youngster.id - Pemerintah menargetkan seluruh desa di Indonesia tersambung dengan jaringan 4G pada tahun 2022. Upaya ini dilakukan untuk mempercepat digitalisasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di pedesaan serta menggerakkan usaha kecil pasca-pandemi corona.
Staf Khusus Menteri Kominfo Bidang Kebijakan Digital dan Sumber Daya Manusia Dedy Permadi mengatakan, hingga saat ini masih ada 12.458 atau 14% dari 83.280 desa dan kelurahan seluruh Indonesia yang belum tersambung dengan jaringan 4G.
Oleh karena itu, diperlukan percepatan dalam melakukan digitalisasi desa. “Jumlah ini sangat besar dan kami terus kerjakan. Ditargetkan pada akhir 2022 seluruh wilayah sudah terakses 4G, jadi ini prioritas utama,” kata Dedy dalam webinar Katadata Insight Center bertajuk ‘Kebangkitan UMKM di Era Pandemi Covid-19’ di Jakarta.
Menurut dia, transformasi digital bakal dilakukan secara komprehensif untuk mendorong UMKM kembali bergeliat setelah pandemi berakhir. Upaya pertama yang dilakukan yakni dengan meningkatkan seluruh infrastruktur digital yang diperlukan untuk menunjang penjualan daring. Setelah itu, tahap selanjutnya yang dilakukan yakni mempersiapkan sumber daya manusia. Caranya, dengan mendorong percepatan literasi digital mulai dari bawah dan diikuti dengan mempersiapkan intermediate digital skills berupa teknisi di bidang ini.
“Terakhir program advance digital untuk para pelaku usaha dan privat sektor agar bisa membekali akses bisnis di tengah-tengah akses digital yang semakin ketat,” kata dia.
Adanya strategi tersebut dinilai ampuh untuk menjaga daya saing produk UMKM di pasar digital. Sebab, berdasarkan catatan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) tingkat keberhasilan produk UMKM yang dijual di platform digital baru berkisar 4%-10%. Ini terjadi lantaran minimnya edukasi dan sarana infrastruktur.
Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil survei yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) yang menunjukkan UMKM seringkali mengalami kendala saat menjalankan usaha menggunakan teknologi digital. Tantangan itu di antranya mencakup aspek belum mampu menggunakan internet (34%), kurangnya pengetahuan menjalankan usaha online (23,8%), pegawai tak siap (19,9%), infrastruktur tidak layak (18,4%), dana kurang memadai (9,7%), dan banyaknya pesaing (3,4%).
Survei tersebut dilakukan terhadap 206 responden UMKM di lima kategori usaha. Mereka berada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sebagian besar UMKM ini memiliki skala usaha mikro dengan omzet di bawah Rp 300 juta per tahun.
Hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa 82,9% UMKM terpukul pandemi Covid-19. Hanya, 5,9% yang penjualannya positif selama krisis kesehatan saat ini. Sebelum ada pandemi, hampir seluruh UMKM dalam kondisi yang cukup baik.
“Namun kini, 56,8% di antaranya dalam kondisi buruk. Hanya 14,1% UMKM yang masih berada pada situasi baik di tengah hantaman pandemi corona,” tulis survei KIC, dikutip Jumat (26/6). Bahkan, 63,9% dari UMKM yang terpukul corona mengaku omzetnya turun lebih dari 30%. Sedangkan hanya sebagian kecil atau 3,8% UMKM yang omzetnya meningkat selama pandemi.
STEVY WIDIA
Discussion about this post