidang Infrastruktur Nasional MASTEL Sigit Puspito Wigati Jarot menyoroti soal kebutuhan infrastruktur satelit terutama untuk kebutuhan telekomunikasi.
Data Bryce Tech menyebut, sepanjang 2022 ekonomi angkasa global mencapai US$384 miliar, yang mana US$ 281 miliar atau 73% merupakan industri satelit. Kemudian, di kurun waktu yang sama, investasi publik di angkasa, baik untuk kepentingan sipil maupun militer mencapai 99 miliar Euro (menurut Euroconsult), dengan 60% dari Amerika Serikat (AS), disusul Eropa 14%, China 11%, Jepang 5%, Rusia 3%, India 2% dan sisa negara lain 5%.
“Hingga 2030 diperkirakan akan ada 60.000-100.000 satelit dibandingkan 11.000 peluncuran satelit dalam 60 tahun. Sementara, pertumbuhan sektor angkasa diperkirakan mencapai 11% secara tahunan hingga 2030,” ujar Sigit.
Sementara itu Kepala Divisi Infrastruktur Satelit Bakti Kominfo Sri Sanggrama Aradea membeberkan saat ini di Bakti Kominfo, satelit masuk dalam lapis jaringan infrastruktur telekomunikasi nasional. Dia juga mengungkapkan, Indonesia saat ini memiliki satelit multifungsi satria 1 yang merupakan High-Throughput Satellite (HTS) berkapasitas 150 Gbps. Satria 1 diluncurkan pada akhir Juni 2023 dan menggunakan skema KPBU. Sementara commercial operation date-nya pada 2 Januari 2024.
Sementara satelit Satria 2 akan dibangun dalam bentuk twin satellite yakni Satria 2A dan 2B, yang akan memberikan kapasitas 300 Gbps agar layanan internet yang tersedia semakin andal dan cepat.
Founder IndoTelko Forum Doni Ismanto mengatakan, bicara mengenai satelit tak bisa terlepas dari slot orbit karena pertumbuhan jumlah satelit harus mempertimbangkan juga pengelolaan slot orbit. Hal ini juga menjadi wujud kedaulatan sebuah bangsa di angkasa.
“Sekali kita melepas slot orbit atau tidak memanfaatkan slot orbit, kerugian besar bagi bangsa ini,” pungkasnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post