youngster.id - Terjadi perubahan perilaku konsumen dan pola konsumsi di Indonesia dalam dua tahun terakhir. Sejalan dengan bangkitnya ekonomi berbasis pengalaman, mereka lebih mengalihkan pengeluaran untuk makanan dan minuman ke berbagai produk yang menyediakan aneka pengalaman seperti rekreasi dan liburan.
Demikian kesimpulan dari hasil riset PT Neurosensum Technology International (Neurosensum), sebuah perusahaan riset/survei pasar berbasis teknologi Neuroscience dan Artificial Intelligence (AI). Riset bertajuk “Memahami Tren Konsumen Masa Kini” itu menyoroti secara menyeluruh tentang perilaku konsumen dan pola konsumsi di Indonesia. Riset tersebut dilakukan terhadap 1.000 orang peserta dengan metode wawancara tatap muka, berlangsung mulai bulan Maret – April 2018 di 12 kota di Indonesia yaitu Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Makasar, Palembang dan Balikpapan. Riset ini menggambarkan populasi masyarakat perkotaan.
Menurut Rajiv Lamba, Managing Director Neurosensum, hasil riset ini memberi dampak pada perusahaan dan juga kepada ekonomi secara keseluruhan dalam jangka panjang.
“Secara garis besar bisa kami kemukakan bahwa hasil riset menunjukkan adanya perubahan perilaku yang sangat signifikan dari cara konsumen menghabiskan uangnya. Dan, ini akan menjadi tantangan yang besar bagi industrI di Indonesia, khususnya FMCG dan personal care. Perusahaan yang sudah lama hadir di pasar bisa kalah bersaing dengan perusahaan baru yang bergerak lebih gesit,” kata Rajiv di Hotel Westin Jakarta beberapa waktu lalu.
Dijelaskan Rajiv, dari riset yang dilakukan ditemukan beberapa poin penting yang menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam perilaku konsumsi dari konsumen Indonesia. Pertama, bangkitnya ekonomi pengalaman. Konsumen di Indonesia tidak lagi merasa puas dengan sekedar produk saja. Mereka kini telah menjadi pembeli cerdas, yang mencari pengalaman melebihi produk dan jasa yang mereka gunakan.
Hal ini membuat mereka mengalihkan pengeluaran dari kategori fast moving consumer good (FMCG) tradisional seperti makanan dan minuman ke berbagai kategori dan produk yang menyediakan aneka pengalaman seperti rekreasi dan liburan, gadget atau produk elektronik dan data seluler. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan persentase pengeluaran di kategori makanan dan minuman sebesar 2 poin, dari 33% menjadi 31% dalam 2 tahun terakhir ini.
“Konsumen di semua kelompok usia dan tingkat pendapatan menurunkan jumlah pengeluaran mereka dalam katagori FMCG. Penurunan lebih menonjol terlihat diantara Gen Z,” tegas Rajiv.
Kedua, meningkatnya kebutuhan berekreasi. Konsumen merasakan bahwa tingkat stres dalam kehidupan mereka sehari-hari semakin meningkat. Dan, sebagai dampaknya, muncul kebutuhan untuk melarikan diri dari kondisi stres yang dialami, yaitu dengan adanya peningkatan konsumsi untuk kebutuhan rekreasi yang tercermin dalam perubahan pola belanja konsumen.
Angka pengeluaran konsumen di kategori rekreasi telah mengalami peningkatan sebesar 40% (1,4 kali lipat) dalam 2 tahun terakhir. Peningkatan ini khususnya didorong atau dipicu oleh kelompok generasi Z. Dari 40% kenaikan di kategori rekreasi, untuk kebutuhan traveling, baik dalam dan luar negeri, menunjukan peningkatan sebesar 30% (1,3 kali lipat) dalam 2 tahun terakhir ini.
Potensi sektor wisata juga akan sangat menjanjikan karena jumlah konsumen yang merencanakan untuk melakukan perjalanan liburan diperkirakan akan meningkat 3 kali lipat dalam 2 tahun ke depan. Kebutuhan akan rekreasi juga berdampak pada pengeluaran konsumen untuk menyaksikan konser dan film yang meningkat sebesar 40% (1,4 kali lipat) dalam 2 tahun terakhir.
Kebangkitan ekonomi berbasis pengalaman juga telah mendorong pengeluaran untuk produk elektronik/gadget dan data. Konsumen berbagi pengalaman dan momen penting dalam hidup mereka di Instagram, Facebook dan media sosial lainnya. Pengeluaran di kategori telefon seluler naik sebesar 21% (1,2 kali lipat) dalam 2 tahun terakhir. Sedangkan untuk pengeluaran produk di kategori gadget dan elektronik telah meningkat sebesar 50% (1,5 kali lipat).
Riset ini memperlihatkan bahwa perusahaan FMCG saat ini mengalami ancaman ganda. Di satu sisi, konsumen menurunkan jumlah konsumsi kategori FMCG atau berpindah ke merek FMCG lain yang lebih terjangkau (downgrading) karena adanya pergeseran dari perilaku konsumen ke ekonomi berbasis pengalaman serta adanya peningkatan dalam perencanaan pembelian produk elektronik dan perjalanan liburan/wisata.
Di sisi lain, perusahaan FMCG juga menghadapi tantangan dengan kemunculan berbagai merek lokal yang mengambil pangsa pasar dari merek-merek lama yang sudah mapan di pasaran.
“Riset ini menunjukkan bahwa konsumen bersedia untuk membeli merek baru ketika ada penawaran unik atau pengalaman berbeda yang saat ini tidak atau belum bisa diberikan oleh merek-merek terkemuka,” ucap Rajiv.
Salah satu temuan penting dari riset ini adalah munculnya pola konsumsi yang berbeda pada Gen Z (yaitu mereka yang lahir setelah 1996). Ketika saat ini perusahaan tradisional lebih memokuskan diri pada generasi milenial, untuk kedepannya mereka harus menargetkan Gen Z sebagai fokus utama untuk bisa mencapai pertumbuhan.
“Gen Z yang ada saat ini akan menjadi pengganti generasi milenial di masa depan,” pungkas Rajiv.
EDDY DWINANTO ISKANDAR
Discussion about this post