youngster.id - Saat ini, popularitas berlian lab grown di seluruh dunia semakin meningkat. StudyFinds menyebutkan bahwa dalam lima tahun terakhir, ketertarikan masyarakat Inggris terhadap berlian lab grown melonjak hingga 2000%.
Sebuah studi menyebutkan bahwa dari 1.500 orang responden berupa calon pengantin pria dan wanita dari generasi muda, 70% di antaranya memilih berlian lab grown untuk cincin pertunangan dan pernikahan, dengan alasan harga yang terjangkau dan sustainable.
Pada awalnya, berlian asli hanya berupa berlian hasil tambang. Berlian pertama kali dikembangkan di dalam laboratorium oleh para ilmuwan dari General Electric Research Laboratory pada dekade 1940-an lewat berbagai eksperimen yang meniru tekanan dan suhu ekstrem seperti di dalam lapisan Bumi saat proses pembentukan berlian. Berlian lab grown kemudian diperkenalkan kepada dunia pada 15 Februari 1955, tapi baru tersedia secara komersial pada tahun 1980-an.
Tiga dekade kemudian, FTC (Federal Trade Commission) mengeluarkan pernyataan bahwa berlian lab grown adalah berlian asli karena telah memenuhi karakteristik yang ditentukan. Menurut Guides for the Jewelry, Precious Metals, and Pewter Industries yang dirilis oleh FTC, berlian asli memiliki karakteristik berupa 1) terbuat dari karbon murni yang mengkristal; 2) memiliki banyak warna; 3) memiliki nilai kekerasan (hardness) 10; 4) memiliki berat jenis (specific gravity) 3,52; dan 5) indeks bias (refractive index) 2,42. Ini membuat berlian lab grown tidak lagi berbeda dengan berlian hasil tambang.
Sumarni Paramita FGA (Gem-A London), GG (GIA), IGI, RMV (Registered Master Valuer), Direktur Adamas Gemological Laboratory of Indonesia dan Institute Gemology Paramita mengatakan, berlian lab grown adalah berlian yang dibuat di laboratorium dengan proses yang singkat, tidak seperti berlian hasil tambang yang membutuhkan waktu panjang dan melewati proses ekstraksi berupa penambangan.
“Walau demikian, secara optik, kimia, dan fisik, berlian lab grown dan berlian hasil tambang tidak memiliki perbedaan. Berlian lab grown juga telah memenuhi kriteria untuk disebut sebagai berlian dari FTC, karena itu tak perlu diragukan bahwa berlian lab grown adalah berlian asli,” kata Sumarni, dikutip Sabtu (4/11/2023).
Di Indonesia, kurangnya informasi mengenai berlian lab grown membuat pengetahuan masyarakat tentang jenis berlian ini masih tergolong rendah. Tak heran jika kemudian banyak yang belum mengetahui bahwa berlian lab grown adalah berlian asli, sama seperti berlian hasil tambang.
Sebagai sebuah sustainable luxury jewelry brand Sol et Terre berkomitmen untuk terus mengedukasi masyarakat Indonesia tentang berlian lab grown yang memiliki kelebihan sebagai berlian asli yang mendukung praktik sustainability. Ini selaras dengan visi dan misi yang dimiliki oleh kedua co-founder Sol et Terre, yaitu Chelsea Islan, seorang aktris dan aktivis lingkungan yang juga menjadi SDG Mover untuk UNDP Indonesia, dan Veronica Pranata, seorang desainer perhiasan berpengalaman.
Veronica mengatakan, di Amerika Serikat, berlian lab grown mulai populer sejak sembilan tahun lalu di kalangan generasi muda, karena harganya yang terjangkau dan ramah lingkungan. Namun di Indonesia belum ada sumber yang terpercaya tentang berlian lab grown dan belum ada jewelry brand yang fokus menggunakan berlian ini.
“Kondisi ini merupakan salah satu pertimbangan kami mendirikan Sol et Terre. Kami ingin membuat terobosan baru dengan fokus menciptakan rangkaian perhiasan berkualitas, menggunakan berlian lab grown yang sustainable dan beretika. Inilah yang menjadi konsep di balik Sol et Terre, yaitu keindahan yang beretika,” ungkap Veronica.
Menurut Veronica, Sol et Terre hanya menggunakan berlian lab grown pilihan yang berkualitas terbaik untuk produk perhiasannya, dibuktikan oleh sertifikasi GIA (Gemological Institute of America) dari Amerika Serikat dan IGI (International Gemological Institute) dari Belgia. Berlian-berlian ini dikurasi dengan sangat ketat, sehingga hanya 0,5% dari berlian kualitas perhiasan yang berhasil terpilih dan digunakan oleh Sol et Terre.
Berlian lab grown dikembangkan di dalam laboratorium dalam waktu yang singkat dan mengutamakan prinsip sustainability, yaitu memperhatikan kondisi lingkungan, sosial, dan ekonomi. Sebaliknya, berlian hasil tambang butuh proses panjang sekaligus merusak untuk mendapatkannya. Inilah yang membuat berlian hasil tambang lekat dengan masalah etika, tak hanya masalah kerusakan lingkungan tapi juga masalah buruh anak dan berlian konflik.
Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penambangan berlian memang sangat nyata, diakibatkan oleh penggunaan alat berat dan bahan peledak. Menurut laporan Environmental Impact Analysis Production Of Rough Diamonds dari Frost & Sullivan, untuk mendapatkan 1 karat berlian hasil tambang, dibutuhkan konsumsi lahan, energi, dan air yang sangat besar. Penambangan berlian juga menyisakan polusi udara dan limbah mineral yang jumlahnya sangat besar. Semua ini kerusakan lingkungan ini dapat dikurangi menjadi minimal dengan memproduksi berlian di laboratorium.
“Semua yang kami lakukan di Sol et Terre didasarkan pada prinsip sustainability, termasuk dalam memilih menggunakan berlian lab grown. Kami ingin rangkaian perhiasan dari Sol et Terre tak sekadar memberi keindahan pada pemakainya, tapi juga diproduksi tanpa berdampak buruk kepada lingkungan hidup dan manusia, sehingga dapat ikut melestarikan Bumi,” kata Chelsea.
Bagi Sol et Terre, menjalani bisnis yang sustainable juga harus memberi dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat. Hal ini telah diwujudkan lewat program memberi kembali ke masyarakat, khususnya untuk pendidikan, konservasi lingkungan, dan komunitas yang membutuhkan. Untuk itu, Sol et Terre menggandeng tiga LSM, yaitu Yayasan Plan International Indonesia, Wahana Visi Indonesia, dan Jakarta Animal Aid Network. Dengan pembelian perhiasan di Sol et Terre, berarti konsumen ikut berdonasi ke tiga LSM tersebut.
HENNI S.
Discussion about this post