youngster.id - Kejahatan siber tercatat sebagai penyebab kerugian ekonomi terbesar ketiga di dunia; dengan angka kerugian diprediksi mencapai US$10,5 triliun pada 2025 mendatang.
Berdasarkan laporan Microsoft Digital Defense Report (DDR) 2022, jumlah password attack diperkirakan mencapai 921 serangan per detik, meningkat 74% dalam satu tahun. Banyak dari serangan ini memicu serangan ransomware yang berujung pada peningkatan permintaan uang tebusan hingga lebih dari dua kali lipat. Dulunya, sebagian besar ransomware menargetkan individu.
Namun, belakangan ini ransomware kiriman manusia yang menargetkan organisasi–baik itu bisnis maupun institusi pemerintah–menjadi lebih dominan, di mana penjahat yang melakukan serangan ini berhasil menyusupi sepertiga target organisasi, dengan 5% di antaranya menghasilkan tebusan.
Pada saat yang sama, email phishing juga menunjukkan peningkatan stabil dari tahun ke tahun. Serangan phishing—titik masuk umum untuk sebagian besar serangan siber—telah meningkat lebih dari 300% di seluruh dunia, dengan lebih dari 710 juta email phishing diblokir setiap minggunya pada tahun 2021.
Dari berbagai macam model phishing, skema business email compromise (BEC) meningkat pesat, dengan BEC lure–situasi di mana scammer menggunakan email untuk mengelabui seseorang agar mengirimkan uang atau membocorkan informasi rahasia perusahaan–mendominasi tema BEC hingga 79,9%.
“Penjahat siber terus beraksi layaknya perusahaan. Mereka menemukan cara-cara baru untuk mengimplementasikan aksi mereka, meningkatkan kompleksitas serangan, sambil di saat bersamaan menciptakan sumber ekonomi kejahatan baru melalui penjualan perangkat atau panduan sederhana yang memungkinkan pelaku serangan siber lain melancarkan aksinya secara lebih mudah – tanpa kemampuan teknis sekalipun,” ujar Panji Wasmana, National Technology Officer Microsoft Indonesia, dikutip Kamis (9/2/2023).
Kedua serangan siber tersebut pun digencarkan oleh nation state threats—ancaman siber dari negara tertentu dengan maksud yang jelas untuk memajukan kepentingan nasional negara bersangkutan. Dalam beberapa tahun terakhir, nation state threats telah meningkatkan ketegangan antar negara, yang semakin mendorong pentingnya penguatan postur keamanan siber. Temuan Microsoft dalam DDR 2022 menunjukkan bahwa serangan yang menargetkan infrastruktur kritikal negara meningkat sebesar 40% dalam satu tahun terakhir, dengan sektor TI, layanan keuangan, sistem transportasi, dan infrastruktur komunikasi sebagai target utamanya.
Ajar Edi, Direktur Corporate Affairs Microsoft Indonesia menyampaikan pentingnya integrasi teknologi komputasi awan ke dalam sistem dan infrastruktur yang esensial. Sebab, layanan komputasi awan berjalan di jaringan pusat data yang aman di seluruh dunia, memiliki keandalan dalam pencadangan data dan pemulihan bencana, serta mampu memberikan keamanan dari penyedia layanannya melalui teknologi yang dapat melindungi berbagai elemen masyarakat dan negara dari potensi ancaman siber.
“Ketahanan digital tidak lepas dari peran pemerintah. Yakni melahirkan kebijakan yang mendukung akselerasi adopsi teknologi komputasi awan, kebijakan lintas batas data, dan keamanan siber. Sebuah semangat yang sudah terekam dalam Deklarasi Pemimpin G20 Bali dan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP),” papar Ajar.
Sektor layanan keuangan seperti bank, merupakan salah satu sektor kritikal yang perlu menjunjung tinggi keamanan siber.
Lily Wongso, Executive Vice President IT Security Bank BCA mengatakan, pihaknya secara konsisten berupaya meningkatkan pemahaman nasabah dan karyawan akan potensi serta dampak risiko-risiko yang ada, memastikan perusahaan senantiasa mematuhi peraturan terkait dari pemerintah, serta menambah lapisan keamanan.
Bank ini mewajibkan pembelajaran mengenai cybersecurity pada saat on-boarding karyawan, menetapkan tim khusus yang berfokus pada perlindungan dan penguatan keamanan siber, serta bekerja sama dengan perusahaan penyedia teknologi seperti Microsoft untuk memastikan sistem-sistem perusahaan tetap aman.
“Seringkali pegawai kami perlu mengakses dokumen-dokumen penting secara remote. Akan tetapi, remote access juga tidak terlepas dari risiko. Setelah melakukan due dilligence yang komprehensif, kami memutuskan untuk bekerja sama dengan penyedia teknologi pihak ketiga, termasuk Microsoft, yang dapat membantu kami mencegah potensi risiko tersebut. Microsoft, melalui Microsoft InTune, membantu melindungi device end-point kami, baik itu dengan menggunakan Multi-Factor Authentication, fitur Encryption, dan juga dalam membangun Company Portal,” jelas Lily. (*AMBS)
Discussion about this post