Ini Alasan 70% Perusahaan Keluarga Tidak Mampu Bertahan Hingga Generasi Kedua

Ilustrasi

Bisnis keluarga. (Foto: ilustrasi/istimewa)

youngster.id - Perusahaan di Indonesia 95 % adalah perusahaan keluarga. Bisnis ini memberikan 82% kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dan memberikan 40% kontribusi terhadap kapitalisasi pasar di Indonesia. Sayangnya, hasil riset mendapati keberlangsungan bisnis keluarga 70% tidak mampu bertahan hingga generasi kedua.

Hal ini diungkapkan Apung Sumengkar, Founder & Managing Partner (CEO), Daya Qarsa. Dia memprediksi jumlah perusahaan keluarga di Indonesia akan bertumbuh tiga sampai empat kali dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan, yang merupakan di atas rata-rata global. Perusahaan keluarga adalah salah satu harapan untuk merealisasikan potensi ekonomi Indonesia.

“Namun sayangnya hanya sekitar 30% dari perusahaan keluarga mampu bertahan hingga generasi kedua, bahkan hanya sekitar 13% perusahaan keluarga di Indonesia yang dapat bertahan hingga generasi ketiga. Persentase yang kecil ini menunjukkan rintangan yang besar dalam menjaga keberlangsungan bisnis keluarga,” papar Apung dalam peluncuran virtual buku “Bangkit Setelah Pandemi: Mengembalikan Kesuksesan Perusahaan Keluarga Setelah Pandemi COVID-19” Senin (18/4/2022).

Riset Daya Qarsa menemukan empat tantangan utama yang dihadapi oleh perusahaan keluarga. Salah satunya adalah banyak perusahaan keluarga mengalami penurunan bisnis secara signifikan dan kesulitan dalam bertransformasi digital. Kondisi keuangan perusahaan di masa pandemi yang membuat pendapatan menurun tidak memungkinkan perusahaan untuk transformasi digital. Sehingga akhirnya membuat perusahaan kesulitan untuk menjangkau pelanggan yang saat ini sudah ramai berselancar di saluran digital.

“Berdasarkan survei kami, rintangan tersebut diperparah dengan adanya COVID-19. 47% responden menganggap pandemi COVID-19 sebagai kekhawatiran utama perusahaan keluarga saat ini,” lanjut Apung.

Menurut dia, pelayanan kepada konsumen yang masih belum terdigitalisasi dan mengandalkan proses manual pun memakan biaya yang lebih besar. Selain itu, sistem kerja dan infrastruktur yang masih manual menyebabkan ketidaksiapan karyawan untuk menunjang kerja jarak jauh di masa pandemi.

Hal ini terjadi akibat pemimpin perusahaan keluarga yang kurang memiliki kesadaran akan pentingnya transformasi digital yang berdampak kepada lambatnya strategi digitalisasi perusahaan. Pemimpin perusahaan masih kurang memiliki pemahaman dan pengetahuan mengenai infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung proses operasional sehari-hari.

Tantangan lainnya yang dihadapi perusahaan keluarga adalah memastikan kesehatan fisik maupun mental karyawan, serta membenahi budaya dan cara berpikir karyawan yang masih konvensional. Lalu, tantangan dalam perencanaan dan penerapan manajemen suksesi yang belum maksimal, dan penerapan sistem tata kelola perusahaan yang profesional.

Daya Qarsa telah membantu beberapa perusahaan keluarga di Indonesia, salah satunya adalah Kalla Group yang memiliki berbagai jenis usaha (konglomerasi). Daya Qarsa dan manajemen Kalla Group bekerja sama untuk mendesain struktur organisasi perusahaan holding agar bisa lebih lean dan agile dalam menghadapi perubahan yang terjadi karena pandemi Covid 19.

“Ini adalah kolaborasi pertama kami dengan Daya Qarsa dalam mendorong transformasi bisnis dan organisasi kami. Daya Qarsa memiliki latar belakang konsultasi bisnis dan organisasi yang kuat serta pengetahuan yang mendalam untuk membantu kami memecahkan permasalahan yang ada akibat terdampak pandemi,” ujar Disa Novianty, Direktur People & Process Kalla Group.

Disa juga menjelaskan bahwa perusahaan mereka melakukan perubahan pada seluruh aspek-aspek krusial untuk dapat bertahan melewati pandemi. Mulai dari membenahi trust & value yang berhubungan dengan sikap karyawan dan kepuasan kerja, manajemen keuangan, tata kelola perusahaan, manajemen manusia, dan infrastruktur pendukung untuk menunjang kegiatan perusahaan.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version