youngster.id - Komputasi awan (cloud computing)—penyedia jasa infrastruktur, layanan, dan perangkat lunak sesuai permintaan melalui jaringan, memainkan peran penting dalam agenda transformasi digital Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah mengumumkan rencana untuk mengembangkan Pusat Data Nasional (PDN), yang bertujuan untuk mengkonsolidasikan dan merampingkan berbagai aplikasi layanan publik menuju Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau sistem pemerintahan elektronik (e- government).
Sayangnya, adopsi komputasi awan di Indonesia, khususnya di sektor publik, masih terbatas dan jauh tertinggal dari negara-negara lain. Menurut peringkat E-Government Development Index (EGDI) E-government negara ini masih dalam tahap awal adopsi. Survei E-Government 2020 Perserikatan Bangsa-Bangsa 2020 menunjukkan bahwa EGDI Indonesia berada di peringkat 88, dari 193 negara. Fakta ini mengindikasikan bahwa digitalisasi pelayanan publik di Indonesia perlu lebih ditingkatkan.
Berdasarkan hasil riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS) tentang adopsi cloud computing di sektor publik Indonesia, ditemukan baru 30%–dari 169 lembaga publik yang disurvei–yang telah menggunakan layanan cloud, dengan yang terendah ada di sektor kesehatan atau rumah sakit (8,8%) dan pemerintah daerah (25%).
Namun, prospek adopsi cloud di sektor publik Indonesia cukup cerah, karena ada hampir 40% organisasi publik yang berencana untuk menggunakannya di masa depan.
Lembaga publik mengadopsi teknologi cloud hanya sebagai tambahan atau perpanjangan dari server lokal dan colocation, yaitu, hanya ketika mereka menganggap kapasitas yang ada tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan tidak melibatkan data sensitif. Sebagian besar organisasi sektor publik yang menggunakan cloud telah menggunakan server lokal (63%) atau colocation (23%) sebelumnya.
Lembaga publik yang menggunakan cloud telah memperoleh berbagai manfaat seperti pengurangan biaya, peningkatan efisiensi dan produktivitas, kelincahan dan skalabilitas, serta ketahanan.
Lebih dari 27% dan hampir 10%, lembaga publik yang menggunakan cloud menunjukkan bahwa lembaga mereka masing-masing mendapatkan penghematan biaya sekitar 0-10% dan 11-20%. Setelah adopsi cloud, jumlah aplikasi yang dikembangkan dalam satu tahun meningkat dari hampir 4 aplikasi menjadi lebih dari 6 aplikasi dan rata-rata waktu yang dihabiskan oleh masyarakat untuk mengakses aplikasi meningkat dari sekitar 7 jam menjadi lebih dari 8 jam.
Adopsi cloud computing di sektor publik Indonesia juga bermanfaat bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Adopsi cloud di lembaga publik diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan PDB negara sebesar 0,03 hingga 0,37 poin persentase atau setara dengan penambahan PDB sebesar Rp35 triliun. Cloud computing juga meningkatkan kesempatan kerja sebesar 0,02 hingga 0,08 poin persentase, atau menciptakan hingga 95 ribu lapangan kerja baru. Selain itu, hal ini juga dapat menyebabkan penurunan ICOR sekitar -0,1 hingga -1,23 poin persentase, yang menyiratkan peningkatan efisiensi dalam perekonomian secara keseluruhan.
Sejatinya, berdasarkan riset CSIS, adopsi komputasi awan di sektor publik Indonesia menghadapi beberapa hambatan dan tantangan serius. Faktor-faktor hambatan ini termasuk mispersepsi mengenai risiko keamanan dan masalah privasi data, ketidakpastian peraturan dan dukungan hukum, sistem pengadaan di pemerintahan, serta kurangnya keterampilan dan mendukung infrastruktur broad band.
Misalnya, mayoritas non-pengguna dan pengguna cloud (atau masing-masing lebih dari 55% dan hampir 65%) menyebutkan kekhawatiran tentang keamanan dan privasi data sebagai faktor utama yang mencegah atau membatasi mereka untuk menggunakan cloud. Sementara, hambatan ketidakpastian tentang hukum dan peraturan yang ada ditunjukkan oleh 33% non-pengguna menunjukkan lebih dari 25% pengguna cloud dan hambatan ini juga sebagian besar terkait dengan persepsi risiko keamanan dan masalah perlindungan data.
Kepala Departemen Ekonomi CSIS, Fajar Hirawan, Ph.D, mengatakan, Pemerintah Indonesia perlu mengembangkan strategi cloud dan rencana adopsi yang baik dan bisa diterapkan agar dapat benar-benar memanfaatkan potensi cloud dalam meningkatkan layanan publik Indonesia.
“Untuk benar-benar memanfaatkan potensi cloud dalam meningkatkan layanan publik Indonesia dan sepenuhnya meningkatkan pembangunan ekonomi negara, Pemerintah Indonesia harus menciptakan lingkungan peraturan yang kondusif untuk cloud. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pemahaman di antara pejabat pemerintah tentang keamanan dan perlindungan data di cloud; menerapkan mekanisme akuntabilitas data dan mengembangkan kerangka klasifikasi data; dan mencegah potensi konflik antara pemerintah pusat dan daerah,” saran Fajar, Rabu (24/8/2022).
Penelitian CSIS ini menggunakan pendekatan metode campuran (mixed-method) yang meliputi pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Studi ini melakukan survei, kelompok diskusi terfokus (focus group discussion), dan wawancara dengan personel IT dan pengambil keputusan di sektor publik, termasuk instansi pemerintah daerah dan pusat, perguruan tinggi dan rumah sakit yang berlokasi di 5 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, dan Gorontalo. (*AMBS)
Discussion about this post